Dark Mode Light Mode

Perkebunan Alassari dan Implikasi Seven Stones Indonesia

Siapa bilang liburan mewah dan peduli lingkungan itu nggak bisa jalan bareng? Bali, pulau dewata yang terkenal dengan keindahan alamnya, lagi naik level nih. Bayangin aja, ngopi enak di perkebunan kopi lokal sambil yoga di shala bambu. Kurang aesthetic apa coba? Nah, Seven Stones Indonesia baru aja ambil alih pengelolaan Alassari Plantation di Tabanan, Bali. Ini bukan cuma business deal biasa, tapi bukti nyata kalau pariwisata berkelanjutan itu bukan sekadar gimmick.

Bali emang lagi fokus banget sama pariwisata berkelanjutan. Nggak mau lagi deh cuma ngejar kuantitas turis, tapi lebih milih kualitas pengalaman yang authentic dan ramah lingkungan. Ini bukan berarti Bali nggak suka sama kalian yang suka party di Kuta, tapi lebih ke arah diversifikasi, biar semua kebagian senangnya. Intinya, Bali pengen jadi destinasi yang sustainable dan tetap menjaga keindahan alam serta budayanya.

Seven Stones Indonesia sendiri udah lama dikenal sebagai developer yang peduli lingkungan dan sosial. Misi mereka itu sederhana: "do good, then do well." Jadi, selain bikin bisnis lancar, mereka juga pengen memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Alassari Plantation, dengan konsep vila eco-conscious dan komitmen pelestarian budaya, pas banget sama visi mereka.

Alassari Plantation itu bukan cuma sekadar resort. Di sana, kamu bisa merasakan langsung ritme kehidupan masyarakat Bali, tanpa harus mengorbankan kenyamanan. Mulai dari nyeruput kopi yang ditanam di tempat, sampai menikmati pemandangan hijau yang memanjakan mata. Desainnya pun ramah lingkungan, dengan menggunakan linen bambu sustainable dan arsitektur low-impact. Keren, kan?

Bali Gak Mau Jadi Korban Popularitas? Emang Bisa?

Bali itu magnet buat turis. Jutaan orang datang setiap tahunnya. Bahkan, di tahun 2024, Bali menyumbang hampir separuh dari 11,7 juta wisatawan internasional yang datang ke Indonesia, dengan kontribusi signifikan terhadap pendapatan pariwisata sebesar US$20 miliar. Tapi, kesuksesan ini ada harganya.

Bali lagi berjuang mengatasi dampak buruk dari perencanaan tata ruang yang buruk, pembangunan berlebihan, degradasi lingkungan, kekurangan air, dan erosi budaya. Serius deh, ini bukan drama sinetron, tapi kenyataan pahit yang harus dihadapi. Bahkan, Canada’s National Observer bilang, Bali udah mencapai titik kritis. Ouch!

Oleh karena itu, pemerintah daerah dan pelaku industri pariwisata sepakat untuk beralih ke pariwisata berkualitas. Prioritasnya adalah keberlanjutan dan pelestarian budaya. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan moratorium pembangunan hotel baru di daerah yang sudah terlalu padat, dan mempromosikan inisiatif ekowisata yang bermanfaat bagi masyarakat lokal. Tabanan, contohnya, melindungi hampir 18.000 hektar sawah di bawah peraturan ketat untuk menjaga ketahanan pangan dan warisan budaya.

Eco-Friendly di Bali: Beneran atau Cuma Jualan?

Peralihan ke pariwisata berkelanjutan ini memang patut diapresiasi, bahkan bisa dibilang urgent. Tapi, ada tantangannya juga. Gimana caranya memastikan kalau eco-resort beneran menerapkan praktik berkelanjutan? Butuh standar yang ketat dan pengawasan yang serius.

Risiko greenwashing, di mana pengembang mengklaim ramah lingkungan tanpa tindakan nyata, nggak boleh diremehkan. Apalagi, salah satu komponen kunci dari pariwisata berkelanjutan adalah mengintegrasikan masyarakat lokal ke dalam proyek untuk memastikan manfaatnya didistribusikan secara adil dan integritas budaya dijaga. Jangan sampai cuma bikin konten Instagramable aja, tapi nggak ada dampak positif buat masyarakat.

