Indonesia di Mata Dunia: Ketika Hak Masyarakat Adat Jadi Sorotan
Pernah nggak sih, lagi asik scrolling TikTok, tiba-tiba keinget soal hak-hak masyarakat adat? Mungkin jarang, tapi isu ini penting banget, lho! Bayangin aja, warisan budaya dan tanah leluhur mereka terancam karena berbagai proyek pembangunan. Nah, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun turun tangan untuk melihat langsung situasinya.
Masyarakat adat di Indonesia, dengan kearifan lokal dan tradisi uniknya, seringkali menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Namun, ironisnya, pembangunan seringkali mengabaikan hak-hak mereka. Tanah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, malah jadi lahan sengketa.
Infrastruktur dan pembangunan ekonomi memang penting, tapi nggak boleh sampai mengorbankan hak asasi manusia (HAM). Apalagi, identitas budaya suatu bangsa itu kan aset tak ternilai harganya. Coba bayangin Indonesia tanpa batik, wayang, atau rumah adat? Hambar, kan?
Sejak dulu, isu masyarakat adat memang kompleks dan multilayer. Dari konflik agraria, diskriminasi, hingga kurangnya representasi politik, semuanya saling terkait. Pemerintah punya tanggung jawab besar untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Di era globalisasi ini, isu HAM dan lingkungan hidup semakin jadi perhatian dunia. Reputasi suatu negara di mata internasional juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana negara tersebut memperlakukan kelompok minoritas dan sumber daya alamnya.
Albert Kwokwo Barume, seorang Pelapor Khusus PBB untuk hak-hak masyarakat adat, melakukan kunjungan ke Indonesia pada Juli 2025 lalu. Kunjungan ini merupakan bagian dari tugas akademisnya untuk melihat langsung kondisi masyarakat adat di berbagai belahan dunia. Tujuan utamanya? Mendengar langsung keluhan dan aspirasi mereka.
Kunjungan Barume ke Indonesia menjadi sinyal penting bahwa isu masyarakat adat menjadi perhatian serius di tingkat internasional. Harapannya, kunjungan ini bisa mendorong pemerintah dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan mencari solusi yang lebih baik.
Ulumbu: Ketika Energi Bersih Berbenturan dengan Hak Adat
Salah satu lokasi yang dikunjungi Barume adalah Poco Leok, di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Wilayah ini menjadi pusat perhatian karena rencana perluasan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu. Proyek ini menuai protes dari masyarakat adat setempat.
Masyarakat adat Poco Leok khawatir proyek PLTP ini akan merusak lingkungan dan sumber air mereka. Bagi mereka, tanah bukan sekadar lahan, tapi juga bagian dari identitas dan warisan leluhur. Kehilangan tanah berarti kehilangan mata pencaharian dan identitas budaya.
PLTP Ulumbu sendiri sebenarnya bertujuan untuk menghasilkan energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, di satu sisi, proyek ini berpotensi mengancam hak-hak masyarakat adat. Dilema ini seringkali menjadi tantangan dalam pembangunan berkelanjutan.
Suara dari Papua: Antara Proyek Strategis Nasional dan Hak Masyarakat Adat
Sebelum NTT, Barume juga menyempatkan diri mengunjungi Jayapura, Papua. Di sana, ia mendengarkan langsung keluhan masyarakat adat yang terdampak oleh proyek strategis nasional (PSN) dan ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Papua, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, seringkali menjadi target investasi besar-besaran. Namun, pembangunan di Papua juga seringkali memicu konflik agraria dan marginalisasi masyarakat adat. Penting untuk diingat bahwa pembangunan harus inklusif dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat.
Masyarakat adat Papua berharap kehadiran Barume dapat memberikan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Mereka ingin suara mereka didengar dan hak-hak mereka dihormati.
Pelapor Khusus PBB: Bukan Hakim, Tapi Penyambung Lidah
Perlu diingat bahwa Barume, sebagai Pelapor Khusus PBB, bukanlah hakim yang bisa menjatuhkan hukuman. Ia lebih berperan sebagai advocate atau penyambung lidah masyarakat adat. Tugasnya adalah mendengarkan keluhan mereka, mengumpulkan informasi, dan menyampaikan aspirasi mereka ke forum yang lebih tinggi.
Meskipun tidak bisa menjatuhkan sanksi, laporan dan rekomendasi dari Pelapor Khusus PBB memiliki bobot politis dan moral yang signifikan. Laporan ini bisa menjadi tekanan bagi pemerintah dan perusahaan untuk lebih memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Intinya, dia ingin suara masyarakat adat didengar lebih keras.
Kunjungan Barume ke Indonesia menunjukkan bahwa isu hak-hak masyarakat adat semakin mendunia. Kita sebagai warga negara Indonesia, khususnya generasi Z dan millennial, punya peran penting untuk ikut mengawal isu ini. Jangan apatis dan cuek, karena masa depan Indonesia ada di tangan kita. Mari kita kawal bersama supaya pembangunan berkelanjutan dan hak-hak masyarakat adat bisa berjalan beriringan. Ingat, no one is left behind!