Dark Mode Light Mode

Mampukah Program MBG Mencapai Target 20 Juta Jika Masalah Ini Belum Teratasi

Kabar baik atau kabar kurang baik? Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto, sedang dikebut pelaksanaannya. Target ambisius: 20 juta penerima manfaat pada Agustus 2025. Tapi, wait for it, ada drama di balik layar yang perlu kita kupas tuntas.

Mengejar Mimpi 20 Juta Penerima: Ambisius atau Terlalu Terburu-Buru?

Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) sedang bekerja keras untuk merealisasikan target 20 juta penerima manfaat MBG pada akhir Agustus 2025. Target ini bahkan sempat disinggung Presiden Prabowo dalam Kongres Partai Solidaritas Indonesia di Solo. Bahkan beliau sempat berseloroh, “Siapa tahu malah bisa tembus 25 juta di Agustus nanti?”. Saat ini, baru sekitar 8,4 juta yang terjangkau.

Untuk mencapai target tersebut, BGN berencana menambah jumlah dapur atau Satuan Pelayanan Pemberian Gizi (SPPG) secara signifikan. Dari yang saat ini berjumlah sekitar 4.100 dapur, BGN menargetkan 7.000 dapur pada bulan ini, dan 30.000 dapur di seluruh Indonesia pada akhir 2025. Infrastruktur, pendanaan, dan sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan. Dana pengembangan sebesar Rp 71 triliun dari APBN telah dialokasikan.

Pertanyaannya, apakah semua persiapan sudah matang? Sepertinya tidak semulus yang dibayangkan. Program MBG ini menghadapi berbagai tantangan serius, mulai dari kasus keracunan massal hingga polemik impor peralatan makan. Ibaratnya, mau masak enak, tapi kompornya belum tentu nyala, bahan bakunya kadang kurang oke, dan tukang masaknya belum berpengalaman.

Tragedi Dapur Bergizi: Rangkaian Kasus Keracunan yang Mengkhawatirkan

Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, program MBG sudah diwarnai dengan insiden yang bikin geleng-geleng kepala. Ribuan siswa di berbagai daerah mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan MBG. Kasus terbaru menimpa 140 siswa SMPN 8 Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada 22 Juli 2025. Mereka mengalami diare, mual, dan muntah setelah mengonsumsi rendang, sayur wortel buncis, tahu, dan pisang. Yikes!

Kasus serupa juga terjadi di Sumba Timur (Februari), Bombana (April), Cianjur (April), Bogor (Mei), dan Sukoharjo (Januari). Evaluasi BGN menunjukkan penyebabnya antara lain manajer dapur yang belum berpengalaman, kebersihan yang kurang terjaga, dan lemahnya pengawasan distribusi. Ini seperti masak tanpa resep yang jelas, bumbunya ngasal, dan kualitasnya diragukan.

Pakar gizi Tan Shot Yen berpendapat bahwa insiden ini sebenarnya bisa dihindari jika prinsip keamanan pangan, seperti HACCP, diterapkan secara ketat dari pemilihan bahan hingga penyajian. Beliau juga mengkritik kurangnya pelatihan teknis yang memadai sebelum program dimulai. Jadi, jangan heran kalau hasilnya kurang maksimal.

Ompreng Impor: Antara Efisiensi Biaya dan Nasib Industri Lokal

Pemerintah juga menghadapi kritik pedas terkait kebijakan impor food tray (ompreng) yang digunakan dalam program MBG. Kebijakan ini memicu protes dari Asosiasi Produsen Ompreng Makanan Indonesia (Apmaki), yang khawatir produsen lokal gulung tikar. Bayangkan, lagi enak-enaknya jualan, tiba-tiba ada barang impor yang lebih murah. Ngenes!

Sekretaris Jenderal Apmaki, Alie Cendrawan, menyatakan bahwa banyak produsen ompreng MBG terancam tutup akibat serbuan produk impor. Apmaki juga menyoroti bahwa ompreng impor dari China tidak hanya merugikan industri dalam negeri, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan. Produk-produk ini dilaporkan menggunakan stainless steel SUS 201 yang rentan karat, bukan SUS 304 yang aman untuk makanan. Ada juga kekhawatiran tentang risiko kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan anak-anak.

Dana Makan Siang: Ketika Kemitraan Berujung Perseteruan

Selain masalah keamanan pangan, program MBG juga diwarnai konflik antara mitra dapur dan yayasan yang terafiliasi dengan BGN. Kasus di Kalibata, Jakarta Selatan, muncul ketika dapur Ira Mesra berhenti beroperasi karena tunggakan pembayaran hampir Rp 1 miliar oleh yayasan mitra.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Dewi Anggraeni, mengatakan bahwa model kemitraan ini menciptakan risiko kekacauan distribusi dan salah urus anggaran. Dia menyerukan koordinasi pusat yang jelas dari BGN untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan masalah pembayaran. Intinya, harus ada aturan yang jelas dan transparan agar tidak terjadi saling salah paham.

Ketika Anggaran Dipangkas: Kualitas Makan Siang Juga Ikut Menyusut?

Awalnya, program MBG menjanjikan paket makanan senilai Rp15.000 termasuk susu, tetapi harga paket kemudian turun menjadi Rp10.000. Penurunan ini diyakini memengaruhi kualitas makanan. Beberapa sekolah melaporkan porsi yang lebih kecil dan hilangnya susu dari paket. Kalau dana dikurangi, ya jelas kualitasnya juga ikut turun.

Direktur Fiscal Justice Celios, Media Wahyu Askar, mengatakan bahwa ini menunjukkan program ini kurang persiapan. Dia mendesak evaluasi menyeluruh, termasuk audit tata kelola dan keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan.

  • Evaluasi program secara menyeluruh: Audit tata kelola, kualitas makanan, dan efektivitas distribusi.
  • Libatkan masyarakat sipil: Pastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program.
  • Perbaiki sistem pengawasan: Tingkatkan pengawasan terhadap dapur dan distribusi makanan.

Makan Bergizi Gratis: Antara Janji Manis dan Realita Pahit

Program Makan Bergizi Gratis memang terdengar menjanjikan. Tujuannya mulia, yaitu meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Namun, realitasnya tidak semanis yang dibayangkan. Berbagai masalah, mulai dari keracunan massal, polemik impor peralatan makan, hingga konflik kemitraan, menunjukkan bahwa program ini masih jauh dari sempurna.

Ke depannya, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan memperbaiki berbagai kekurangan yang ada. Jangan sampai program yang seharusnya memberikan manfaat justru menjadi bumerang bagi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia. Jangan sampai niat baik jadi berujung petaka. Intinya, planning yang matang, eksekusi yang cermat, dan pengawasan yang ketat adalah kunci keberhasilan program ini.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Foto-Foto Awal The Beatles Karya Paul McCartney Dipamerkan di London

Next Post

Pendapat Kami tentang Mario Kart World: Dua Bulan Kemudian dan Dampaknya