Dark Mode Light Mode

Legenda Rock ’60-an Hampir Bubar Gara-gara Satu Album, Tetap Jaya 63 Tahun Kemudian

Dunia musik rock pernah hampir kehilangan salah satu ikon terbesarnya. Bayangkan, dunia tanpa lagu-lagu anthemic dari The Rolling Stones? Untungnya, kita tidak perlu membayangkan itu, meskipun perpecahan nyaris terjadi. Kisah ini bukan hanya tentang sex, drugs, and rock ‘n’ roll, tapi juga tentang ego, ambisi, dan keajaiban rekonsiliasi.

Perjalanan The Rolling Stones selama 63 tahun adalah sebuah testament ketahanan dan evolusi. Dari panggung-panggung berdebu hingga stadion-stadion megah, mereka telah melihat dan melakukan semuanya. Tetapi, di balik gemerlap ketenaran, tersembunyi sebuah pertarungan internal yang hampir mengakhiri segalanya. Kita bicara bukan tentang kematian tragis Brian Jones, tapi tentang sesuatu yang lebih complicated: pertentangan kreatif.

Masa Kelam di Balik Album ‘Undercover’: Saat Ego Bertabrakan

Tahun 1983 menjadi saksi bisu ketegangan antara dua kekuatan utama band ini: Mick Jagger dan Keith Richards. Album Undercover menjadi medan pertempuran ide, ambisi, dan mungkin juga sedikit rasa iri. Produser album, Chris Kimsey, bahkan menggambarkan suasana saat itu sebagai “waktu terburuk” yang pernah ia alami bersama mereka. Jagger dan Richards, dua kutub yang berlawanan, bahkan menghindari satu sama lain di studio.

Kimsey menceritakan bahwa Jagger biasanya datang ke studio dari siang hingga jam tujuh malam, sementara Richards baru muncul dari jam sembilan malam hingga jam lima pagi. Bisa dibayangkan, komunikasi jadi serba salah dan misinterpretasi merajalela. Kondisi ini diperparah dengan keputusan Jagger untuk menandatangani kontrak solo dengan CBS, seolah memberi sinyal bahwa perahu Rolling Stones siap karam. Ini seperti teman yang bilang mau diet bareng, tapi diam-diam mesen pizza jumbo.

Pernyataan Jagger saat itu, “Tidak ada yang peduli jika The Rolling Stones bubar, kan?” seolah menabuh genderang perang. Bagi fans setia, pernyataan itu bagaikan petir di siang bolong. Absennya tur antara tahun 1982 dan 1989 semakin memperkuat spekulasi tentang akhir era Rolling Stones. Album Dirty Work di tahun 1986 pun tidak banyak membantu, dengan Jagger dilaporkan absen selama sebagian besar proses rekaman.

Rehat Sejenak, Refleksi Diri: Resep Rahasia Panjang Umur Band Legendaris?

Namun, siapa sangka, masa-masa sulit itu justru menjadi titik balik. Istirahat sejenak dari hiruk pikuk band ternyata memberikan ruang bagi masing-masing personel untuk berefleksi dan menemukan kembali passion mereka. Richards, yang mengambil alih kendali selama ketidakhadiran Jagger, mungkin merasakan beban dan tanggung jawab yang berbeda.

‘Steel Wheels’: Titik Balik yang Menyelamatkan Rolling Stones

Reuni mereka untuk album Steel Wheels di tahun 1989 menandai awal dari babak baru. Richards kemudian merefleksikan bahwa album itu adalah tentang memulai dari awal, titik krusial di mana band itu akan hancur atau bertahan. Dan mereka memilih untuk bertahan, membuktikan bahwa persahabatan dan cinta terhadap musik dapat mengatasi segala rintangan.

Mempelajari Peran Masing-masing: Kunci Harmoni Sebuah Band?

Richards mengakui bahwa selama masa hiatus, ia mendapatkan apresiasi baru atas peran Jagger setelah mengambil alih posisi sebagai lead singer dengan bandnya sendiri, The X-Pensive Winos. Dia menyadari betapa beratnya tanggung jawab seorang frontman dan membawa pengetahuan itu kembali ke Rolling Stones.

“Saya kembali ke Stones dengan pengetahuan yang lebih dalam tentang apa yang menjadi tugas Mick,” ujarnya. “Dan itu sangat berbeda, Anda selalu berada di depan.” Ini seperti belajar memasak masakan ibu, baru sadar betapa ribetnya ternyata.

Hiatus itu necessary, kata Richards dalam wawancara tahun 2022. Ketika mereka kembali bersama, dia merasa lebih kuat dari sebelumnya. Masa jeda itu memberikan ruang bagi mereka untuk bernapas, tumbuh, dan kembali dengan perspektif baru. Seperti mengisi ulang baterai sebelum kembali marathon.

Pelajaran Berharga dari Kisah The Rolling Stones

  • Komunikasi adalah kunci: Terutama saat menghadapi perbedaan pendapat. Bayangkan jika Jagger dan Richards duduk bersama dan brainstorming tanpa ego, mungkin Undercover bisa jadi album yang lebih epic.
  • Istirahat itu penting: Terkadang, menjauh sejenak dapat memberikan perspektif baru dan membantu kita menghargai apa yang kita miliki.
  • Apresiasi peran masing-masing: Memahami dan menghargai kontribusi setiap anggota tim adalah kunci kesuksesan jangka panjang.

Kisah The Rolling Stones mengajarkan kita bahwa bahkan band-band legendaris pun mengalami masa-masa sulit. Namun, kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan berkomunikasi adalah kunci untuk tetap relevan dan terus berkarya selama beberapa dekade.

Pada akhirnya, kisah the Rolling Stones adalah pengingat bahwa passion, kerja keras, dan sedikit drama adalah resep untuk umur panjang, baik dalam musik maupun kehidupan.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Isi Daya Sepeda Listrik Tanpa Kabel Sambil Parkir: Era Baru Mobilitas Indonesia

Next Post

Konsultan Tipu Pasutri Ahmedabad Rp7 Miliar dengan Janji Izin Kerja Inggris