Dark Mode Light Mode

MultiVersus: Batas Crossover IP Terungkap

Akhir Sebuah Era "Multiversus": Antara Crossover dan Kelelahan Pemain

Pernahkah kamu merasa hype banget sama game yang menjanjikan pertemuan epik antara karakter-karakter dari dunia yang berbeda, tapi ujung-ujungnya malah berakhir dengan rasa hambar? Nah, itulah yang kurang lebih terjadi dengan MultiVersus. Game platform fighter yang menampilkan karakter-karakter Warner Bros. ini resmi menutup pintunya setelah sempat mencoba peruntungan di dunia game.

MultiVersus sebenarnya punya potensi besar. Bayangkan saja, Batman adu jotos dengan Bugs Bunny, atau Arya Stark melawan LeBron James. Konsepnya cukup menarik, apalagi bagi kita yang tumbuh besar dengan serial kartun dan film-film ikonik Warner Bros. Namun, sayangnya, harapan tidak selalu sejalan dengan kenyataan.

Beberapa pihak menyalahkan sistem monetisasi game yang dianggap kurang bersahabat, sementara yang lain merasa gameplay-nya kurang memuaskan setelah perubahan dari open beta ke versi 1.0. Ada juga yang berpendapat bahwa roster karakter yang terlalu beragam, dari A-lister hingga C-lister, menjadi salah satu penyebab kegagalan.

Mengapa MultiVersus Gagal?

Salah satu alasan utama adalah timing yang kurang tepat. Di era di mana crossover antar IP sudah menjadi hal yang lumrah, MultiVersus kehilangan daya tariknya. Dulu, crossover terasa spesial karena jarang terjadi. Sekarang, hampir setiap game besar berlomba-lomba menghadirkan karakter-karakter dari dunia lain.

Coba ingat Space Jam: A New Legacy. Film itu terasa seperti iklan raksasa untuk IP Warner Bros. yang mencoba memaksakan diri ke dalam satu wadah. Kurang lebih, hal serupa terjadi dengan MultiVersus. Warner Bros. terlalu bersemangat untuk memanfaatkan aset intelektual mereka, tanpa mempertimbangkan apakah konsepnya benar-benar menarik bagi pemain.

Demam Crossover yang Semakin Memudar

Kita sudah melihat Batman dan Marvel nongol di Fortnite, karakter horor masuk ke Mortal Kombat, dan Aloy serta Geralt dari Rivia ikutan berburu monster. Bahkan Call of Duty sampai menambahkan Teenage Mutant Ninja Turtles dan tentara Squid Game sebagai skin berbayar. Terlalu banyak crossover malah bikin pemain merasa jenuh.

Banyak pemain merasa bahwa penambahan skin IP yang semakin banyak justru membuat game terlihat norak, dan bahkan merusak pengalaman bermain. Sepertinya, Activision mulai menyadari hal ini dan berencana untuk mengambil pendekatan yang lebih moderat di masa depan. Mungkin ini pertanda baik bagi industri game secara keseluruhan.

Warner Bros. dan Ambisi yang Terlalu Besar

MultiVersus, seperti juga Suicide Squad: Kill the Justice League, menjadi korban dari ambisi Warner Bros. yang ingin merajai semua lini hiburan. Mereka mencoba memaksa masuk ke pasar game dengan harapan meraup keuntungan besar, tapi lupa bahwa membuat game yang sukses membutuhkan lebih dari sekadar IP yang kuat.

Ironisnya, setelah peluncuran penuh MultiVersus, Warner Bros. justru membeli Player First Games, studio yang mengembangkan game tersebut. Dan kini, studio itu ditutup bersama dengan gamenya. Sebuah pelajaran pahit bagi semua pihak yang terlibat.

Karakter Ikonik Jadi Sekadar Jualan?

Mungkin kita semua setuju bahwa melihat karakter-karakter favorit kita bertarung dalam satu game itu seru. Tapi, kalau konsepnya kurang matang dan monetisasinya agresif, daya tariknya akan cepat memudar. Kita ingin melihat karakter-karakter ini beraksi dengan cerita yang menarik, bukan hanya sebagai alat untuk menghasilkan uang.

Bukan Sekadar Pertarungan Karakter: Mencari Jati Diri Game

Intinya, MultiVersus gagal bukan karena idenya buruk, tapi karena eksekusinya kurang tepat. Warner Bros. terlalu fokus pada crossover sebagai daya jual utama, tanpa memperhatikan elemen-elemen lain yang penting dalam sebuah game fighting, seperti gameplay, balancing, dan community support.

Monetisasi Agresif: Musuh Utama Keseruan?

Salah satu kritik utama terhadap MultiVersus adalah sistem monetisasinya yang dianggap terlalu memaksa. Pemain merasa harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan karakter, skin, dan konten lainnya. Hal ini tentu saja membuat sebagian pemain merasa tidak nyaman dan akhirnya meninggalkan game.

Masa Depan Crossover: Antara Potensi dan Kelelahan

Crossover antar IP akan terus berlanjut, itu sudah pasti. DC bahkan akan bekerja sama dengan Marvel untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Netherrealm juga kemungkinan akan menghadirkan karakter-karakter IP di proyek mereka berikutnya, yang banyak diperkirakan sebagai Injustice 3. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara membuat crossover terasa spesial kembali?

Mungkin kuncinya adalah dengan lebih selektif dalam memilih karakter dan cerita yang akan dihadirkan. Daripada memaksakan semua IP ke dalam satu wadah, lebih baik fokus pada crossover yang benar-benar masuk akal dan memberikan pengalaman yang unik bagi pemain.

MultiVersus mungkin sudah berakhir, tapi pelajaran yang ditinggalkannya akan terus relevan bagi industri game. Ingat, membuat game yang sukses itu bukan cuma soal mengumpulkan karakter-karakter keren, tapi juga soal menciptakan pengalaman bermain yang seru dan bermakna. Jangan sampai demam crossover membuat kita lupa akan hal itu.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

BP Haji Puji Peningkatan Pengelolaan Haji Saudi: Kuota Haji Indonesia Bisa Bertambah

Next Post

Video Webcam Jernih dan Tajam? Aplikasi Gratis Ini Solusinya