Bayangkan, dompet digital Anda tidak hanya berisi Rupiah, tapi juga Yuan. Sounds futuristic, right? Tapi, ini bukan lagi sekadar mimpi, lho. Indonesia dan Tiongkok semakin mesra dalam urusan ekonomi, dan salah satu buktinya adalah kesepakatan penggunaan mata uang lokal. Jadi, siap-siap aja deh, mungkin sebentar lagi kita bisa check out barang di e-commerce dengan Yuan!
Rupiah dan Yuan: Jalinan Cinta Ekonomi Indonesia-Tiongkok
Indonesia dan Tiongkok memang lagi in a relationship. Buktinya? Perdagangan bilateral kita mencapai angka USD147,8 miliar pada tahun 2024. Angka ini bukan sekadar angka biasa, tapi menunjukkan betapa kuatnya hubungan ekonomi kedua negara. Apalagi, diprediksi akan mencapai USD160 miliar di tahun 2025. Lebih dari sekadar teman dagang, kita sudah jadi bestie ekonomi!
Salah satu langkah konkretnya adalah upgraded Local Currency Settlement (LCS) pact antara Bank Indonesia (BI) dan People's Bank of China (PBOC). Jadi, LCS ini ibarat translator keuangan yang memungkinkan transaksi langsung Rupiah dan Yuan. Bye-bye dolar, hello efisiensi!
Kesepakatan ini bukan cuma seremonial belaka. Ada beberapa manfaat strategis yang bisa kita petik:
- Perlindungan perdagangan: LCS meminimalisir biaya konversi USD untuk eksportir komoditas unggulan Indonesia seperti minyak sawit dan nikel.
- Fleksibilitas kebijakan moneter: BI punya amunisi tambahan untuk menurunkan suku bunga tanpa membuat Rupiah jadi overthinking.
- Akses pendanaan infrastruktur: Indonesia jadi lebih mudah mengakses pendanaan dari New Development Bank (NDB) dengan mengurangi ketergantungan pada utang berdenominasi dolar.
Dari Perdagangan Hingga Pariwisata: Dampak LCS yang Menggema
Pengaruh LCS ini ternyata cukup luas, lho. Bukan cuma transaksi dagang yang makin lancar, tapi sektor pariwisata juga ikut kecipratan berkah. Dengan kebijakan visa yang lebih sederhana dan sistem pembayaran yang lebih mudah, Indonesia berharap bisa menyambut hampir 2 juta turis Tiongkok di tahun 2025. Siapa tahu, kamu bisa jadi pemandu wisata dadakan?
Selain itu, ada juga komitmen USD5 miliar untuk pengembangan twin industrial park yang berpotensi menciptakan lebih dari 100.000 lapangan kerja. Ini bukti nyata bahwa hubungan Indonesia-Tiongkok bukan cuma soal uang, tapi juga soal kesejahteraan masyarakat.
Kerja sama ini bahkan merambah ke ranah yang lebih soft, seperti penelitian bersama vaksin TB dan kolaborasi media Antara-Xinhua. So sweet, kan?
Bukan Sekadar Tren: Mengapa LCS Jadi Penting?
Mungkin ada yang bertanya-tanya, "Kenapa sih, kita repot-repot pakai Rupiah dan Yuan? Dolar kan lebih global?" Nah, di sinilah letak strateginya. Dengan LCS, Indonesia membangun ketahanan ekonomi terhadap guncangan kebijakan moneter negara lain.
Selain itu, LCS juga mencerminkan semangat de-dolarisasi, yaitu mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar. Bukan berarti kita anti-dolar ya, tapi lebih ke diversifikasi mata uang untuk transaksi internasional. It's like not putting all your eggs in one basket.
CEO EBC Financial Group (UK) Ltd, David Barrett, bahkan mengatakan bahwa ini bukan sekadar memangkas biaya transaksi, tapi lebih ke rekalibrasi DNA keuangan Indonesia. Deep, right?
LCS: Cetak Biru Baru ASEAN?
Indonesia bukan satu-satunya negara di ASEAN yang menjalin kerja sama mata uang lokal dengan Tiongkok. Perdagangan Tiongkok-ASEAN sendiri sudah mencapai 2,38 triliun Yuan (sekitar USD330 miliar) pada periode Januari-April 2025. Angka ini meningkat 9,2% year-on-year.
Upgrade China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) 3.0 semakin memperkuat integrasi ekonomi, termasuk di sektor digital dan ekonomi hijau. Ini membuka jalur perdagangan alternatif bagi negara-negara ASEAN di tengah ketidakpastian global. Indonesia bisa dibilang sedang merancang cetak biru untuk diversifikasi moneter di kawasan ASEAN.
Intinya, LCS ini menunjukkan bahwa negara-negara mid-sized bisa mengurangi ketergantungan pada satu mata uang dominan, sambil tetap menjaga kohesi regional dan standar global. It's a win-win situation!
Sebagai penutup, kesepakatan Rupiah-Yuan ini bukan cuma soal transaksi yang lebih murah, tapi juga tentang kedaulatan ekonomi dan ketahanan regional. Jadi, siap-siap saja menyambut era baru di mana Rupiah dan Yuan semakin berperan dalam perekonomian kita. Mungkin, sebentar lagi kita bisa menawar harga barang di Tiongkok pakai Rupiah? Who knows!