"Tall Tales" Mark Pritchard & Thom Yorke: Ketika Legenda Bertemu, Apakah Ada Sihir?
Kita semua suka kejutan, kan? Apalagi kalau kejutan itu datang dari dua nama besar di industri musik: Mark Pritchard dan Thom Yorke. Bayangkan, dua maestro dengan segudang pengalaman dan inovasi, bersatu padu menciptakan sebuah album. Tapi, apakah kolaborasi ini se-epik yang kita bayangkan? Mari kita bedah satu per satu.
Kolaborasi antara dua musisi besar ini tentu menjadi perbincangan hangat. Thom Yorke, dengan Radiohead-nya, telah lama menjadi ikon inovasi musik. Mereka berhasil mendobrak batasan genre, dari grunge hingga prog, bahkan merambah dunia electronic music. Jangan lupakan juga karya solo Yorke yang lebih experimental dan The Smile, proyek sampingannya yang tetap memukau.
Sementara itu, Mark Pritchard bukan nama baru di dunia musik elektronik. Ia seorang veteran yang mahir menciptakan soundscapes yang mendalam, dari drum & bass hingga techno yang dingin. Bahkan, di tahun 1991, ia pernah mencetak hit besar di Inggris dengan lagu rave "Roobarb And Custard" bersama proyeknya, Shaft. So, basically, he's been around the block.
Album kolaborasi mereka, Tall Tales, seolah menjadi wadah bagi kedua musisi untuk mengeksplorasi sonic wanderlust mereka. Bayangkan saja, trek pembuka "A Fake In A Faker's World" menyajikan synth yang "berkarat" dipadukan dengan rhumba yang gelisah. Hasilnya? Sebuah beat yang terdengar seperti suara di dalam mesin pengering. Yorke pun ikut menyumbangkan vokalnya yang khas, terdistorsi dan bergema.
Meski begitu, kesan keseluruhan dari album ini terasa ephemeral, alias mudah menguap. Ada beberapa momen yang sangat menarik, tapi secara keseluruhan, Tall Tales terasa seperti karya yang kurang menonjol dalam diskografi kedua artis. Apakah waktu akan mengubah penilaian ini? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Sebelum Tall Tales, Pritchard dan Yorke pernah berkolaborasi dalam lagu "Beautiful People" dari album Pritchard tahun 2016, Under The Sun. Dari sana, ide untuk proyek yang lebih besar muncul. Mereka pun mulai bertukar ide selama lockdown pandemi. Prosesnya cukup panjang, memakan waktu tiga setengah tahun dari email pertama hingga master akhir. Mungkin karena Pritchard memasukkan begitu banyak synth ke dalam proyek ini.
Peralatan vintage seperti Yamaha DX1 dan drum machine CR-78 (yang kita kenal dari lagu "In the Air Tonight" milik Phil Collins dan "Heart Of Glass" milik Blondie) turut ambil bagian. Pritchard juga membawa "mainan" drum-nya, seperti Boxer Beat Sound Electronic Drums dan Mattel Bee Gees Rhythm Machine (yang muncul di lagu "Pocket Calculator" milik Kraftwerk). Meski tidak terdengar persis seperti New Order atau Kraftwerk, synth-synth vintage ini memberikan karakter analog yang kental pada album.
Tekstur Sonik: Antara Angin dan Badai
Tekstur sonik dalam Tall Tales sangat bervariasi, dari ringan hingga berat. Banyak trek memiliki vibe vintage yang mengingatkan pada Cabaret Voltaire atau bahkan Throbbing Gristle. Beberapa trek lainnya lebih mirip kabut dalam suasana ambient. Bahkan ketika album ini terdengar upbeat, ada kesan foreboding yang kuat, seolah-olah tidak ada yang ingin pendengar terlalu bersenang-senang. It's like a party where everyone's pretending to have a good time.
