Dark Mode Light Mode

Mantan Bos Sritex Diduga Gelapkan Rp 692 Miliar Dana Bank Negara

Dunia bisnis Indonesia kembali dikejutkan. Kali ini, bukan startup unicorn yang kehilangan taringnya, melainkan sebuah raksasa tekstil bernama Sritex yang sedang diterpa badai masalah hukum. Mantan CEO-nya, Iwan Setiawan Lukminto, resmi ditetapkan sebagai tersangka. Ini bukan drama Korea, tapi kisah nyata tentang dugaan korupsi dan kredit macet yang nilainya bikin geleng-geleng kepala.

Kasus ini melibatkan beberapa nama besar di dunia perbankan. Dua mantan petinggi bank, Dicky Syahbandinata dari Bank BJB dan Zainuddin Mappa dari Bank DKI, ikut terseret dan ditahan. Ketiganya diduga kuat terlibat dalam praktik pemberian kredit yang tidak sesuai prosedur hingga merugikan negara ratusan miliar rupiah. Bayangkan, uang sebanyak itu bisa untuk bangun berapa banyak sekolah atau rumah sakit!

Menurut Kejaksaan Agung (Kejagung), penetapan status tersangka ini didasarkan pada bukti-bukti yang cukup kuat. Direktur Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari penyaluran kredit yang bermasalah dari Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex dan anak perusahaannya. Kredit ini disalurkan tanpa due diligence yang memadai dan melanggar protokol internal perbankan.

Kredit Macet: Dari Tekstil Berjaya ke Kebangkrutan Menyedihkan

Masalahnya, kredit ini diduga disalurkan tanpa penilaian risiko yang memadai dan melanggar prosedur standar operasional (SOP) perbankan. Sritex sendiri diketahui memiliki utang yang cukup besar ke berbagai bank, termasuk Bank Jateng serta pinjaman sindikasi dari bank BUMN seperti BNI dan BRI. Total utang perusahaan ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 3,6 triliun.

Bank BJB diketahui menyalurkan kredit sebesar Rp 543 miliar, sedangkan Bank DKI mengucurkan Rp 149 miliar ke Sritex. Yang lebih mencengangkan, kredit tersebut diberikan tanpa agunan. Menurut Abdul Qohar, pemberian kredit tanpa agunan seharusnya hanya berlaku untuk debitur dengan peringkat credit rating yang sangat tinggi, sementara Sritex saat itu memiliki peringkat BB-, yang menunjukkan tingkat risiko gagal bayar yang tinggi.

Iwan Setiawan Lukminto diduga menggunakan dana pinjaman tersebut untuk kepentingan pribadi, termasuk membayar utang dan membeli properti. Kejagung menduga tindakan ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar dari kredit macet di Bank BJB dan Bank DKI. Angka ini bukan main-main, ya.

Nasib Sritex sendiri memang tragis. Setelah dinyatakan pailit oleh pengadilan pada Oktober 2023, perusahaan tekstil legendaris ini resmi menghentikan operasionalnya pada Maret 2025. Kebangkrutan ini mengakhiri perjalanan 58 tahun Sritex dan menyebabkan lebih dari 11.000 pekerja kehilangan pekerjaan. Ironisnya, semua ini terjadi meskipun Iwan sempat berusaha mendapatkan bantuan (bailout) dari pemerintah.

Siapa yang Bertanggung Jawab? Mencari Akar Masalah Kredit Bermasalah

Pertanyaan besar yang muncul adalah, mengapa bank-bank tersebut berani memberikan kredit dengan nilai yang fantastis kepada Sritex tanpa agunan yang memadai? Apakah ada kongkalikong di balik layar? Atau murni kesalahan penilaian risiko yang fatal? Ini yang sedang didalami oleh penyidik Kejagung. Kasus ini bukan hanya soal kerugian negara, tapi juga soal tanggung jawab moral dan profesional dari para pihak yang terlibat.

Kejadian ini seharusnya menjadi wake-up call bagi industri perbankan dan pengawasan keuangan di Indonesia. Sistem pengawasan dan penilaian risiko perlu diperketat agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Kita tidak ingin lagi mendengar cerita tentang perusahaan besar yang bangkrut karena manajemen yang buruk dan praktik keuangan yang tidak sehat.

Pelajaran dari Sritex: Kejujuran dan Transparansi di Atas Segalanya

Kasus Sritex ini mengingatkan kita bahwa dalam dunia bisnis, kejujuran dan transparansi adalah kunci utama. Tidak ada bisnis yang bisa bertahan lama jika dibangun di atas fondasi yang rapuh, apalagi jika diwarnai dengan praktik korupsi dan manipulasi. Shortcuts mungkin menggiurkan, tapi ujung-ujungnya hanya akan membawa malapetaka.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya good corporate governance (GCG) dalam sebuah perusahaan. Manajemen yang profesional, transparan, dan akuntabel akan membantu perusahaan untuk mengelola risiko dengan lebih baik dan menghindari praktik-praktik yang merugikan. GCG bukan hanya sekadar jargon, tapi sebuah keharusan untuk menjaga keberlangsungan bisnis.

Terakhir, kasus Sritex ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa kesuksesan sejati bukanlah soal seberapa besar keuntungan yang diraih, tapi seberapa besar manfaat yang bisa diberikan kepada masyarakat dan lingkungan. Bisnis yang berkelanjutan adalah bisnis yang menghargai etika, integritas, dan tanggung jawab sosial.

Efek Domino: Dampak Kasus Sritex bagi Industri Tekstil Nasional

Tentu saja, bangkrutnya Sritex dan kasus korupsi yang menyertainya memberikan efek domino yang signifikan bagi industri tekstil nasional. Kehilangan satu pemain besar seperti Sritex mempengaruhi rantai pasok, menciptakan ketidakpastian di pasar, dan menurunkan kepercayaan investor. Selain itu, hilangnya ribuan lapangan kerja juga menjadi masalah sosial yang serius.

Namun, di balik semua dampak negatif tersebut, ada juga peluang yang bisa dimanfaatkan. Kebangkrutan Sritex membuka ruang bagi pemain-pemain baru untuk mengisi kekosongan di pasar. Selain itu, kasus ini juga menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola industri tekstil secara keseluruhan dan mendorong persaingan yang lebih sehat.

Jadi, apa yang bisa kita simpulkan dari kasus Sritex ini? Bahwa dalam dunia bisnis, tidak ada yang abadi. Kejayaan bisa sirna dalam sekejap jika tidak diimbangi dengan integritas, transparansi, dan pengelolaan risiko yang baik. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua agar tidak terjerumus ke lubang yang sama.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

JERRY CANTRELL Rilis Video Musik 'I Want Blood': Duff McKagan & Mike Bordin Berlumuran Darah

Next Post

Fruitbus Siap Hangatkan PS5 Anda dengan Petualangan Memasak yang Rilis Juni dalam Bahasa Indonesia