Dunia game memang keras, gaes. Satu hari kamu dianggap dewa karena berhasil bikin game epik, eh besoknya bisa langsung jadi rakyat jelata kalau game barumu kurang laku. Itulah yang sepertinya lagi dirasain sama MercurySteam, studio di balik game keren kayak Metroid Dread dan Castlevania: Lords of Shadow. Game terbaru mereka, Blades of Fire, dikabarkan kurang memuaskan dari segi penjualan. Ups!
Kok bisa ya? Padahal, nama MercurySteam udah cukup terkenal di kalangan gamer. Mari kita bedah masalah ini lebih dalam, ala-ala detektif gamer.
Blades of Fire: Kenapa Api Tidak Membakar Pasar?
Digital Bros, perusahaan yang memiliki 505 Games (penerbit Blades of Fire), menyalahkan dinamika kompetitif yang menantang dan konsumen yang semakin selektif. Artinya, persaingan di pasar game memang makin ketat, dan gamer zaman sekarang makin pintar milih game mana yang worth it buat dibeli.
Selain itu, Digital Bros juga menambahkan bahwa game baru yang ga punya brand yang kuat, atau fanbase setia, bakal kesulitan menarik perhatian gamer. Ini kayak mau jualan martabak tapi ga punya nama, sementara di sebelah udah ada Martabak Sultan yang antriannya mengular. Berat, Cuy!
Jadi, apa yang bikin Blades of Fire kurang menggigit di pasaran? Beberapa faktor mungkin jadi penyebabnya.
- Persaingan Ketat: Pasar game sekarang lagi banjir game baru setiap hari. Buat game baru bisa stand out, butuh sesuatu yang benar-benar wow.
- Konsumen Selektif: Gamer sekarang udah pintar dan punya banyak pilihan. Mereka ga mau buang-buang uang buat game yang ga jelas kualitasnya.
- Kurangnya Brand Recognition: Blades of Fire, meski dikembangin sama studio yang punya nama, ga punya brand sekuat Metroid atau Castlevania.
PC-Exclusivity: Bumerang atau Strategi Jitu?
Salah satu teori yang berkembang di kalangan gamer adalah eksklusivitas Blades of Fire di Epic Games Store (EGS). Beberapa gamer berpendapat bahwa keputusan ini membatasi jangkauan pasar game tersebut.
Beberapa pemain mengakui menikmati demo game tersebut di EGS, tetapi ga cukup untuk membeli versi penuhnya di platform itu. Sebaliknya, mereka akan dengan senang hati membelinya di Steam. Ini nunjukin bahwa preferensi platform juga bisa jadi faktor penting.
Keputusan untuk jadi exclusive di platform tertentu itu bisa jadi pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa dapat benefit dari Epic, tapi di sisi lain, gamer yang biasa main di Steam bisa jadi ogah pindah.
Review Kurang Menggembirakan: Nasib Sebuah Game
Selain faktor eksternal, kualitas game itu sendiri tentu jadi pertimbangan utama. Review dari media game ternama juga bisa mempengaruhi penjualan.
IGN memberikan Blades of Fire skor 5/10. Review tersebut menyebutkan bahwa sistem blacksmithing-nya menarik, tapi combat terlalu sederhana dan cerita kurang greget. Wah, ini jelas bukan berita baik.
Review yang ga terlalu bagus bisa bikin gamer jadi mikir dua kali sebelum beli game. Apalagi kalau udah banyak game lain yang review-nya lebih positif.
Dampak untuk MercurySteam: Apa yang Akan Terjadi?
Pertanyaannya sekarang, apa dampak dari underperformance Blades of Fire buat MercurySteam? Apakah ini bakal mempengaruhi proyek-proyek mereka di masa depan?
Belum jelas dampaknya akan seperti apa. Tapi, MercurySteam punya reputasi yang cukup baik di industri game, jadi semoga aja mereka bisa melewati masa sulit ini dan bangkit kembali dengan game yang lebih keren.
Yang jelas, kasus Blades of Fire jadi pelajaran buat semua developer game. Bikin game yang bagus aja ga cukup, tapi juga harus pinter-pinter marketing dan memahami selera pasar.
Bikin game itu kayak bikin kopi. Harus pas takarannya, blend-nya juga harus oke. Kalau ga, ya rasanya bakal ga enak dan ga ada yang mau beli.
Intinya, Blades of Fire nunjukin kalau dunia game itu penuh tantangan. Ga ada jaminan game yang bagus bakal laku, dan sebaliknya. Semuanya tergantung pada banyak faktor, dari kualitas game, marketing, sampai selera pasar. Jadi, buat para developer game, semangat terus dan jangan menyerah!