Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Jugband Blues: Ayah Penulis Surat Kabar Terkejut Jadi Bagian dari ‘Sonic Mayhem’ Pink Floyd

Wolves: Hardcore Inggris yang Menggebrak Batas dengan Mathcore dan Melodi

Manajemen Produk: Titik Sumbat Baru Startup AI

Ketika Coding Semudah Menjiplak Resep Mi Instan, Andrew Ng Bilang Masalah Utama Ada di ‘Sini’!

Dulu, menjadi seorang programmer mungkin terasa seperti misi mustahil, setara dengan memecahkan kode rahasia alien tanpa kamus. Tapi sekarang? Kabar buruk bagi para jagoan keyboard yang merasa paling keren: robot-robot pintar alias AI telah membuat pekerjaan coding terasa semudah menyalin resep mi instan di internet. Ironisnya, di tengah kemudahan yang melimpah ini, muncul sebuah tantangan baru yang disebut-sebut sebagai ‘musuh’ tak terduga dalam dunia startup. Kini, ketika coding jadi semudah menjiplak resep mi instan, Andrew Ng bilang, masalah utama ada di ‘sini’ — dan ‘sini’ itu adalah manajemen produk, bukan lagi baris-baris kode yang rumit.

Andrew Ng: Sang Penjelajah yang Merasa Coding Itu “Gampang Mode”

Andrew Ng, profesor Stanford dan mantan ilmuwan Google Brain, tidak main-main dengan pernyataannya. Dalam sebuah episode podcast “No Priors”, ia secara blak-blakan mengatakan bahwa AI telah membuat coding menjadi bagian yang mudah. Menurutnya, hal yang dulu butuh enam insinyur dan waktu tiga bulan untuk membangun, kini bisa diselesaikan oleh dirinya dan teman-temannya hanya dalam satu akhir pekan saja. Ini bukan sulap, melainkan efek domino dari kemajuan AI yang luar biasa, memampatkan siklus pengembangan startup secara drastis.

Transformasi ini mengubah lanskap kerja secara fundamental. Jika dulu kendala terbesar adalah bagaimana cara membuat sesuatu, sekarang pertanyaannya bergeser. Ng menegaskan bahwa “kemacetan” atau bottleneck saat ini adalah memutuskan apa yang sebenarnya ingin dibangun. AI memang bisa mengerjakan coding dengan cepat, tapi AI belum bisa menentukan visi produk yang tepat.

Bayangkan saja, di masa lalu, sebuah prototipe mungkin butuh tiga minggu untuk dikembangkan. Menunggu umpan balik pengguna selama seminggu setelah itu tentu bukan masalah besar. Namun, di era “serba instan” ini, prototipe bisa jadi dalam sehari. Menunggu seminggu untuk umpan balik terasa seperti penantian abadi yang menyiksa.

Ketidakcocokan kecepatan ini memaksa tim untuk membuat keputusan produk yang jauh lebih cepat. Ng mengungkapkan bahwa timnya “semakin mengandalkan insting” dalam mengambil keputusan-keputusan krusial. Ini bukan sembarang insting, melainkan insting yang diasah oleh pemahaman mendalam.

Kualitas utama yang dicari dari manajer produk terbaik adalah “empati pelanggan yang mendalam”. Tidak cukup hanya mengumpulkan data perilaku pengguna dan menganalisisnya secara kaku. Manajer produk perlu membangun model mental pelanggan ideal mereka, seolah bisa membaca pikiran atau bahkan merasai apa yang pelanggan rasakan. Kemampuan untuk “mensintesis banyak sinyal demi benar-benar menempatkan diri pada posisi orang lain” adalah kunci untuk membuat keputusan produk secara sangat cepat.

Ketika PM Jadi “Mini-CEO” atau Justru “Beban”?

Pernyataan Andrew Ng ini muncul di tengah perdebatan sengit dalam dunia startup mengenai peran manajer produk. Mereka kerap disebut—baik secara sayang maupun kritis—sebagai “mini-CEO” dari produk yang mereka awasi. Peran mereka memang vital: menjembatani antara tim insinyur, penjualan, layanan pelanggan, dan departemen lainnya, memastikan produk selaras dengan kebutuhan pengguna.

Beberapa pemimpin teknologi bahkan mengatakan bahwa manajer produk adalah kunci di era AI. Kevin Scott, CTO Microsoft, dalam podcast “Twenty Minute VC” bulan Maret lalu, menyebut peran manajer produk sangat penting untuk menyiapkan “lingkaran umpan balik” yang menjadikan agen AI lebih baik. Mereka adalah konduktor orkestra digital yang memastikan setiap nada beresonansi dengan baik.

Namun, tidak semua setuju dengan pandangan ini. Ada juga yang berpendapat bahwa manajer produk justru menambah nilai yang minim, terutama di tahap awal perusahaan. Edwin Chen, CEO Surge AI, dalam episode “No Priors” yang berbeda, mengatakan bahwa manajer produk tidak terlalu masuk akal di masa-masa awal perusahaan rintisan. Mungkin karena di awal, fokusnya lebih ke build-fast-break-things daripada orkestrasi yang kompleks.

Bahkan Microsoft sendiri, perusahaan raksasa yang dulunya sangat mengandalkan manajer produk atau program, dikabarkan ingin meningkatkan jumlah insinyur relatif terhadap jumlah manajer produk atau program. Ini menandakan pergeseran prioritas, seolah ingin lebih banyak “pembangun” daripada “perencana” di beberapa area.

Mode “Founder”: Ketika Bos Turun Gunung Jadi PM

Konsep “founder mode” yang dipopulerkan oleh salah satu pendiri Y Combinator, Paul Graham, dan digaungkan oleh CEO Airbnb, Brian Chesky, juga ikut memanaskan perdebatan ini. Konsep ini membuat beberapa pemimpin bertanya-tanya apakah mereka harus mendelegasikan keputusan produk kepada manajer produk. Atau, justru mereka sendiri yang harus langsung “turun gunung” dan memimpin langsung?

Brian Chesky sendiri mengambil langkah drastis pada tahun 2023 dengan menggabungkan manajemen produk dengan pemasaran di Airbnb. Keputusan ini menunjukkan keinginan untuk menyederhanakan struktur dan mungkin mempercepat pengambilan keputusan. Tidak hanya itu, Snap juga mengumumkan kepada The Information di tahun yang sama bahwa mereka memberhentikan 20 manajer produk. Tujuannya sama: membantu mempercepat proses pengambilan keputusan internal perusahaan yang semakin gesit.

Dengan AI yang semakin lincah dalam mengerjakan coding dan prototipe yang bisa muncul dalam hitungan jam, “insting” serta “empati” terhadap pelanggan menjadi mata uang baru yang paling berharga. Jadi, di tengah badai inovasi ini, manajer produk bukan lagi sekadar pemegang daftar tugas, melainkan navigator ulung yang harus memandu kapal startup melewati lautan ketidakpastian dengan kecepatan cahaya.

Previous Post

Orange County Hadirkan Festival Warisan Vietnam Perdana

Next Post

Berlian: Senjata Baru Deteksi Kanker Yang Menyebar

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *