Dark Mode Light Mode

Pete Doherty: Dari Kehidupan Kacau ke Potret Domestik yang Menawan

Siapa bilang musisi rock nggak bisa mellow? Pete Doherty, sang enfant terrible dari The Libertines, membuktikan sebaliknya dengan album solonya, Felt Better Alive. Siap-siap kaget, karena Doherty yang biasanya garang, kini hadir dengan sisi yang lebih manis dan…bisa dibilang, cuddly.

Dari Rock N Roll ke ‘Les Airs': Transformasi Pete Doherty

Setelah comeback The Libertines yang unexpectedly sukses dengan All Quiet on the Eastern Esplanade, Doherty melanjutkan momentum positifnya. Album solo ini menampilkan Doherty yang jauh berbeda. Bayangkan melodi-melodi quirky yang dihiasi dengan gesekan biola anggun, tiupan terompet yang sendu, bahkan solo clarinet! Di lagu "Pot of Gold" yang ditulis untuk putrinya, Doherty bernyanyi, "Hush my darling, oh don’t you cry/ Daddy’s trying to write you a lullaby/ And if that lullaby’s a hit, Dad can buy you loads of cool shit/ And forget about the time when they always tried to run me out of town." Menyentuh, bukan?

Album ini seakan menjadi bukti bahwa Doherty telah menemukan kedamaian di pedesaan Prancis, jauh dari gemerlap dan hingar bingar dunia rock n roll. Ia "plotted up" bersama istri dan putrinya, dan menemukan kembali kebahagiaan dalam melodi-melodi sederhana, atau seperti yang ia sebut, "les airs" di l’air francais. Mungkin ini yang namanya healing era ala Pete Doherty.

Sentuhan The Beatles yang Kental

Jangan kaget kalau di album ini kamu menemukan banyak sekali referensi ke The Beatles. Mulai dari gitar elektrik yang lirih di "The Day The Baron Died", bass line ala "Rain" di "Stade Ocean", hingga gaya nursery rhyme ala musical hall di "Out of Tune Balloon".

Kepindahan Doherty ke pedesaan Prancis mengingatkan kita pada Paul McCartney yang memilih Isle of Mull setelah The Beatles bubar. Di sanalah Macca belajar menjadi "laki-laki" dengan melakukan berbagai pekerjaan DIY. Lelah dengan hiruk pikuk ketenaran, ia menemukan kembali "kesederhanaan" dan "kebebasan untuk mencoba hal-hal baru". Energi musiknya pun terisi kembali, dan melodi-melodi mulai mengalir, meski dengan sentuhan whimsy yang lebih kekanak-kanakan. Hal serupa terjadi pada Doherty.

Kontradiksi yang Menarik: Charming, Callous, dan Segala Antara

Seperti sang komposer yang berusia 46 tahun, lagu-lagu baru ini charming, callous, jenaka, kasar, lembut, transenden, dan menyebalkan secara bergantian, atau bahkan sekaligus. Awalnya, saya agak ragu dengan petikan akustik di lead single "Calvados". Apakah hymn Doherty untuk kehidupan petani Normandy yang indah (dan "istri petani mengorek giginya dengan pisau saku") sedikit merendahkan? Tapi sulit untuk menolak daya tarik hook yang sangat matang dan lirik tentang tradisi, kebun buah, dan keterampilan merawat tong yang dibutuhkan untuk membuat "emas cair". Ternyata, Doherty masih minum alkohol.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah mendengar mantan pecandu heroin ini bernyanyi tentang "Fingee" (bahasa gaul untuk narkoba) di lagu yang sama. Lagu ini seperti perpaduan antara obrolan cockney yang dipetik dengan chorus yang melamun dan dipenuhi saksofon, meniru cara hiruk pikuk skor menyerah pada high. Interesting, isn't it?

Pete Doherty: Pencerita Ulung yang Karismatik

Doherty tetaplah seorang pencerita ulung yang karismatik. Meskipun kamu mungkin tidak selalu bisa mengikuti alur ceritanya, ia tetap membuatmu merasa seperti berada di sana. Penyanyi-penulis lagu Irlandia, Lisa O’Neill, membawa ketegasan yang tajam untuk menembus ancaman riang Doherty di "Poca Mahoney’s", sebuah lagu yang karakter-karakternya termasuk seorang pengedar narkoba dan seorang pastor Katolik yang kasar. Dia meludahkan bahwa "jiwa kecilku berusia lima tahun" untuk menambahkan perhitungan pada kisah mengembara Doherty. Sebuah organ pasar malam yang kotor mendukung kisah ritual tepi laut, dan gema lagu perang saudara lama, "When Johnny Comes Marching Home", bergema melalui spaghetti western dari judul lagu.

By the way, udah dengerin lagu "Calvados"? Coba deh, mungkin kamu juga jadi pengen liburan ke Normandy dan minum Calvados sambil makan keju brie.

Apakah Ini Hit Baru Pete Doherty?

Entah putrinya Doherty menginginkan "loads of shit" atau tidak, saya curiga dia punya hit lain di tangannya. Album ini bukti bahwa Doherty masih punya daya tarik yang kuat, bahkan ketika ia memilih jalur yang lebih mellow. Jadi, siap-siap terhanyut dalam Felt Better Alive.

Ngomong-ngomong, abis dengerin album ini, saya jadi pengen belajar main clarinet. Siapa tahu bisa bikin lagu quirky juga, kan?

Album Felt Better Alive ini menunjukkan evolusi Pete Doherty sebagai musisi. Dari pemberontak urakan menjadi seniman yang lebih reflektif dan introspektif. Mungkin ini yang dinamakan growing up, ala Pete Doherty.

Intinya, Felt Better Alive adalah album yang unexpectedly bagus. Album ini menunjukkan sisi Pete Doherty yang belum pernah kita lihat sebelumnya, dan membuktikan bahwa ia masih punya banyak hal untuk ditawarkan. Jadi, tunggu apa lagi? Buruan dengerin!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Fitur AI dan Aksesibilitas Baru Chrome Android: Baca Lebih Mudah, Jelajahi Lebih Luas

Next Post

Indonesia Selidiki Perdagangan Satwa Liar Terkait Pencucian Uang