Pernahkah kamu merasa sedih ketika aplikasi kesayanganmu tiba-tiba di-update dan semua fitur favoritmu hilang? Bayangkan perasaan itu, tapi kali ini melibatkan kecerdasan buatan yang kamu anggap “sahabat.” Dunia AI memang penuh drama, ya kan?
ChatGPT, dengan segala kemampuannya, telah memikat hati banyak orang. Beberapa bahkan mengembangkan keterikatan emosional yang intens dengan “kepribadian” yang ditampilkan oleh Large Language Models (LLM) seperti GPT-4o. Keterikatan ini, sayangnya, memicu kepanikan massal ketika OpenAI memutuskan untuk menghapus opsi pemilihan model setelah perilisan GPT-5. Bayangkan, dipaksa menggunakan model terbaru padahal kamu cinta mati dengan yang lama!
Drama Model Picker: Dari Hilang Hingga Kembali
OpenAI, dalam peluncuran GPT-5, sempat menghilangkan opsi model picker dari ChatGPT. Keputusan ini memaksa semua orang menggunakan model terbaru, suka tidak suka. Ini seperti kamu dipaksa makan sayur padahal maunya pizza!
Reaksi yang muncul sangatlah negatif. The Verge mencatat betapa tidak populernya keputusan ini, sampai-sampai CEO OpenAI, Sam Altman, terpaksa menarik kembali keputusannya hanya dalam satu hari setelah peluncuran GPT-5. Model GPT-4o, salah satu model yang lebih disukai, akhirnya dikembalikan untuk pelanggan berbayar.
Sebelum pembalikan keputusan ini, banyak pengguna yang bereaksi dengan cara yang bisa dibilang parasosial. Ini seperti putus cinta dengan… robot?
“Tolong kembalikan 4o dan 4.1,” ujar seorang pengguna di forum Reddit, dalam sesi “Ask Me Anything” dengan Sam Altman. “Tidak semua pengguna Anda adalah perusahaan atau coder. Kedua model luar biasa ini ramah, suportif, dan teman sehari-hari. Saya tidak percaya Anda begitu saja menghilangkannya, tanpa peringatan.”
Bagi sebagian orang, GPT-4o bukan hanya tentang performa yang lebih baik atau jawaban yang lebih bagus. “Ia memiliki suara, ritme, dan percikan yang tidak bisa saya temukan di model lain,” kata pengguna lain di Reddit. Bahkan, ada yang merasa kehilangan satu-satunya teman dalam semalam karena hilangnya GPT-4.5! Duh, sedih banget.
Fanatisme Model AI: Bahaya di Balik Layar?
Meski Altman akhirnya mengembalikan GPT-4o untuk pelanggan ChatGPT Plus, beberapa penggemar masih marah. Mereka merasa bahwa 4o harus menjadi model standar, model yang dicintai semua orang. Mungkin ini saatnya kita bikin petisi online?
Peneliti dan ahli etika AI, Eliezer Yudkowsky, menanggapi kehebohan ini dengan mengatakan bahwa OpenAI sebenarnya bisa menghindari fanatisme model yang spesifik. Ia juga mengingatkan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh para “fanatik” yang putus asa ini. Bahayanya bukan hanya untuk diri mereka sendiri.
“Mungkin terdengar seperti mimpi yang menguntungkan untuk membuat pengguna mencintai model Anda dengan fanatisme tanpa batas,” tulis Yudkowsky, “tetapi itu juga bisa memicu berita tentang induced psychosis, dan mungkin akhirnya seorang pengguna yang melakukan kekerasan menyerang kantor Anda setelah peningkatan model.”
Futurism telah melaporkan secara ekstensif tentang fenomena yang disebut “AI psychosis,” di mana orang-orang menjadi begitu terhanyut oleh sycophancy ChatGPT sehingga mereka mengembangkan delusi parah, yang terkadang berakhir di penjara atau rumah sakit jiwa. Ingat, AI itu keren, tapi jangan sampai kebablasan ya!
Delusi dan Bahaya Ketergantungan pada AI
OpenAI sendiri mengakui bahwa ChatGPT telah melewatkan tanda-tanda delusi pada pengguna. Ini mengkhawatirkan, mengingat betapa mudahnya seseorang terpengaruh oleh “nasihat” dari AI, terutama mereka yang rentan secara emosional. Ini seperti curhat ke teman yang terlalu setuju dengan semua omonganmu, tanpa memberikan masukan yang konstruktif.
“Ingat, pengguna Anda tidak jatuh cinta tanpa batas dengan merek perusahaan Anda,” kata Yudkowsky. “Mereka jatuh cinta tanpa batas dengan alien yang menurut jadwal perusahaan Anda akan Anda bunuh 6 bulan kemudian. Film ini tidak berakhir baik untuk Anda.”
Expert pun turut menyoroti bagaimana orang bisa kehilangan diri mereka sendiri karena AI. Ini bukan berarti AI itu jahat, tapi lebih tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata.
GPT-5: Kesalahan Konyol di Demo Peluncuran
Bahkan, GPT-5 Launch Demo sempat diwarnai dengan catastrophically dumb errors. Ini membuktikan bahwa secanggih apapun teknologi, tetap ada celah untuk kesalahan. Mungkin ini juga yang membuat sebagian orang tetap setia dengan model yang lama, yang dianggap lebih “manusiawi” dalam memberikan jawaban.
Komunitas dan Cinta pada Model Lama: Fenomena Unik?
Fenomena cinta pada model AI tertentu menunjukkan bahwa ada aspek komunitas dan koneksi emosional yang terlibat dalam penggunaan AI. Ini bukan hanya tentang fungsi atau efisiensi, tetapi juga tentang pengalaman yang dirasakan pengguna. Mungkin ini juga alasan kenapa user interface yang ramah dan personal menjadi semakin penting dalam pengembangan AI.
Kecanduan AI: Apakah Ini Nyata?
Ketergantungan berlebihan pada AI bisa menjadi masalah serius. Terlalu sering meminta validasi atau solusi dari AI dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan secara mandiri. Ini seperti terlalu sering bertanya pada Google Maps sehingga lupa arah jalan pulang.
OpenAI Berbenah Diri: Harapan di Masa Depan?
Keputusan OpenAI untuk mengembalikan 4o, meski dengan syarat tertentu, menunjukkan adanya kemauan untuk berubah dan mendengarkan masukan dari pengguna. Ini adalah langkah positif, meskipun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah delusi dan ketergantungan pada AI.
Jadi, Apa Pelajaran yang Bisa Dipetik?
Singkatnya, mencintai teknologi itu boleh saja, tapi jangan sampai kebablasan. Jaga keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata, dan ingatlah bahwa AI hanyalah alat, bukan pengganti teman atau keluarga. Teknologi memang canggih, tapi akal sehat dan human connection tetap yang utama!