Bayangkan ini: Anda sedang ngebut di jalan tol, mencoba mengubah volume radio, dan alih-alih mengecilkan suaranya, Anda malah tidak sengaja mengaktifkan wiper. Ups! Kesalahan seperti ini mungkin akan segera menjadi masa lalu, terutama bagi para penggemar kuda jingkrak.
Mobil telah berevolusi secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Dulu, dasbor dipenuhi tombol dan kenop fisik. Sekarang, kita melihat semakin banyak touchscreen dan kontrol sentuh yang ramping, yang sekilas tampak futuristik dan minimalis. Tapi, apakah interface digital yang mulus ini benar-benar lebih baik?
Ferrari, merek yang identik dengan performa dan kemewahan, juga ikut terjun ke dunia kontrol sentuh. Mereka mulai bereksperimen dengan haptic controls pada supercar SF90 yang diluncurkan pada tahun 2019. Ide awalnya brilian: modernisasi kabin dan memberikan pengalaman yang lebih canggih.
Namun, respons dari pelanggan tidak terlalu antusias. Banyak yang mengeluhkan kurangnya tombol fisik, yang dianggap lebih mudah dan aman digunakan saat mengemudi. Bayangkan, saat sedang menikung tajam, Anda harus mengalihkan pandangan dari jalan hanya untuk menyesuaikan suhu AC. Kurang ideal, bukan?
Kritik ini tampaknya didengar oleh para petinggi di Maranello. Pada peluncuran grand tourer terbaru mereka, Amalfi, Ferrari mengakui bahwa mereka mungkin telah meremehkan potensi kekurangan teknologi kontrol sentuh. Mereka menyadari bahwa keasyikan mengejar teknologi terkini telah mengorbankan aspek user experience yang penting.
Enrico Galliera, commercial boss Ferrari, mengakui bahwa tujuan awal penggunaan kontrol sentuh adalah untuk menciptakan Ferrari berperforma terbaik yang pernah ada, dan untuk membedakan diri dari para pesaing. Mereka ingin memasukkan semua teknologi paling mutakhir yang tersedia saat itu.
Namun, mereka lupa satu hal penting: mengemudi bukanlah menggunakan smartphone. Saat berinteraksi dengan smartphone, kita punya waktu dan fokus penuh. Di dalam mobil, situasinya berbeda. Kita harus tetap fokus pada jalan dan menjaga tangan di kemudi. Kontrol sentuh, dalam beberapa kasus, justru mengganggu fokus tersebut.
Ferrari Kembali ke Akar: Tombol Fisik Lebih Baik?
Setelah menerima banyak feedback dari pelanggan, Ferrari akhirnya mengakui kesalahan mereka. Mereka menyadari bahwa kontrol sentuh mungkin "terlalu canggih" dan tidak sepenuhnya ideal untuk penggunaan di dalam mobil. Kabar baiknya, mereka tidak menutup mata terhadap masalah ini.
Ferrari Amalfi menandai perubahan arah yang signifikan. Mobil ini akan menjadi yang pertama menerapkan pendekatan baru: keseimbangan antara tombol digital dan fisik. Artinya, tombol-tombol yang paling sering digunakan akan kembali hadir secara fisik.
Tombol start/stop, misalnya, akan tetap ada. Bukan hanya karena fungsinya yang penting, tetapi juga karena ikonik dan merupakan bagian dari sejarah Ferrari. Sentuhan retro yang stylish, kan?
Mengapa Kita Masih Mencintai Tombol Fisik?
Meskipun teknologi touchscreen terus berkembang, tombol fisik memiliki beberapa keunggulan yang tak terbantahkan. Pertama, umpan balik taktil. Kita bisa merasakan tombolnya di bawah jari kita, sehingga kita tahu pasti bahwa kita telah menekannya. Tidak perlu lagi melirik ke layar untuk memastikan.
Kedua, kemudahan penggunaan tanpa melihat. Dengan tombol fisik, kita bisa menyesuaikan pengaturan tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. Ini sangat penting untuk keselamatan berkendara.
Ketiga, daya tahan. Tombol fisik cenderung lebih awet dan tahan terhadap goresan daripada touchscreen. Kecuali Anda punya kebiasaan memukul dasbor saat frustrasi dengan kemacetan.
Volkswagen juga mengalami hal serupa. Mereka bahkan sampai menyebut tombol sentuh sebagai sebuah "kesalahan." Ini membuktikan bahwa teknologi baru tidak selalu lebih baik daripada solusi yang sudah teruji waktu.
Lebih dari Sekadar Tombol: Apa yang Membuat Amalfi Istimewa?
Tentu saja, Amalfi bukan hanya tentang tombol. Mobil ini adalah penerus Roma grand tourer, menggunakan platform yang sama tetapi dengan desain bodi yang hampir seluruhnya baru. Mesin twin-turbo 4.0 liter V8-nya juga ditingkatkan, menghasilkan tenaga 471kW dan torsi 761Nm. Mantap!
Selain performa yang mengagumkan, Amalfi juga menawarkan aerodinamika yang lebih baik. Sayap belakang aktifnya mampu menghasilkan downforce hingga 110kg lebih banyak daripada pendahulunya. Jadi, Anda bisa merasakan sensasi balap Formula 1 tanpa harus menjadi pembalap profesional.
Di dalam kabin, Anda akan menemukan tiga layar: digital instrument cluster 15.6 inci, infotainment touchscreen 10.25 inci, dan layar penumpang 8.8 inci. Layar-layar ini dipadukan dengan "jembatan" interior yang terbuat dari aluminium, menciptakan tampilan yang modern dan mewah. Kombinasi antara teknologi canggih dan material premium, khas Ferrari.
Jadi, meskipun Ferrari kembali ke tombol fisik, mereka tetap mempertahankan elemen-elemen modern dan futuristik lainnya. Mereka tampaknya telah menemukan keseimbangan yang tepat antara tradisi dan inovasi.
Singkatnya, Ferrari Amalfi adalah bukti bahwa terkadang, kembali ke dasar adalah langkah maju yang cerdas. Kombinasi antara tombol fisik yang intuitif dan teknologi digital yang canggih akan memberikan pengalaman berkendara yang lebih aman, nyaman, dan menyenangkan. Sekarang, tinggal tunggu saja kapan mobil keren ini akan mendarat di Indonesia. Semoga saja tidak lama lagi!