Siapa bilang drama cuma ada di TV? Kasus korupsi e-KTP kayaknya lebih seru dari Squid Game, apalagi kalau lihat bagaimana buronan kelas kakap, Paulus Tannos, main petak umpet sama hukum. Ditangkap di Singapura? Eh, malah minta penangguhan penahanan. Ini mah bukan lagi main-main, tapi sudah level international hide and seek champion.
Paulus Tannos: Buronan Abadi E-KTP yang Bikin Geregetan
Korupsi e-KTP memang kasus yang bikin kepala geleng-geleng. Bayangkan, dana negara yang seharusnya dipakai buat bikin KTP elektronik, malah dikorupsi. Nah, Paulus Tannos ini salah satu aktor penting dalam drama ini. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 dan kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) pada 2022, keberadaannya bak hantu.
Awal tahun 2023, hampir saja tertangkap di Thailand. Sayangnya, red notice Interpol telat keluar gara-gara perubahan nama. Bayangkan, KPK harus mencari Paulus Tannos dengan identitas barunya, Thjin Thian Po. Ini kayak lagi main tebak-tebakan, tapi hadiahnya triliunan rupiah dana korupsi. Memang ya, kejahatan itu kadang lebih kreatif daripada kita yang kerja lembur tiap hari.
KPK langsung gercep koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) setelah dapat kabar Paulus Tannos mengajukan penangguhan penahanan di Singapura. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa KPK akan terus berkoordinasi dengan Kemenkumham untuk memastikan proses hukum berjalan efektif. Jangan sampai buronan korupsi menang dari negara!
Kasus korupsi e-KTP ini bukan cuma soal uang yang hilang, tapi juga soal kepercayaan publik yang terkoyak. Bagaimana bisa rakyat percaya sama pemerintah, kalau proyek penting seperti e-KTP malah jadi lahan korupsi? Ini PR besar buat kita semua, terutama para penegak hukum. Kita harus tunjukkan bahwa hukum itu tajam ke atas, tidak tumpul ke koruptor.
Kemenkumham sendiri menyatakan bahwa sidang ekstradisi Paulus Tannos di Singapura akan berlangsung pada Juni 2025. Sidang pendahuluan mengenai kelayakan ekstradisi juga dijadwalkan pada 23-25 Juni. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Widodo, menegaskan bahwa Indonesia terus berupaya melakukan perlawanan terhadap permintaan penangguhan penahanan Tannos.
Pemerintah Indonesia sudah mengajukan permohonan ekstradisi Tannos ke otoritas Singapura pada 20 Februari 2025, dan memberikan informasi tambahan pada 23 April 2025 melalui jalur diplomatik. Sampai saat ini, Tannos masih ditahan di Singapura, dan sidang committal hearing dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025. Legal proceedings di Singapura masih berjalan, dan Paulus Tannos belum bersedia untuk diserahkan secara sukarela.
Negara Jangan Sampai Kalah! Taktik Jitu Menghadapi Buronan
Anggota Komisi III DPR RI, Mafirion, menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dari buronan seperti Paulus Tannos. Tindakannya yang menolak kembali ke Indonesia dengan mengajukan penangguhan penahanan di Singapura dianggap sebagai penghinaan terhadap kedaulatan sistem hukum negara. Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal harga diri bangsa.
Mafirion mendesak pemerintah, khususnya Kemenkumham, untuk mengawasi proses ekstradisi secara agresif dan strategis. Semua dokumen hukum harus disiapkan secara matang dan meyakinkan. Koordinasi erat dengan otoritas Singapura juga sangat penting, termasuk melalui jalur diplomatik dan hukum, untuk menghadapi permintaan penangguhan dari Tannos.
Pemanfaatan perjanjian ekstradisi yang sudah diratifikasi antara Indonesia dan Singapura juga harus dimaksimalkan. Ini adalah bentuk komitmen bersama untuk memberantas kejahatan transnasional. Jangan sampai perjanjian ini cuma jadi pajangan di atas kertas. Implementasinya harus tegas dan efektif.
Selain itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan juga harus membekukan paspor Tannos dan mencabut semua potensi dokumen imigrasi yang mungkin digunakannya untuk melarikan diri. Update database dan langkah-langkah pencegahan di semua titik imigrasi nasional juga perlu ditingkatkan. Kerja sama dengan Interpol dan otoritas imigrasi Singapura juga krusial.
Ketua Komisi III DPR RI, Willy Aditya, menambahkan bahwa pemerintah Indonesia perlu menggunakan diplomasi yang lebih tegas terhadap pemerintah Singapura untuk bisa membawa pulang Paulus Tannos. Diplomasi yang tegas dan terukur diperlukan agar niat untuk membawa pulang Tannos bisa terwujud.
Diplomasi yang tegas ini perlu menekankan betapa besar kerugian yang disebabkan oleh Tannos di Indonesia. Pentingnya dan urgensinya pertanggungjawaban Paulus Tannos di Indonesia perlu ditegaskan kepada pemerintah dan otoritas hukum Singapura. Kita harus tunjukkan bahwa kasus ini adalah prioritas utama bagi Indonesia.
Belajar dari Kasus Paulus Tannos: Perkuat Sistem Hukum dan Kerja Sama Internasional
Kasus Paulus Tannos ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Pertama, kita harus memperkuat sistem hukum kita sendiri. Jangan sampai ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh para koruptor untuk kabur dan bersembunyi. Reformasi sistem hukum harus terus dilakukan secara berkelanjutan.
Kedua, kerja sama internasional harus ditingkatkan. Perjanjian ekstradisi harus dimaksimalkan, dan komunikasi dengan otoritas negara lain harus terjalin erat. Jangan sampai buronan korupsi bisa leluasa bersembunyi di negara lain. Kita harus tunjukkan bahwa Indonesia serius dalam memberantas korupsi, tanpa kompromi.
Ketiga, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan. Korupsi bukan hanya masalah pemerintah, tapi masalah kita semua. Kita harus berani melaporkan tindakan korupsi, dan ikut mengawasi penggunaan dana negara. Dengan partisipasi aktif masyarakat, kita bisa menciptakan lingkungan yang bersih dari korupsi.
Jangan Kasih Kendor: Kawal Terus Kasus E-KTP!
Kasus Paulus Tannos ini memang bikin emosi jiwa. Tapi, kita tidak boleh menyerah. Kita harus terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Jangan biarkan koruptor menang dari negara. Kalau kita bisa membawa pulang Paulus Tannos, itu akan jadi bukti bahwa hukum itu masih tegak berdiri di Indonesia. Jadi, stay tuned dan mari kita kawal terus!