Wow, Siapa Sangka Magic: The Gathering Bisa Se-epic Ini!
Siapa bilang kartu koleksi itu kuno? Magic: The Gathering (MTG) baru saja membuktikan sebaliknya! Kolaborasi epik dengan Final Fantasy mengguncang dunia trading card game (TCG). Bahkan sebelum rilis resminya, set ini sudah mencetak sejarah sebagai set terlaris sepanjang masa MTG. Bayangkan saja, hype yang luar biasa!
Setelah bertahun-tahun dalam pengembangan, tease yang bikin penasaran, akhirnya set kolaborasi ini hadir. Kita semua pasti penasaran, bagaimana rasanya bagi para desainer melihat karya mereka dimainkan oleh jutaan penggemar di seluruh dunia?
Menurut Daniel Holt, senior game designer MTG, perasaannya campur aduk. Ada kebanggaan, ada kelegaan, dan sedikit rasa kaget. Bayangkan saja, selama bertahun-tahun merahasiakan proyek ini, tiba-tiba semua orang membicarakan Sephiroth di jalanan. Mind blowing, kan?
Prosesnya sendiri tidak mudah. Mereka harus menampung lebih dari 30 tahun sejarah Final Fantasy, yang mencakup 16 game utama. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana merangkum semua elemen penting ke dalam satu set kartu yang cohesive.
Menyaring Inti Cerita: Tiering System untuk Final Fantasy
Untuk mengatasi tantangan tersebut, tim desainer menggunakan sistem tiering. Tier 1 berisi karakter dan momen ikonik yang wajib ada. Tier 2 dan 3 berisi karakter sampingan dan momen cerita yang lebih obscure. Sistem ini memastikan bahwa inti dari setiap game Final Fantasy terwakili dengan baik.
Deck Commander memberikan ruang lebih untuk eksplorasi deeper. Setiap deck berfokus pada satu game tertentu, sehingga desainer dapat menyelami karakter dan cerita sampingan yang mungkin terlewatkan di set utama. Ini adalah surga bagi para hardcore fans!
Lalu, bagaimana mereka menghindari spoiler? Ini tantangan yang cukup tricky, mengingat banyak pemain yang mungkin belum pernah memainkan semua game Final Fantasy. Mereka harus cerdik dalam menyajikan momen-momen penting tanpa mengungkap plot utama.
Kode Etik Anti-Spoiler: Menyajikan Nostalgia Tanpa Merusak Kejutan
Beberapa kartu didesain dengan wink-wink nudge-nudge bagi para fans yang sudah tahu ceritanya. Misalnya, kartu Sephiroth’s Intervention menampilkan Sephiroth dengan pedangnya, momen yang sangat ikonik bagi penggemar Final Fantasy VII. Aerith pun memiliki death trigger pada kemampuannya. Cukup subtle, tapi jelas bagi yang paham.
Pemilihan game untuk deck Commander juga menjadi perdebatan seru. Final Fantasy VII jelas menjadi prioritas utama karena popularitasnya yang tak lekang waktu. Final Fantasy XIV dipilih karena komunitasnya yang besar dan aktif.
Final Fantasy X dipilih karena merupakan favorit pribadi salah satu desainer. Sedangkan Final Fantasy VI dipilih untuk mewakili era pixel dan fokus pada paruh kedua game tersebut, World of Ruin. Pilihan yang cukup representatif, ya kan?
Mengakomodasi Semua Karakter: Seni Menyeimbangkan Nostalgia dan Keterbatasan
Tentu saja, tidak semua karakter bisa masuk. Beberapa karakter mungkin terlewatkan, seperti Eiko dari Final Fantasy IX. Para desainer mengakui adanya penyesalan kecil dan berusaha untuk memasukkan karakter-karakter tersebut ke dalam kartu support.
Koordinasi antara desainer set utama dan deck Commander sangat penting untuk memastikan bahwa karakter-karakter kunci terwakili dengan baik. Jika karakter tersebut sudah ada di set utama, desainer deck Commander bisa fokus pada karakter lain. Kolaborasi yang solid!
Proses desain deck Commander sendiri melibatkan banyak diskusi dan brainstorming. Tim kreatif bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap kartu reprint cocok dengan konsep deck. Ide-ide segar terus bermunculan, menghasilkan deck yang unik dan thematic.
Y’shtola: Studi Kasus Desain Karakter yang Sulit
Salah satu kartu yang paling sulit didesain adalah Y’shtola dari Final Fantasy XIV. Awalnya, mereka ingin menjadikan Warrior of Light sebagai commander utama deck tersebut. Namun, banyaknya job dan opsi customization membuat mereka kesulitan menciptakan satu kartu yang representatif.
Akhirnya, mereka beralih ke Y’shtola dan Scion lainnya. Deck tersebut fokus pada non-creature spells, yang mencerminkan gaya gameplay Final Fantasy XIV yang menekankan pada casting spells dan managing cooldowns. Kartu Transpose, misalnya, merepresentasikan kemampuan Black Mage dan sistem cooldown dalam game.
Sempat ada yang bilang kalau set ini power creep. Namun, Holt tidak setuju. Menurutnya, kekuatan kartu-kartu ini seimbang dan sesuai dengan karakter masing-masing. Yang terpenting adalah tetap setia pada lore dan feel dari Final Fantasy.
Terakhir, pengalaman mengerjakan proyek ini justru memperdalam kecintaan para desainer terhadap Final Fantasy. Mereka kembali menemukan passion dan apresiasi terhadap game-game yang sudah menemani masa kecil mereka. Bahkan, game terbaru seperti Final Fantasy XVI pun memberikan inspirasi baru.
Jadi, apa takeaway-nya? Kolaborasi Magic: The Gathering dan Final Fantasy bukan hanya sekadar crossover biasa. Ini adalah perayaan cinta terhadap dua franchise ikonik yang berhasil memadukan gameplay seru dengan nostalgia yang mendalam. Sebuah bukti bahwa nerd culture itu keren dan inovatif.