Apakah kamu pernah merasa semua game AAA itu… sama saja? Tenang, kamu tidak sendirian. Di tengah lautan sekuel dan reboot, kadang kita merindukan sesuatu yang… aneh. Nah, Capcom sepertinya mendengarkan jeritan hati kita dengan Pragmata, sebuah game yang berani tampil beda.
Capcom: Dari Monster Hunter Hingga Eksperimen Sci-Fi
Capcom, nama besar di industri game, terus memukau kita dengan franchise andalannya. Sebut saja Monster Hunter yang makin digandrungi, Resident Evil yang terus menghantui kita dengan zombie-zombienya, dan Street Fighter yang menjadi legenda di komunitas game fighting. Mereka juga menyiapkan Onimusha baru dan Devil May Cry selalu memukau. Tapi, di balik kesuksesan ini, Capcom juga berani bereksperimen dengan hal-hal baru, dan Pragmata adalah contoh terbarunya.
Pragmata, sebuah third-person shooter dengan sentuhan sci-fi, sempat mencuri perhatian di Summer Game Fest 2025. Bahkan hanya dengan demo singkat selama 15 menit, game ini berhasil membuat banyak orang penasaran. Lalu, apa yang membuatnya begitu istimewa?
Mungkin terdengar membosankan: satu lagi game sci-fi third-person shooter. Tapi, Pragmata menunjukkan bagaimana satu ide brilian bisa membedakan sebuah game dari kerumunan. Di sini, kamu tidak sekadar menembak musuh. Kamu harus melakukan hacking untuk membuka kelemahan mereka. Serius!
Cara kerjanya cukup unik. Kamu membidik musuh, lalu terlibat dalam mini-game hacking di mana kamu harus menghubungkan node-node tertentu dalam grid 5×5 menggunakan tombol-tombol controller. Dan, ingat, kamu harus melakukan ini secara real-time, sambil dikejar-kejar robot-robot bengis di ruangan sempit. Bayangkan paniknya!
Jika kamu cukup cekatan dengan kemampuan menghindar menggunakan rocket-boost, dan cerdik dalam mengatur posisi, kamu bisa melakukannya tanpa terluka. Dan rasanya… sangat memuaskan! Karena sebagian besar pertarungan terjadi di ruang terbatas, menciptakan ruang untuk hacking dan menembak bisa menjadi tantangan tersendiri.
Hacking: Lebih dari Sekadar Menembak
Pragmata tidak secepat Vanquish atau Returnal. Gerakannya lebih mirip Dead Space atau Gears of War, dengan nuansa chunky dan heavy yang justru disukai. Kamu juga tidak dibekali dengan banyak senjata. Kamu memiliki pistol dengan enam peluru (dan amunisi tak terbatas), tapi kamu juga bisa menemukan senjata sekali pakai seperti senapan berat yang lambat tapi kuat, atau senjata Bola untuk melumpuhkan musuh sementara. Senjata-senjata efektif dengan jumlah terbatas ini memaksamu untuk lebih kreatif dan membuat pertarungan jadi lebih menarik. Strategi adalah kunci untuk memenangkan setiap pertarungan.
Karena kamu tidak hanya menembak robot dan drone secara membabi buta, setiap pertarungan terasa lebih deliberate. Hal ini penting agar mini-game hacking tidak terasa membosankan. Kekhawatiran saat ini adalah apakah daya tarik mini-game hacking ini akan memudar seiring berjalannya waktu. Semua tergantung pada bagaimana mekanisme gameplay berkembang dan bagaimana pertarungan selanjutnya menghadirkan tantangan baru. Sayangnya, demo berakhir tepat saat kamu mendekati sebuah mech besar yang tampaknya menjadi pertarungan boss. Padahal, itu bisa menjadi kesempatan untuk menunjukkan potensi Pragmata yang lebih besar.
Bukan Cuma Pertarungan, Tapi Juga Puzzle
Hacking juga terintegrasi dalam puzzle lingkungan dan eksplorasi. Kamu akan dihadapkan dengan berbagai macam prompt tombol berurutan untuk menonaktifkan kunci keamanan atau mengakses terminal. Hal-hal kecil seperti ini penting untuk memecah tempo dalam game yang cukup linier, di mana kamu selalu menunggu-nunggu pertarungan besar berikutnya. Kamu membutuhkan variasi untuk menyeimbangkan bahkan bagian terbaik dari sebuah campaign. Untungnya, interaksi dengan level-level masih melibatkan premis hacking dalam beberapa bentuk.
Baik dalam pertarungan maupun eksplorasi, selalu menyenangkan saat sebuah game memberikan elemen aktif untuk berinteraksi dengan gameplay intinya. Meskipun genre-nya sangat berbeda, mekanisme berbasis waktu di Clair Obscur: Expedition 33 membuat pertarungan RPG berbasis giliran terasa segar. Bahkan gesture-based inputs untuk kemampuan di Scarlet Nexus adalah cara yang menyenangkan untuk membedakan diri dari action-RPG lainnya. Jika Pragmata bisa mengembangkan ide-ide terbaiknya dengan cara yang cerdas, game ini mungkin bisa ikut meramaikan percakapan.
Misteri di Balik Layar: Siapa Hugh dan Diana?
Demo ini tidak banyak bercerita tentang story (dan untungnya, lebih fokus pada gameplay yang menarik). Tapi, demo ini membuat kita penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi di Pragmata. Premis dasarnya adalah kamu terjebak di stasiun ruang angkasa berteknologi tinggi di bulan. Kamu mengendalikan seorang pria bernama Hugh yang mengenakan mech suit dan menggunakan berbagai macam senjata api yang kuat. Sementara itu, seorang gadis kecil misterius bernama Diana, yang merupakan ahli hacking, duduk di bahumu untuk meretas musuh. Tapi, bahkan jika story-nya hanyalah sarana untuk membawamu melewati skenario pertarungan yang unik dan mendebarkan, itu sudah cukup. Yang penting gameplay-nya seru!
Pragmata, yang pertama kali diumumkan pada tahun 2020, sempat menghilang tanpa kabar selama bertahun-tahun. Setelah penundaan yang cukup lama, akhirnya kita tahu bahwa game ini benar-benar ada dan akan dirilis pada tahun 2026. Mungkin Pragmata tidak akan menjadi game terhebat berikutnya atau menjadi pilar katalog Capcom. Tapi, ide-ide baru dan dieksekusi dengan baik selalu layak diapresiasi. Apalagi di saat rilis game AAA terkadang terasa… itu-itu saja.
Pragmata menawarkan sesuatu yang berbeda: perpaduan aksi, strategi, dan sedikit kegilaan hacking. Apakah game ini akan menjadi hit besar? Waktu yang akan menjawab. Tapi, satu hal yang pasti: Pragmata berani tampil beda, dan itu sudah merupakan kemenangan tersendiri. Kita tunggu saja bagaimana experiment Capcom ini akan membuahkan hasil. Yang jelas, siapkan jari-jarimu untuk bermain mini game hacking di tengah medan pertempuran!