Yorke, seperti biasa, menyajikan lirik yang suram. "I'm never getting out / It's not gonna change / I hate myself / I want it to end," lantun Yorke di lagu "Back in the Game". Di lagu "The White Cliffs," ia bernyanyi, "Every now and then / I get kinda nervous / I want it all to end." Lalu, lagu "The Men Who Dance In Stag's Heads" dibuka dengan ramalan, "The sun will go out." Apakah ini hanya Thom Yorke yang menjadi dirinya sendiri, atau pandemi telah memperburuk mood-nya?
Thom Yorke: Seribu Wajah dalam Satu Album
Sepanjang album, Yorke menampilkan begitu banyak versi dirinya. Ia seolah mencoba menghilang ke dalam berbagai karakter di album ini. Ia tampil swaggering dan berduka, merintih dan mengamuk. Suaranya kadang-kadang dimodifikasi secara elektronik, di-pitch down atau up. Dalam lagu "Gangsters," suaranya bergantian antara keduanya, seperti Prince di lagu "Erotic City".
Penampilan Yorke terasa teatrikal, memberikan Tall Tales dinamisme yang mendebarkan. Kita dibuat bertanya-tanya, apa yang akan ia lakukan selanjutnya, dan bagaimana ia akan memutar ekspresinya lebih jauh? It's like watching a chameleon change colors. Suara sci-fi warble yang ia nyanyikan dalam "Bugging Out Again" adalah hasil dari suaranya yang dialirkan melalui Leslie speaker. Dalam "This Conversation Is Missing Your Voice," efek stuttering membuat suaranya terdengar seperti terbungkus kertas lilin.
Ketika Eksperimen Bertemu Ketidaknyamanan
Tall Tales terus berubah secara sonik hingga akhir. Bagian akhirnya menampilkan march dengan kemegahan parade ("Happy Days"), riff instrumental tradisional yang terinspirasi dari Velvet Underground ("The Men Who Dance In Stag's Heads"), dan trek dark ambient yang dibuat sebagian dengan tumpang tindih vokal Yorke yang menyatakan, "I am falling" ("Wandering Genie"). Ini adalah lagu-lagu yang cemas yang sengaja menawarkan sedikit kelegaan. Dalam hal itu, Tall Tales sangat berhasil.
Dalam lagu "Gangsters," Yorke menolak kesalahpahaman: "I'm not your problem to be corrected / How can you function with a mind ejected?" Judul lagu "A Fake In A Faker's World" berbicara tentang disafeksi eksponensial yang dipicu oleh keberadaan di masyarakat modern.
Pesan Tersembunyi di Balik Lirik yang Samar
Meski kadang-kadang sulit dipahami, lirik Yorke dalam Tall Tales sebagian besar bersifat langsung, tetapi samar dalam konteks lagu. Kita bisa mengikutinya sejenak, tetapi tetap kehilangan benang merah dalam skema yang lebih besar. Vibe album ini memang sengaja dibuat tidak nyaman, tetapi cerita-cerita di dalamnya sebagian besar kurang memuaskan.
"The Spirit" adalah lagu yang paling straightforward dalam album ini. Berdasarkan chord yang diulang-ulang, lagu ini diperkaya dengan keindahan yang terungkap seiring waktu. Isyarat emosional konvensional—alunan string dan trombone—akhirnya hadir seperti air mata. Lagu ini memiliki kejernihan yang jarang ditemukan di album ini.
Kesimpulan: Sebuah Eksperimen yang Patut Dihargai
Terlepas dari sinisme yang ditampilkan Yorke di tempat lain dalam Tall Tales, sulit untuk tidak terpikat dengan pivot-nya ke harapan di lagu "The Spirit". Secara keseluruhan, Tall Tales adalah eksperimen yang menarik, meskipun tidak selalu memuaskan. Album ini menunjukkan keberanian Pritchard dan Yorke untuk keluar dari zona nyaman mereka dan menjelajahi wilayah musik yang baru. It's like trying a new dish that you're not sure you'll like, but you're glad you tried it anyway. Pada akhirnya, Tall Tales adalah pengingat bahwa bahkan legenda pun bisa mengambil risiko dan mencoba hal-hal baru.