Dunia rugby putri sedang bersiap untuk momen epik, dan jika ada yang merasa tekanan di pundak mereka, mungkin itu adalah tim Inggris, Red Roses. Mereka bukan sekadar tim, melainkan pasukan super yang telah menciptakan rekor tak terkalahkan bak pahlawan di film aksi, dan kini mereka bersiap untuk sebuah Piala Dunia di rumah sendiri. Bayangkan saja, jika kemenangan mereka seperti drama Korea, maka ini adalah episode terakhir yang ditunggu-tunggu, di mana harapan seluruh negara bergantung pada seberapa piawainya mereka menghindari “plot twist” yang menyakitkan.
## Drama Tak Terkalahkan: Ketika Dominasi Menjadi Beban
Tim Rugby Putri Inggris, yang dijuluki Red Roses, melangkah ke Piala Dunia di kandang sendiri sebagai favorit panas. Ini bukan sekadar pujian kosong; mereka telah menyapu bersih semua lawan sejak kekalahan menyakitkan dari Selandia Baru di final turnamen 2022. Bahkan kekalahan 34-31 di Auckland itu, satu-satunya noda dalam 58 pertandingan terakhir mereka, sedikit dimaafkan oleh kartu merah awal untuk _winger_ Lydia Thompson. Sejak itu, mereka bagai karakter utama game yang sudah terlalu _overpowered_, sulit dihentikan.
Skuad ini telah mencatat 27 pertandingan dan lebih dari 1.000 hari tanpa kekalahan. Mereka juga berhasil merebut tujuh gelar Six Nations berturut-turut, sebuah pencapaian yang membuat tim lain hanya bisa menghela napas. Puncak dari dominasi ini adalah ketika mereka berhasil membalas dendam terhadap Black Ferns, julukan tim Selandia Baru, dengan memenangkan tiga pertemuan berikutnya. Rasanya seperti menonton sekuel di mana pahlawan akhirnya mendapatkan kemenangan yang pantas mereka dapatkan.
Pasukan asuhan John Mitchell ini akan memulai perjalanan mereka merebut kejayaan Piala Dunia pada Jumat malam melawan Amerika Serikat di Sunderland. Di Pool A, mereka juga akan menghadapi Samoa dan Australia, lawan-lawan yang mungkin terasa seperti _mini-boss_ sebelum _final boss_. Tentu saja, mengangkat trofi di Twickenham adalah tujuan utama mereka.
Namun, ambisi ini tidak hanya tentang piala semata. Tujuan tersebut juga terkait erat dengan aspirasi besar untuk mengangkat level olahraga putri. Para pemain Inggris sendiri berulang kali menyebutkan pertumbuhan pesat sepak bola putri, yang dipicu oleh kemenangan Lionesses di Euro 2022 di Wembley, sebagai inspirasi. Mereka ingin menciptakan “efek Lionesses” versi rugby.
Sally Horrox, kepala rugby putri World Rugby, juga merasakan peluang besar di lima minggu ke depan ini. Menurutnya, “Waktu untuk rugby putri telah tiba, waktu untuk olahraga putri telah tiba.” Horrox melanjutkan, “Sangat penting bagi kami untuk memanfaatkan peluang ini sebaik-baiknya. Apa yang kami alami di Inggris ini akan menjadi _launchpad_ untuk pertumbuhan di masa depan.” Ini adalah momen yang ditunggu-tunggu, seolah-olah seluruh alam semesta berkonspirasi untuk mengantar rugby putri ke puncak.
## Tiket Ludes, Rekor Pecah: Antusiasme yang Melambung Tinggi
Sejak AS memenangkan Piala Dunia perdana pada tahun 1991, hanya Selandia Baru, yang mengoleksi enam gelar, dan Inggris, dengan dua kemenangan sebelumnya, yang pernah mencicipi manisnya juara. Ini adalah lingkaran elite yang sulit ditembus, seolah hanya mereka yang punya _cheat code_ rahasia. Kini, Piala Dunia 2025 datang dengan format baru yang lebih ambisius.
Untuk edisi 2025, kompetisi telah diperluas dari 12 tim menjadi 16, sebuah trofi perak sterling baru telah diperkenalkan, dan antusiasme penonton sudah berada pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini bukan sekadar turnamen, ini adalah festival olahraga yang siap memecahkan rekor.
Lebih dari 375.000 dari 470.000 tiket yang tersedia untuk 32 pertandingan di delapan kota telah terjual habis. Rekor kehadiran penonton untuk pertandingan rugby putri pun dipastikan akan terpecahkan pada Sabtu, 27 September di final yang sudah _sold out_ di Allianz Stadium. Stadion berkapasitas 82.000 penonton di London barat daya ini akan menjadi saksi sejarah, seolah seluruh kota ingin menjadi bagian dari momen epik ini.
Inggris mungkin menanggung sebagian besar ekspektasi, tetapi ada banyak antisipasi di antara negara-negara asal lainnya. Wales dan Skotlandia akan saling berhadapan dalam pertandingan pembuka Pool B yang berpotensi menjadi penentu, sebelum _showdown_ dengan favorit grup Kanada, yang duduk di peringkat kedua dunia, dan Fiji. Pertarungan ini diprediksi akan seintens episode _reality show_ yang penuh drama.
Irlandia, yang saat ini berada di peringkat kelima, akan berusaha menebus kekecewaan karena gagal lolos ke Piala Dunia sebelumnya. Mereka berharap dapat melaju dari Pool C, yang akan mereka tutup dengan menghadapi Selandia Baru setelah Jepang dan Spanyol. Sementara itu, Amerika Selatan akan diwakili untuk pertama kalinya dengan debutan tunggal, Brasil, yang mencoba membuat kejutan melawan Prancis, Afrika Selatan, dan Italia di Pool D. Ini adalah kesempatan bagi _underdog_ untuk menunjukkan taringnya.
## Bintang Lapangan dan Jejak Abadi: Lebih dari Sekadar Pertandingan
Jika turnamen ini ingin meninggalkan warisan abadi, ia akan membutuhkan sejumlah nama bintang untuk memimpin jalan. Mereka adalah _influencer_ sejati di lapangan, yang aksinya bisa menginspirasi jutaan orang. Pemain terbaik dunia tahun ini, Ellie Kildunne, menjadi _headline_ utama bakat luar biasa di kubu Inggris.
Selain Kildunne, ada juga talenta muda yang menjanjikan, seperti Caitlyn Halse yang berusia 18 tahun dari Australia, _back-row_ Selandia Baru Jorja Miller, dan Sophie de Goede dari Kanada. Masing-masing memiliki potensi untuk menyemarakkan jalannya pertandingan. Mereka adalah para _protagonis_ yang akan membuat setiap pertandingan terasa seperti tayangan _blockbuster_.
Semua bahan sudah tersedia untuk sebuah _showcase_ sejati dari olahraga putri yang terbaik. Momen ini bisa saja menjadi titik balik yang signifikan, sebuah _watershed moment_ yang akan mengubah lanskap rugby putri selamanya. Jika Inggris dapat menangani tekanan layaknya seorang _gamer_ pro di turnamen besar, kemenangan bersejarah di kandang sendiri – dan yang ketiga secara keseluruhan setelah kesuksesan pada 1994 dan 2014 – akan menjadi sesuatu yang patut dikenang. Namun, jika tidak, Selandia Baru, Kanada, dan Prancis adalah pesaing utama yang siap memanfaatkan peluang ini. Ini adalah _plot twist_ yang harus dihindari para Red Roses.