Pernahkah kalian membayangkan Linkin Park comeback dengan vokalis baru? Rasanya seperti memesan kopi susu tapi barista-nya tiba-tiba mengganti kopi dengan teh hijau. Unik, tapi bikin penasaran! Setelah hiatus yang cukup panjang dan penuh emosi, band legendaris ini akhirnya memutuskan untuk membuka lembaran baru.
Linkin Park Bangkit: Era Baru Bersama Emily Armstrong
Linkin Park, bagi banyak dari kita yang tumbuh besar di era 2000-an, adalah soundtrack masa remaja. Mereka bukan hanya sekadar band, tapi juga bagian dari identitas. Kehilangan Chester Bennington tentu meninggalkan luka yang mendalam, bukan hanya bagi para personel, tapi juga bagi jutaan penggemar di seluruh dunia. Proses pemulihan dan pencarian jati diri kembali sebagai sebuah kolektif tentunya membutuhkan waktu dan refleksi yang mendalam.
Setelah beberapa waktu, Linkin Park akhirnya menemukan secercah harapan dalam diri Emily Armstrong, vokalis dari band rock Dead Sara. Keputusan ini tentu menuai pro dan kontra. Ada yang skeptis, ada yang antusias. Tapi satu hal yang pasti, ini adalah langkah berani yang diambil oleh Mike Shinoda, Brad Delson, Dave Farrell, Joe Hahn, dan Rob Bourdon (mantan drummer).
Sebagai seorang fans, wajar jika kita punya ekspektasi dan harapan tertentu. Tapi, mari kita ingat bahwa ini adalah perjalanan pribadi mereka. Mereka yang paling berhak menentukan arah dan masa depan Linkin Park. Proses grieving atau berduka adalah hal yang sangat personal, dan tidak ada cara yang benar atau salah untuk menghadapinya.
Hilangnya seorang rekan band itu seperti kehilangan saudara sendiri. Orang yang bersama-sama berjuang, menciptakan karya, bertengkar, dan mencintai. Seseorang yang mengalami suka dan duka bersama. Brad Delson pernah mengatakan bahwa salah satu keuntungan dari jeda panjang ini adalah kemampuan untuk melihat peluang kreatif dengan mata yang lebih segar. Mereka tidak ingin melakukan sesuatu hanya karena sudah pernah melakukannya di masa lalu, tetapi benar-benar memilih apa yang menyenangkan dan mereka cintai.
Dengan hadirnya Emily Armstrong dan drummer baru, Colin Brittain, serta gitaris tur, Alex Feder, Linkin Park memulai tur dunia besar-besaran untuk mempromosikan album “From Zero”. Brad Delson mengungkapkan bahwa ia lebih fokus pada aspek-aspek band yang paling memberinya energi, seperti proses kreatif di studio dan konsep visual pertunjukan. Baginya, ini adalah hal yang paling menyenangkan saat ini. Memfokuskan diri pada hal yang energizing adalah kunci kebahagiaan dan kontribusi yang lebih besar.
Lebih dari Sekadar Musik: Jalinan Persahabatan dan Kreativitas
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, mengapa Linkin Park memilih Emily Armstrong? Jawabannya sederhana: karena energinya terasa tepat. Brad Delson menjelaskan bahwa Emily tidak berusaha menjadi orang lain, tapi hanya menjadi dirinya sendiri. Kehadirannya, bahkan tanpa bernyanyi, sudah terasa cocok dengan chemistry band. Ini menunjukkan bahwa Linkin Park tidak hanya mencari vokalis yang memiliki kemampuan vokal yang mumpuni, tetapi juga seseorang yang bisa menyatu secara emosional dan artistik.
Dave Farrell menambahkan bahwa jeda ini memberinya kesempatan untuk melihat kembali apa yang telah mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. Ada aspek yang ingin dia pertahankan, ada pula yang ingin dia ubah. Penting untuk memiliki perspektif baru dan berani melakukan perubahan. Kehilangan Chester memang menyakitkan, tapi juga memaksa mereka untuk mengevaluasi kembali hubungan mereka dan apa yang ingin mereka lakukan bersama.
Awalnya, proses penulisan lagu dengan Mike Shinoda dan Joe Hahn terasa seperti reuni antar teman. Mereka hanya berkumpul, makan siang, mengobrol, dan sesekali memainkan riff gitar. Tidak ada tekanan, tidak ada ekspektasi. Hanya kebersamaan dan kesenangan. Ini adalah contoh yang baik tentang bagaimana persahabatan bisa menjadi fondasi yang kuat untuk kreativitas.
Bahkan ketika mereka mulai mengajak orang lain untuk menulis lagu bersama, mereka selalu menekankan bahwa ini bukan Linkin Park. Ini hanyalah kesempatan untuk bersenang-senang dan menciptakan musik tanpa beban. Namun, seiring berjalannya waktu, chemistry dengan Colin Brittain dan Emily Armstrong semakin kuat, hingga akhirnya tumbuh menjadi sesuatu yang istimewa. Don’t force it, feel it, begitu mungkin prinsip mereka.
Warisan Abadi dan Babak Baru
Lagu “Lost”, yang awalnya tidak dimasukkan ke dalam album Meteora, justru menjadi hit ketika dirilis 20 tahun kemudian. Ini membuktikan bahwa Linkin Park memiliki fanbase yang sangat setia dan selalu haus akan musik mereka. Brad Delson merasa senang melihat penggemar lama berdiri berdampingan dengan penggemar baru yang baru pertama kali menonton Linkin Park. Bagi anak-anak muda yang baru belajar bermain gitar, lagu-lagu Linkin Park menjadi sumber inspirasi. Ini adalah bukti bahwa musik mereka telah menjadi abadi.
Kehadiran Emily Armstrong memberikan warna baru pada DNA kreatif Linkin Park. Dia bukan hanya sekadar pengganti Chester Bennington, tapi juga seorang individu yang unik dengan gaya dan energinya sendiri. Ia berani menjadi dirinya sendiri dan berkontribusi pada identitas Linkin Park yang baru. Penggemar akan mendengar lagu-lagu klasik dan lagu-lagu baru, seperti “Heavy Is The Crown”, “Up From The Bottom”, atau “Emptiness Machine”. Sebuah perpaduan yang unik antara masa lalu dan masa depan.
Membangun Kembali Ikatan yang Hilang
Tragedi bisa membuat orang menjauh, tapi bagi personel Linkin Park, kehilangan Chester justru mendorong mereka untuk membangun kembali ikatan persahabatan yang sempat merenggang. Bagi Dave Farrell, Linkin Park bukan hanya sekadar band, tapi juga sekelompok teman terdekat yang memiliki kesamaan minat, yaitu bermain dan menciptakan musik. Kehilangan Chester berarti kehilangan kesempatan untuk melakukan hal itu bersama.
Oleh karena itu, proses reconnecting dengan Mike Shinoda dan Joe Hahn menjadi sangat penting. Ini adalah cara mereka untuk menemukan kembali alasan untuk tetap bersama dan terus berkarya. Meskipun hubungan mereka telah berubah, persahabatan dan cinta di antara mereka tetap kuat. Hadirnya penggemar yang terus mendukung mereka menjadi “icing on the cake”.
Kesimpulannya? Jangan terlalu serius, nikmati saja perjalanannya. Linkin Park memilih untuk terus berkarya dengan cara mereka sendiri. Dan hey, kalau kopi susu diganti teh hijau, siapa tahu malah jadi minuman favorit baru, kan? Jangan lupa streaming album baru mereka ya, siapa tahu ada hidden gem di sana!