Dengan mengatasi tantangan ini secara proaktif, Seven Stones Indonesia punya potensi besar untuk menetapkan standar emas untuk pariwisata berkelanjutan, dimulai dari Tabanan. Mereka bisa membuktikan kalau keuntungan dan tanggung jawab bisa berjalan seiringan. Ini kayak makan rendang tapi nggak bikin kolesterol naik. Impossible? Maybe not!

Alassari Plantation: Lebih Dari Sekadar Kopi Enak

Kerja sama antara Seven Stones Indonesia dan Alassari Plantation ini adalah langkah positif menuju industri pariwisata yang lebih berkelanjutan dan menghormati budaya di Bali. Dengan fokus pada kualitas daripada kuantitas, dan dengan berinvestasi pada pengembangan yang menghormati keindahan alam dan warisan budaya pulau itu, Bali dapat membuka jalan bagi model pariwisata yang layak secara ekonomi dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Seiring dengan semakin sadarnya wisatawan terhadap dampak lingkungan mereka, inisiatif seperti ini tidak hanya memenuhi tuntutan pasar yang terus berkembang, tetapi juga membantu melindungi Bali sebagai destinasi pilihan untuk generasi mendatang. Ini kayak investasi jangka panjang, biar cucu kita nanti masih bisa lihat indahnya sawah terasering.

Dampak Positifnya Apa Aja? Banyak!

  • Pelestarian Lingkungan: Dengan memprioritaskan desain low-impact dan upaya konservasi, proyek-proyek ini membantu melindungi hutan hujan, sawah, dan sumber air di Tabanan. Ini sejalan dengan upaya Bali untuk memerangi degradasi lingkungan.
  • Pemberdayaan Ekonomi: Resort berkelanjutan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, mulai dari peran hospitality hingga peluang di bidang pertanian dan kerajinan. Perkebunan kopi Alassari, misalnya, mendukung petani lokal, dan inisiatif serupa dapat meningkatkan ekonomi Tabanan tanpa bergantung pada pariwisata massal.
  • Vitalitas Budaya: Dengan mengintegrasikan tradisi Bali ke dalam pengalaman tamu, Seven Stones Indonesia memperkuat identitas budaya pulau itu. Ini tidak hanya memperkaya kunjungan wisatawan tetapi juga menumbuhkan kebanggaan di kalangan penduduk setempat, melestarikan praktik-praktik seperti Tri Hita Karana.
  • Pengaruh Global: Seiring Bali memimpin dalam pariwisata eco-sustainable, ia memberikan contoh bagi destinasi lain di seluruh dunia. Keberhasilan proyek seperti Alassari dapat menginspirasi pergeseran global menuju perjalanan yang berfokus pada kualitas, mengurangi jejak lingkungan dari pariwisata.

Menuju Bali yang Lebih Baik

Alassari Plantation dan Seven Stones Indonesia bukan hanya sekadar business deal, tapi komitmen untuk Bali yang lebih baik dan lebih berkelanjutan. Ini adalah kesempatan bagi pulau itu untuk merebut kembali statusnya sebagai surga yang tumbuh subur selaras dengan alam dan budaya.

Natha Loka: Eco Village Masa Depan?

Selain Alassari Plantation, Seven Stones Indonesia juga punya proyek keren lainnya, yaitu Natha Loka Kemetug Eco Village. Konsepnya mirip-mirip, tapi lebih ke arah hunian dan retret yang menekankan keberlanjutan, integrasi komunitas, dan filosofi Tri Hita Karana. Lokasinya di perbukitan Gunung Salak, Bali Barat, jadi kebayang kan sejuknya kayak apa?

Jadi, udah siap merasakan Bali yang sustainable? Kunjungi Alassari Plantation atau hubungi Seven Stones Indonesia langsung. Jangan lupa pantengin terus update tentang Natha Loka Kemetug Eco Village dan proyek-proyek baru lainnya di Tabanan. Semoga pariwisata nggak cuma ngambil, tapi juga ngasih balik ke alam dan masyarakat. Setuju?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Tinjauan Kementerian atas Tambang Nikel di Raja Ampat Picu Kekhawatiran Ekologis

Next Post

RPG Terbaik Jika 'Oblivion Remastered' Jadi Kenyataan