Bayangkan jika masker wajah Anda bukan hanya melindungi dari debu dan virus, tetapi juga memberi tahu Anda tentang kesehatan ginjal Anda. Kedengarannya seperti plot film fiksi ilmiah, kan? Tapi, tunggu dulu, ini bukan lagi fiksi! Para ilmuwan telah berhasil mengubah masker wajah biasa menjadi alat diagnostik canggih.
Selama pandemi COVID-19, masker bedah menjadi simbol keamanan. Sekarang, para peneliti di University of Rome Tor Vergata telah menciptakan sesuatu yang lebih dari sekadar perlindungan. Mereka mengembangkan masker pintar yang dapat mendiagnosis penyakit ginjal kronis (PGK) melalui analisis napas. Ini adalah langkah maju yang menarik untuk deteksi dini penyakit kronis yang umum.
Di dalam masker terdapat sensor khusus yang mendeteksi metabolit tertentu dari napas. Metabolit ini terkait dengan fungsi ginjal. Dalam uji coba awal, sensor ini berhasil mengidentifikasi tanda-tanda PGK pada sebagian besar peserta. Penemuan ini berpotensi membuat pemeriksaan kesehatan menjadi lebih mudah, cepat, dan terjangkau.
Penyakit ginjal kronis adalah masalah kesehatan serius yang terjadi ketika ginjal secara bertahap kehilangan fungsinya. Ginjal yang sehat menyaring limbah dari darah dan membuangnya melalui urine. Namun, ketika ginjal rusak, limbah menumpuk dalam tubuh, memengaruhi tulang, otot, jantung, dan sistem kekebalan tubuh.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) memperkirakan sekitar 35 juta orang Amerika menderita PGK. Banyak yang tidak menyadarinya, terutama pada tahap awal, karena gejalanya seringkali tersembunyi. Diagnosis biasanya memerlukan tes darah atau urine, yang seringkali tidak dilakukan kecuali sudah ada gejala yang jelas. Inilah mengapa ada kebutuhan mendesak akan alat sederhana untuk mendeteksi PGK lebih awal.
Masker Deteksi Dini: Gimana Caranya, Bro?
Napas kita bisa menceritakan banyak hal tentang kesehatan kita. Orang dengan PGK cenderung mengeluarkan kadar gas tertentu yang lebih tinggi, terutama amonia. Hal ini menandakan bahwa ginjal mereka tidak menyaring limbah dengan benar. Amonia dihasilkan saat protein dipecah, dan biasanya dibuang oleh ginjal. Namun, pada orang dengan kerusakan ginjal, amonia menumpuk dan dapat keluar melalui paru-paru.
Tentu saja, penyakit lain juga dapat meningkatkan kadar amonia, jadi ini bukan satu-satunya petunjuk. Untuk meningkatkan akurasi tes napas, para peneliti juga memeriksa gas lain seperti etanol, propanol, dan aseton. Kadar gas-gas ini juga berubah pada penderita PGK.
Untuk mendeteksi semua zat ini, tim peneliti merancang sensor khusus yang ditempatkan di dalam masker wajah biasa. Mereka menggunakan bahan konduktif yang disebut PEDOT/PSS, yang dapat mendeteksi perubahan kimia di udara. Bahan ini dicampur dengan molekul yang disebut porfirin, yang dikenal bereaksi dengan berbagai jenis gas. Porfirin mirip dengan yang ditemukan dalam darah dan klorofil. Keren, kan?
Sensor ini bekerja dengan mengubah resistansi listriknya saat "mencium" gas yang berbeda. Saat seseorang bernapas, udara melewati sensor, dan perubahannya dicatat. Singkatnya, sensor ini adalah hidung elektronik yang sangat sensitif.
Uji Coba: Hasilnya Bikin Tercengang!
Setelah membuat sensor, tim peneliti mengujinya pada 100 orang. Setengah dari mereka menderita PGK, dan setengahnya sehat. Masker merekam kadar berbagai gas dalam napas setiap orang.
Dengan menggunakan analisis komputer, tim peneliti menemukan pola yang jelas memisahkan kedua kelompok. Sensor berhasil mendeteksi PGK pada 84% pasien dan secara akurat menyingkirkannya pada 88% orang sehat. Dengan analisis yang lebih canggih menggunakan wavelet transform dan linear discriminant analysis, akurasi mencapai 93% positif benar dan 87% negatif benar. Ini adalah angka yang sangat menjanjikan!
Lebih dari sekadar mendeteksi PGK, sensor ini berpotensi mengetahui seberapa parah penyakit tersebut. Artinya, dokter dapat memantau perubahan kondisi pasien dari waktu ke waktu tanpa perlu pengambilan darah atau kunjungan laboratorium. Bayangkan betapa nyamannya!
Sensor Pintar, Harga Merakyat: Impian Jadi Kenyataan
Para peneliti merancang sensor untuk diletakkan di dalam lapisan masker sekali pakai, bukan hanya ditempelkan di permukaan. Desain ini memastikan sensor tetap dekat dengan napas dan terlindungi dari kerusakan. Pengaturan ini sederhana dan berpotensi diproduksi massal dengan biaya rendah. Intinya, teknologi canggih ini dibuat agar terjangkau bagi semua orang.
Teknologi ini membuka pintu bagi cara baru dalam mengelola kesehatan. Sensor seperti ini dapat membantu orang memeriksa kesehatan ginjal mereka secara teratur di rumah, di kantor dokter, atau bahkan saat bepergian. Karena sensor ini terintegrasi dalam masker wajah yang sudah familiar, penggunaannya menjadi lebih mudah, terutama bagi lansia atau orang di daerah dengan akses terbatas ke layanan kesehatan.
Tim peneliti membayangkan masa depan di mana masker pintar ini dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi kesehatan lainnya. Banyak penyakit meninggalkan jejak dalam napas, tidak hanya PGK, tetapi juga masalah hati, diabetes, dan bahkan beberapa jenis kanker. Sensor napas suatu hari nanti bisa menjadi umum seperti termometer atau penghitung langkah.
Masa Depan Deteksi Dini Penyakit Ada di Hidung Kita!
Teknologi ini berpotensi mengubah hidup jutaan orang yang hidup dengan PGK atau berisiko mengalaminya. Deteksi dini PGK memungkinkan pengobatan yang lebih efektif. Perubahan pola makan, obat-obatan, dan gaya hidup dapat memperlambat atau bahkan menghentikan kerusakan ginjal. Sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka menderita PGK sampai kondisinya sudah terlambat.
Semakin banyak teknologi kesehatan wearable bermunculan, dan garis antara barang sehari-hari dan perangkat medis semakin kabur. Apa yang dulunya hanya menjadi penghalang terhadap virus kini menjadi alat untuk melindungi Anda secara lebih mendalam dengan membantu mendeteksi penyakit sejak dini dan meningkatkan perawatan jangka panjang.
Singkatnya, inovasi masker pintar ini menunjukkan bahwa masa depan deteksi dini penyakit ada di hidung kita, atau lebih tepatnya, di napas kita. Teknologi sederhana ini dapat menyelamatkan banyak nyawa.