Siap-siap dompet bergetar! Program makan siang gratis ala Prabowo, yang digadang-gadang jadi solusi atasi stunting dan meningkatkan gizi anak bangsa, ternyata punya potensi bikin APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita megap-megap. Bayangin aja, dari niat baik, bisa jadi beban berat.
Makan Siang Gratis: Sekadar Mimpi Indah atau Mimpi Buruk APBN?
Program makan siang gratis ini, awalnya sih kelihatan kece. Tujuannya mulia: memberikan makanan bergizi buat anak-anak sekolah, terutama yang di daerah rawan stunting. Tapi, begitu skalanya diperluas, eh, biayanya juga ikut melambung tinggi. Bahkan, seorang ekonom senior dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) sudah wanti-wanti, lho!
Menurut Bapak Izzudin Al Farras Adha dari INDEF, program ini di tahun 2026 diperkirakan bakal menelan biaya hingga Rp 400 triliun. Angka yang fantastis, kan? Bayangin, duit segitu bisa buat bangun berapa kilometer jalan tol atau membiayai riset anak bangsa di bidang teknologi. Jumlah penerimanya pun membengkak jadi hampir 83 juta orang, termasuk ibu hamil. Wah, ini sih bukan lagi makan siang, tapi pesta pora APBN!
Masalahnya, alokasi dana sebesar ini buat satu program saja bisa mengganggu kemampuan pemerintah buat membiayai prioritas penting lainnya. Contohnya, proyek infrastruktur yang krusial buat pertumbuhan ekonomi atau pembayaran utang negara yang juga nggak kalah penting. Ingat ya, utang itu kayak mantan, kalau nggak dibayar, nagihnya lebih galak!
“Situasi ini menimbulkan risiko serius terhadap keberlanjutan fiskal, apalagi pemerintah masih harus mengalokasikan dana besar untuk membayar utang yang jatuh tempo tahun ini dan tahun depan,” ujar Izzudin. Singkatnya, program makan siang gratis ini nggak cuma berdampak di tahun ini, tapi juga di tahun-tahun berikutnya. Sebuah tantangan fiskal yang serius, bukan?
Awalnya, program ini menargetkan siswa SD dan SMP di daerah dengan angka stunting tinggi. Tapi, kemudian diperluas untuk mencakup semua anak usia sekolah dan ibu hamil. Akibatnya, jumlah penerima melonjak drastis dari 19 juta menjadi 82,9 juta. Memang sih, semangatnya ingin merata, tapi kalau nggak dihitung-hitung, bisa boncos juga, kan?
Ironisnya, implementasi program ini justru lebih banyak difokuskan di perkotaan, seperti Jakarta, Bekasi, dan Depok. Padahal, angka stunting dan kemiskinan di daerah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan daerah lain. "Selama lima bulan terakhir, distribusi terfokus pada Jakarta, Bekasi, dan Depok — daerah di mana angka stunting dan kemiskinan relatif rendah. Ini menyimpang dari prioritas yang dimaksudkan dalam APBN 2025," jelas Izzudin.
Jangan Sampai Makan Siang Gratis Jadi Ladang Korupsi!
Pengalaman negara lain dengan program serupa juga patut jadi catatan penting. Program sejenis seringkali menghadapi masalah klasik seperti korupsi, budget overrun (alias biaya membengkak), dan risiko keamanan pangan. Kita tentu nggak mau kan, niat baik malah jadi ladang basah buat oknum-oknum nggak bertanggung jawab?
Solusi Cerdas: Fokus dan Tepat Sasaran!
Izzudin menyarankan agar pemerintah mempersempit fokus program dan menargetkan hanya mereka yang benar-benar membutuhkan. Pendekatan one-size-fits-all (semua dapat sama rata) nggak efektif dan boros. Ada banyak anak yang berasal dari keluarga yang mampu menyediakan makanan bergizi tanpa bantuan pemerintah.
Pendekatan yang lebih selektif akan lebih efisien dan efektif. Bayangin, duit yang tadinya buat program yang kurang tepat sasaran, bisa dialihkan buat program lain yang lebih urgent, kayak peningkatan kualitas guru atau fasilitas kesehatan di daerah terpencil. Lebih cerdas, kan?
Efisiensi: Kunci Keberhasilan Program Makan Siang Gratis
Intinya, pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap program makan siang gratis ini. Pertimbangkan dampaknya terhadap APBN, efektivitasnya dalam menekan angka stunting, dan potensi masalah yang mungkin timbul. Ingat, biaya operasional yang terlalu tinggi bisa menggerogoti manfaat utama program.
Pemerintah juga perlu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program. Libatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, dalam pengawasan. Jangan sampai ada celah buat praktik korupsi atau penyimpangan lainnya.
Masa Depan APBN di Ujung Sendok Makan Siang?
Program makan siang gratis ini punya potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia. Tapi, pelaksanaannya harus hati-hati dan terukur. Jangan sampai niat baik ini malah jadi bumerang yang melumpuhkan APBN kita. Mari kawal bersama!
Pada akhirnya, kesuksesan program ini bergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengelola anggaran secara bijak, memastikan efektivitas program, dan mencegah potensi masalah yang mungkin timbul. Kalau nggak, program makan siang gratis ini cuma jadi mimpi indah yang berujung pada mimpi buruk bagi keuangan negara.