Siap-siap, drama politik dan musik kembali bersemi! Kali ini, tokoh yang (mungkin) tidak perlu disebutkan namanya lagi itu, kembali melancarkan serangan, dan sasarannya? Tidak lain dan tidak bukan adalah band indie rock kebanggaan Kanada, Arcade Fire. Sepertinya, selera musik memang urusan yang sangat personal ya, bahkan bisa memicu konflik internasional.
Mungkin kita bertanya-tanya, kenapa Arcade Fire? Apa dosa mereka? Mari kita selami lebih dalam perseteruan yang (mungkin) lebih seru dari sinetron stripping ini. Di era digital ini, opini memang tersebar luas bagai virus, dan sepertinya ada yang merasa keki dengan opini yang kurang menyenangkan tentang dirinya.
Bukan rahasia lagi jika musisi seringkali menyuarakan pandangan politik mereka. Dari zaman Bob Dylan hingga Rage Against the Machine, musik dan aktivisme memang sering berjalan beriringan. Lalu, apa yang membuat kasus ini jadi nyeleneh?
Ketika Politik Menginvasi Playlist: Mengapa Arcade Fire Jadi Target?
Menurut pernyataan yang beredar, sang mantan presiden merasa tersinggung oleh Arcade Fire, yang menurutnya "bernama sangat menyedihkan" dan menghasilkan "musik yang tidak bagus". Kita semua tahu bahwa musik itu subjektif, tapi sepertinya ada yang gagal paham bahwa perbedaan selera itu wajar-wajar saja.
Lebih lanjut, ia menuding bahwa Arcade Fire telah "sangat kasar" terhadap dirinya. Entah apa yang memicu kemarahan ini, namun yang jelas, drama ini melibatkan sang putra tercinta, yang dikabarkan tidak akan lagi menghadiri "pertunjukan variasi" band tersebut. Drama queen, bukan?
Sejarah mencatat bahwa Will Butler, salah satu personel Arcade Fire, memang vokal menentang sang mantan presiden sejak tahun 2016. Ia bahkan menyebutnya sebagai "mimpi buruk". Di lagu Arcade Fire tahun 2017, ‘I Give You Power', terdapat lirik yang cukup menohok, seolah memberikan kekuatan namun siap merebutnya kembali. Power move, sekali.
Tidak hanya itu, Will Butler juga lantang menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap isu rasisme yang dilontarkan sang mantan presiden. Ia membela Haiti, menyebutnya sebagai tempat yang "sangat istimewa dan menakjubkan". Sepertinya, respect terhadap perbedaan adalah hal yang sangat penting bagi Arcade Fire.
Dari "Mimpi Buruk" hingga "Musik yang Tidak Bagus": Kronologi Perseteruan
Jika sang "putra yang sangat tinggi" baru mengetahui opini Arcade Fire sekarang, bisa jadi ia memang bukan penggemar berat dari awal. Atau, mungkin, filter bubble di media sosialnya terlalu kuat sehingga baru sekarang informasi ini sampai ke telinganya. Anyway, it's a drama.
Kehilangan dukungan dari Arcade Fire, Bruce Springsteen, dan Taylor Swift mungkin terasa menyakitkan bagi sebagian orang. Tapi, hei, setidaknya masih ada The Village People dan Kid Rock, kan? Mungkin playlist kampanye selanjutnya akan lebih berwarna dengan sentuhan YMCA.
Bagi sebagian dari kita, perseteruan ini mungkin terasa konyol. Namun, ini adalah pengingat bahwa politik dan budaya pop seringkali bersinggungan. Opini, selera, dan nilai-nilai pribadi dapat menjadi pemicu konflik, bahkan di level yang paling tinggi.
Arcade Fire vs. Si "Mantan": Lebih dari Sekadar Selera Musik
Lalu, apa yang sebenarnya bisa kita pelajari dari drama ini? Selain fakta bahwa selera musik itu personal dan tidak bisa dipaksakan, kita juga diingatkan tentang pentingnya menyuarakan pendapat, membela nilai-nilai yang kita yakini, dan tidak takut untuk berbeda.
Namun, di sisi lain, kita juga perlu bijak dalam menyampaikan opini. Kritik yang membangun tentu lebih baik daripada serangan personal yang hanya membuang-buang energi. Atau, mungkin, kita semua hanya perlu sedikit lebih santai dan menikmati musik tanpa harus melibatkan politik.
Musik Sebagai Medium Perlawanan: Sejarah Panjang dan Berkelanjutan
Sejarah musik penuh dengan contoh bagaimana seniman menggunakan karyanya sebagai medium perlawanan dan kritik sosial. Dari lagu-lagu protes era Vietnam hingga rap yang menyuarakan ketidakadilan rasial, musik memiliki kekuatan untuk menginspirasi, membangkitkan kesadaran, dan bahkan memicu perubahan.
Arcade Fire hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak musisi yang tidak takut untuk menyuarakan pandangan politik mereka. Terlepas dari apakah kita setuju dengan opini mereka atau tidak, keberanian mereka untuk berbicara adalah hal yang patut diapresiasi.
Efek Streisand: Ketika Kritik Justru Mendongkrak Popularitas
Ironisnya, kritikan dari sang mantan presiden justru bisa jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Fenomena yang dikenal sebagai Efek Streisand ini terjadi ketika upaya untuk menyembunyikan atau menekan informasi justru malah menarik perhatian publik dan meningkatkan popularitasnya.
Bisa jadi, perseteruan ini justru membuat nama Arcade Fire semakin dikenal luas, terutama di kalangan generasi muda yang mungkin sebelumnya belum familiar dengan karya-karya mereka. Well, any publicity is good publicity, kan?
Pada akhirnya, drama ini mungkin hanya menjadi catatan kecil dalam sejarah musik dan politik. Namun, ini adalah pengingat bahwa seni dan politik selalu terkait erat, dan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya, terlepas dari seberapa kuat atau berpengaruh pihak yang tidak setuju. Ingat, speak your mind, tapi tetap santun ya!