Siapa bilang main game itu cuma buang-buang waktu? Coba deh tengok Halo. Lebih dari sekadar tembak-tembakan seru, Halo itu fenomena budaya. Dari game sampai novel, bahkan serial TV, Halo sukses bikin kita rela begadang demi menyelamatkan galaksi. Tapi, di antara sekian banyak judul, mana sih yang paling epic? Mari kita ulas!
Evolusi Halo: Dari Bungie ke Unreal Engine 5
Halo punya sejarah panjang. Awalnya, era Bungie melahirkan trilogi yang kita semua cintai. Lalu, 343 Industries mengambil alih, membawa Halo ke babak baru dengan tantangan yang semakin berat. Sekarang, Halo memasuki fase ketiga yang menjanjikan. 343 Industries kini bernama Halo Studios dan mereka akan menggunakan Unreal Engine 5 untuk game Halo selanjutnya. Tujuannya? Tak lain dan tak bukan, mengembalikan tahta visual di dunia gaming. Keren, kan?
Sebelum kita membahas game Halo yang akan datang, mari kita kilas balik dan menyusun peringkat game Halo dari yang lumayan sampai yang masterpiece. Siap nostalgia?
8) Halo 5: Guardians: Sayang Sekali…
Setelah Halo 4 sukses membangun narasi yang kuat antara Master Chief dan Cortana, Halo 5: Guardians punya tugas berat: melanjutkan kesuksesan itu. Tapi, sayangnya, banyak yang merasa Halo 5 kurang memuaskan. Fitur split-screen co-op hilang, kampanye terasa lebih pendek dan kurang fokus, dan peran Master Chief malah dikurangi. Padahal, kalau saja Halo 5 mampu memanfaatkan setting naratif dari Halo 4, game ini pasti bisa jadi blockbuster. It could have been legendary!
7) Halo 3: ODST: Malam di New Mombasa
Sebelum klimaks epik Halo 3, ada cerita sampingan yang menarik: Halo 3: ODST. Kita berperan sebagai ODST (Orbital Drop Shock Troopers) yang terpisah saat invasi Covenant di Bumi. Sebagai The Rookie, tugas kita adalah mencari anggota tim yang hilang. ODST menawarkan cerita yang lebih dalam dan latar quasi-open world. Sayangnya, game ini terasa seperti ekspansi yang dijual dengan harga full game. Kampanyenya pendek, dan multiplayer-nya adalah Halo 3 yang dikemas ulang. Tapi, di era modern ini, ODST jadi konten tambahan yang oke di Halo: The Master Chief Collection.
6) Halo: Combat Evolved: Sang Legenda yang Mulai Menua?
Tak bisa dipungkiri, Halo: Combat Evolved adalah fondasi dari segalanya. Game ini mendefinisikan gaming generasi Millennial, mengalihkan perhatian dari Nintendo 64 dan menawarkan pengalaman co-op yang lebih serius. Menembak Covenant, menyetir Warthog, dan menjatuhkan Banshee, semua terasa epic. Sayangnya, Halo: Combat Evolved tidak terlalu relate dengan gamer masa kini. Bahkan dengan remaster-nya pun, tidak ada fitur sprint, dan desain levelnya repetitif. Jadi, agak sulit mengajak gamer modern untuk terjun ke Halo original.
5) Halo Infinite: Dunia Terbuka, Potensi Terbuka
Halo Infinite adalah langkah besar bagi franchise Halo: dunia terbuka! Secara grafis dan mekanik, game ini sukses menyajikan dunia yang indah. Musuh baru dari The Banished dan Grappleshot sebagai gadget baru Master Chief juga terasa pas. Namun, Halo Infinite terasa seperti franchise yang masih mencari jati diri di tengah perubahan dunia gaming. Halo Infinite hampir tidak menampilkan Covenant, tapi berfokus pada Halo Zeta. Beberapa gamer merasa rindu pada ras alien original yang sudah menjadi bagian penting dari Halo sejak awal. Tapi, combat, musuh, dan boss battles di Halo Infinite tetap seru dan menyenangkan, apalagi setelah Halo 5.
4) Halo: Reach: Kisah Tragis Sebelum Sang Master Chief
Halo: Reach adalah prequel, berlatar sebelum Halo: Combat Evolved. Namun, game ini terasa lebih modern dan tetap seru dimainkan sampai sekarang. Halo: Reach adalah game Halo terakhir dari Bungie. Kita bermain sebagai Noble Six, anggota tim elit Noble Team, yang bertugas mempertahankan planet Reach dari invasi Covenant. Secara naratif, game ini menawarkan akhir yang memuaskan untuk era Bungie. Satu-satunya masalah adalah event di Reach tidak sepenuhnya sesuai dengan timeline di novel Halo: The Fall of Reach. Minor detail, lah.
3) Halo 4: Era Baru, Harapan Baru
Ada tekanan besar di Halo 4, karena ini adalah game Halo pertama yang dikembangkan oleh 343 Industries. Tapi, mereka berhasil menjawab tantangan itu dengan baik. Cerita Halo 3 memang sudah selesai, tapi masih ada cliffhanger kecil yang mengarah ke Halo 4. Master Chief terbangun dari tidur cryo dan hanyut ke planet Forerunner, Requiem. Selain Covenant, ada juga musuh baru: mech warriors dari Forerunner Empire, Prometheans. Hubungan Master Chief dan Cortana juga semakin dalam, karena Cortana semakin penting dalam cerita Halo.
2) Halo 2: Perspektif Baru, Musuh Jadi Sekutu?
Halo 2 berani mengambil langkah berbeda dengan menghadirkan karakter The Arbiter yang bisa dimainkan. Di game pertama, kita ngeri kalau diserbu musuh dengan Plasma Sword. Di Halo 2, kita bisa merasakan sendiri bagaimana rasanya menggunakan Plasma Sword sebagai The Arbiter. Kita juga bisa memahami Covenant lebih dekat. Yang lebih penting, Halo 2 menunjukkan bahwa Covenant bukan hanya ras alien musuh, tapi bisa jadi sekutu melawan Flood. Momen saat The Arbiter dan Master Chief bertemu adalah momen yang monumental. Goosebumps guaranteed!
1) Halo 3: Akhir Sebuah Era, Awal Sebuah Legenda
Banyak yang bilang, Halo 3 adalah game yang membuat anak laki-laki jadi dewasa. Misi terakhir Halo 3, menyetir Warthog dan melompat ke Forward Unto Dawn, adalah salah satu momen paling ikonik dalam sejarah gaming. Halo 3 menceritakan tentang Master Chief yang melawan invasi Flood dan Covenant di Bumi, dengan fokus pada aktivasi cincin Halo melalui Forerunner Ark di Bumi. Meskipun The Arbiter masih berperan penting, karakternya agak direduksi dibandingkan dengan perannya di Halo 2. Tapi, kekurangan itu tidak menghalangi Halo 3 untuk menjadi game terbaik dalam franchise Halo.
Jadi, begitulah peringkat game Halo menurut selera subjektif kita. Tentu saja, setiap gamer punya preferensi masing-masing. Yang jelas, Halo tetap menjadi franchise yang relevan dan dicintai oleh banyak orang. Dengan Halo Studios dan Unreal Engine 5, masa depan Halo terlihat semakin cerah. Siap untuk petualangan selanjutnya, Spartans?