Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

Liam Lawson: Dari Keterpurukan ke Puncak Baru Racing Bulls

Pernahkah merasa hidup ini seperti gim yang tiba-tiba crash di level paling penting? Rasanya seperti baru saja mendapatkan promo jabatan impian, lalu tiba-tiba di-demote kembali ke divisi magang dengan “mobil” yang belum pernah disentuh. Nah, kira-kira begitulah dinamika yang dialami oleh pembalap muda Liam Lawson di awal musim Formula 1, sebuah rollercoaster emosi yang kini berakhir dengan performa ngebut di Racing Bulls. Kisah bangkitnya dari keterpurukan ini menunjukkan bahwa meski sempat ‘downbeat’, sang rookie ini mampu menemukan ‘spring in his step’ kembali, apalagi setelah “terobosan” di Austria.

Di awal musim 2025, Liam Lawson sempat merasakan puncak karier dengan promosi ke tim Red Bull, berlomba berdampingan dengan sang juara dunia Max Verstappen. Sebuah kesempatan emas yang diimpikan setiap pembalap muda, seolah mendapatkan buff paling langka di gim. Namun, momen keemasan itu hanya berlangsung sesaat, seperti loading screen yang mendadak muncul sebelum gim dimulai. Setelah dua akhir pekan balapan yang penuh tantangan, ia harus kembali ke tim saudara, Racing Bulls, dengan Yuki Tsunoda mengambil alih kursinya di tim senior.

Demosi ini tentu bukan pil manis untuk ditelan. Lawson harus segera beradaptasi dan kembali berjuang di tim baru, mengendarai VCARB 02, mobil yang sama sekali belum ia kenal sebelumnya. Situasi ini seperti dipaksa bermain gim dengan controller yang berbeda tanpa tutorial. Proses adaptasi yang cepat dan tekanan untuk membuktikan diri menjadi tantangan berat di lintasan balap paling kompetitif di dunia.

Alan Permane, Team Principal Racing Bulls, yang naik jabatan setelah Laurent Mekies pindah ke Red Bull pada Juli, menceritakan bagaimana Lawson menerima kabar demosi tersebut. Dalam konferensi pers di Hongaria, Permane mengakui bahwa, meskipun sang rookie mungkin tidak mau mengakuinya, ia memang terlihat “downbeat” saat kembali ke tim. Rasanya seperti karakter gim yang kehilangan seluruh power-up secara tiba-tiba.

Permane menjelaskan bahwa Lawson kehilangan semangatnya, tidak lagi menunjukkan “spring in his step” yang biasa. Tim kemudian melakukan segala upaya untuk membantunya bangkit dari keterpurukan ini. Lompat langsung ke mobil Racing Bulls tanpa sesi tes sebelumnya tentu bukan hal mudah, menambah beban di pundaknya yang sudah tertekan. Tekanan ini datang dari ekspektasi dan juga dari tuntutan adaptasi yang serba cepat.

Situasi juga semakin menantang karena Lawson harus berhadapan dengan Isack Hadjar, rekan setimnya yang tampil luar biasa sepanjang musim ini. Saat balapan pertama Lawson di Jepang bersama Racing Bulls, Hadjar mampu tampil sangat cepat dan dominan. Ini menjadi semacam tutorial level yang sangat sulit bagi Lawson, menunjukkan bahwa ia harus bekerja ekstra keras untuk menyamai kecepatan rekannya.

Ketika Karier Balap Kena ‘Rollback’: Kisah Lawson di Awal Musim

Lawson memang menunjukkan kegigihan yang luar biasa dalam menghadapi rintangan ini. Permane memuji kerja keras yang dilakukan oleh pembalap muda itu beserta tim tekniknya. Bersama-sama, mereka mengerahkan seluruh energi untuk menemukan solusi dan meningkatkan performa di lintasan. Ini adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi tim dapat membantu individu bangkit dari keterpurukan.

Dari kondisi “downbeat” tersebut, Lawson perlahan tapi pasti mulai menemukan ritmenya kembali. Setelah mengumpulkan 16 poin dari tiga dari empat balapan terakhir sebelum jeda musim panas, ia menikmati performa yang solid. Puncaknya adalah finis di posisi keenam di Austria, yang tampaknya menjadi titik balik signifikan dalam perjalanannya. Balapan ini seperti checkpoint yang berhasil ia lalui, membuka jalan menuju level berikutnya.

Austria: Titik ‘Power-Up’ yang Mengubah Segalanya

Permane menjelaskan bahwa balapan di Spielberg itu adalah semacam “terobosan” bagi Lawson. Tim menghadirkan suspensi depan baru yang dikembangkan secara intensif melalui simulator. Lawson rupanya sangat menyukai komponen baru ini dan merasa sangat antusias, yang kemudian terbukti efektif di lintasan. Ini adalah upgrade vital yang mengubah cara mobil bereaksi dan memberinya kepercayaan diri lebih.

Sejak balapan di Austria, terlihat jelas bahwa Lawson telah mendapatkan kembali semangatnya. Balapan di Monaco juga menunjukkan performa yang cukup baik darinya, namun Austria adalah momen di mana ia benar-benar kembali menemukan “spring in his step”. Performa yang meningkat juga terlihat di Spa, menunjukkan bahwa peningkatan ini bukan sekadar kebetulan semata. Konsistensi mulai menjadi ciri khasnya.

Dalam wawancara eksklusif dengan F1.com bulan lalu, Lawson sendiri mengakui bahwa finis keenam di Austria masih belum cukup menurut standarnya. Ia masih terus mendorong dirinya untuk mencapai hasil yang lebih baik. Mentalitas ini menunjukkan bahwa ia bukan hanya puas dengan performa yang ada, melainkan selalu mencari cara untuk meningkatkan diri.

Sang Rookie Tak Puas: Target ‘Score’ yang Lebih Tinggi

Sang rookie ini menyatakan bahwa secara performa, fase terkini adalah yang terkuat bagi timnya. Mobil Racing Bulls telah menunjukkan kecepatan yang menjanjikan, dan ia juga merasa level performanya telah meningkat dari sebelumnya. Ini adalah sinergi antara pembalap dan mobil yang mulai mencapai puncaknya.

Meskipun demikian, Lawson merasa jumlah poin yang berhasil ia kumpulkan masih belum cukup. Ia mengakui bahwa Austria memang hasil yang hebat, namun hal serupa perlu diulang sesering mungkin. Konsistensi menjadi tantangan utama yang harus diatasi, seperti mencoba mempertahankan combo streak di sebuah gim yang intens. Targetnya bukan hanya finis baik sesekali, tapi terus-menerus.

Perjalanan Liam Lawson di musim ini adalah kisah tentang ketahanan mental dan adaptasi yang luar biasa. Dari kekecewaan demosi Red Bull hingga kebangkitan di Racing Bulls, ia telah menunjukkan bahwa ia adalah seorang pembalap dengan potensi besar yang mampu bangkit dari tekanan. Dengan semangat yang kembali membara dan performa yang terus meningkat, ia siap untuk mencetak ‘skor’ lebih tinggi di sisa musim ini dan membuktikan dirinya layak bersaing di level tertinggi Formula 1.

Previous Post

Hidup Berlimpah Buah: Cara Wujudkan Kebun Sendiri

Next Post

Jembatan Seni Tiongkok-Mesir: Kokohkan Persahabatan Global

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *