Entah kenapa, tragedi seringkali menghampiri kita di saat-saat yang paling tidak terduga. Bayangkan saja, sedang asyik menikmati konser musik, tiba-tiba… bam! Kenyataan pahit menghantam. Dunia memang penuh kejutan, tapi kadang kejutan itu tidak selalu menyenangkan.
Peristiwa di festival musik Nova pada tanggal 7 Oktober lalu seakan menjadi pukulan telak. Namun, di tengah kompleksitas situasi di Timur Tengah, memilih untuk berhati-hati tampaknya bijak. Terkadang, diam bukan berarti apatis, melainkan bentuk kehati-hatian dalam menyikapi isu yang begitu pelik.
Sebagai salah satu pendiri organisasi ONE yang berfokus pada penanggulangan AIDS dan kemiskinan ekstrem di Afrika, fokus utama seharusnya tertuju pada krisis kemanusiaan yang terjadi di sana. Perdarahan nyawa di Sudan atau Ethiopia jarang sekali menjadi berita utama. Bayangkan, perang saudara di Sudan telah merenggut 150.000 nyawa, dan 2 juta orang terancam kelaparan. Ini belum termasuk pemotongan dana USAID dan PEPFAR, program penyelamat hidup bagi kaum papa yang telah diperjuangkan ONE selama puluhan tahun. Ironisnya, pemangkasan dana ini diperkirakan akan menyebabkan kematian ratusan ribu anak dalam beberapa tahun ke depan.
Namun, tentu saja, tidak ada hierarki dalam penderitaan. Setiap nyawa berharga, dan setiap tragedi memiliki dampaknya tersendiri.
Gambar-gambar anak-anak kelaparan di Jalur Gaza mengingatkan pada perjalanan kemanusiaan ke stasiun makanan di Ethiopia 40 tahun lalu. Dejavu! Kelaparan yang disebabkan oleh tangan manusia. Menyaksikan malnutrisi kronis dari dekat adalah pengalaman yang membekas, terutama ketika korbannya adalah anak-anak.
Ketika hilangnya nyawa warga sipil dalam skala besar terlihat begitu terencana, khususnya kematian anak-anak, maka kata “kejahatan” bukanlah sekadar hiperbola. Dalam teks suci Yahudi, Kristen, dan Muslim, kejahatan seperti ini harus dilawan.
Kejahatan di Festival Nova dan Konsekuensi yang Mengerikan
Pemerkosaan, pembunuhan, dan penculikan warga Israel di festival musik Nova adalah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi. Di malam yang kelabu itu, politik bukanlah prioritas. Yang terpenting adalah mengekspresikan rasa sakit yang dirasakan oleh semua orang, terutama para pecinta musik yang menjadi korban. Mereka bersembunyi di bawah panggung di Kibbutz Re’im, lalu dibantai dalam jebakan keji untuk memicu perang yang berpotensi mengubah peta dari sungai hingga ke laut. Judi yang dimainkan oleh pemimpin Hamas dengan nyawa dua juta warga Palestina. Sebuah upaya untuk menabur benih intifada global.
Yahya Sinwar, pemimpin Hamas, rela kalah dalam pertempuran atau bahkan perang, asalkan ia bisa menghancurkan Israel sebagai kekuatan moral dan ekonomi. Sebagai balasan atas serangan Hamas, Israel melancarkan serangan balasan yang terlihat semakin tidak proporsional dan mengabaikan nyawa warga sipil tak bersalah di Gaza. Hamas sengaja memposisikan diri di bawah target sipil, menggali terowongan dari sekolah ke masjid ke rumah sakit. Sebuah taktik yang keji, namun Israel diharapkan bisa kembali berpikir jernih.
Hamas bukanlah representasi dari seluruh rakyat Palestina. Rakyat yang selama puluhan tahun menderita marginalisasi, penindasan, pendudukan, dan perampasan tanah yang menjadi hak mereka.
Ironi Sejarah dan Jeritan Keadilan
Mengingat pengalaman sejarah kita sendiri tentang penindasan dan pendudukan, tidak heran jika banyak orang di Indonesia telah lama berkampanye untuk keadilan bagi rakyat Palestina. Kita tahu bahwa Hamas menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang, tetapi sekarang Israel juga melakukan hal yang sama. Sebuah kegagalan moral yang memuakkan.
Pemerintah Israel bukanlah bangsa Israel. Namun, pemerintah Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu saat ini pantas mendapatkan kecaman yang tegas dan tanpa syarat. Tidak ada pembenaran untuk kebrutalan yang ia dan pemerintah sayap kanannya lakukan terhadap rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Retorika yang Mengkhawatirkan dan Masa Depan yang Suram
Mereka yang membantah laporan-laporan kebrutalan tersebut tidak menuntut akses bagi jurnalis dan tampaknya tuli terhadap retorika yang mengungkapkannya. Contohnya, Menteri Warisan Israel mengklaim bahwa pemerintah berlomba-lomba untuk menghapus Gaza. Menteri Pertahanan dan Menteri Keamanan Israel berpendapat bahwa tidak ada bantuan yang boleh masuk ke wilayah tersebut. “Tidak sebutir pun gandum.” Dan sekarang Netanyahu mengumumkan pengambilalihan militer Kota Gaza, yang oleh sebagian besar komentator yang berpengetahuan luas dipahami sebagai eufemisme untuk penjajahan Gaza.
Apakah dunia sudah selesai dengan pemikiran sayap kanan yang jauh ini? Kita tahu ke mana arahnya: perang dunia, milenarianisme. Mungkinkah dunia pantas tahu ke mana arah bangsa demokratis yang dulunya menjanjikan ini, kecuali ada perubahan haluan yang dramatis? Apakah yang dulunya merupakan oasis inovasi dan pemikiran bebas kini berada di bawah kendali fundamentalisme? Apakah warga Israel benar-benar siap membiarkan Benjamin Netanyahu melakukan kepada Israel apa yang gagal dicapai musuh-musuhnya selama 77 tahun terakhir?
Seruan untuk Perdamaian dan Keadilan
Sebagai seseorang yang telah lama percaya pada hak Israel untuk eksis dan mendukung solusi dua negara, saya ingin memperjelas bahwa band U2 mengutuk tindakan tidak bermoral Netanyahu dan bergabung dengan semua orang yang telah menyerukan penghentian permusuhan di kedua belah pihak.
Jika suara-suara di luar Israel tidak didengar, maka dengarkanlah suara-suara Yahudi. Dengarkan lebih dari 100.000 warga Israel yang berdemonstrasi menuntut diakhirinya perang.
Band U2 berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Palestina yang benar-benar mencari jalan menuju perdamaian dan koeksistensi dengan Israel dan dengan tuntutan mereka yang sah dan sah untuk menjadi negara. Kami berdiri dalam solidaritas dengan para sandera yang tersisa dan memohon agar seseorang yang rasional menegosiasikan pembebasan mereka. Mungkinkah Marwan Barghouthi yang oleh mantan kepala Mossad Efraim Halevy digambarkan sebagai “mungkin orang yang paling waras dan paling berkualitas” untuk memimpin Palestina?
Bantuan Kemanusiaan dan Harapan untuk Masa Depan
Kami mendesak lebih banyak orang baik di Israel untuk menuntut akses tanpa hambatan oleh para profesional untuk memberikan perawatan kritis yang dibutuhkan di seluruh Gaza dan Tepi Barat. Dan untuk membiarkan jumlah truk yang benar masuk. Dibutuhkan lebih dari 100 truk per hari untuk menanggapi kebutuhan dengan serius, lebih seperti 600. Banjir bantuan kemanusiaan juga akan merusak pasar gelap yang telah terjadi untuk keuntungan Hamas.
Band U2 berjanji untuk memberikan dukungan kami dengan menyumbang ke Medical Aid For Palestinians.
Kesimpulannya, situasi di Timur Tengah sangat kompleks dan membutuhkan pemikiran yang cermat. Semua pihak harus menahan diri dan mencari solusi damai untuk mengakhiri penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tragedi seperti yang terjadi di festival musik Nova tidak pernah terjadi lagi. Dunia ini sudah cukup kacau, jangan ditambah lagi.