Dark Mode Light Mode
Kode Anime Guardians: Masa Depan di Juni 2025
Profil Genomik dan Transkriptomik Paru-Paru Perokok dan Bukan Perokok: Implikasi bagi Kesehatan di Indonesia
Ogah Tampil di Depan Gwyneth Paltrow dalam Yurt Bau Parfum Menyengat

Profil Genomik dan Transkriptomik Paru-Paru Perokok dan Bukan Perokok: Implikasi bagi Kesehatan di Indonesia

Apakah kanker paru-paru hanya menghantui perokok berat? Ternyata, jawabannya tidak sesederhana asap rokok yang berputar-putar di udara. Mari kita selami dunia kanker paru-paru jenis squamous cell carcinoma (SCC) dan temukan kejutan yang mungkin belum Anda ketahui. Bayangkan, ada orang yang tidak pernah menyentuh rokok sebatang pun, tapi tetap terkena SCC. Penasaran? Lanjut baca, ya!

Misteri SCC pada Mereka yang Tak Merokok

Kanker paru-paru, terutama jenis Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC), adalah momok menakutkan di seluruh dunia. Dari sekian banyak jenisnya, adenocarcinoma (ADC) dan SCC adalah dua yang paling umum. Meski sama-sama NSCLC, ADC dan SCC bagaikan saudara jauh yang memiliki perbedaan signifikan, baik dari segi biologis maupun klinis. ADC lebih sering menyerang mereka yang lebih muda, wanita, dan mereka yang tidak merokok. Sebaliknya, SCC erat kaitannya dengan kebiasaan merokok. Namun, apa yang terjadi jika SCC menyerang mereka yang tidak pernah merokok?

Merokok memang menjadi penyebab utama kanker paru-paru, menyumbang sekitar 80% kasus. ADC lebih umum terjadi pada mereka yang tidak merokok, terutama ADC yang dipicu oleh mutasi gen. SCC, di sisi lain, biasanya diasosiasikan dengan perokok. Nah, profil molekuler SCC pada mereka yang tidak merokok inilah yang masih menjadi misteri yang perlu dipecahkan. Memahami perbedaan ini sangat penting karena jenis kanker paru-paru dapat memengaruhi prognosis dan efektivitas terapi.

Untuk itulah penelitian ini hadir, menyelidiki profil molekuler jaringan SCC pada pasien yang tidak pernah merokok. Dengan menggunakan next-generation sequencing (NGS) dan analisis transkriptom, para peneliti berusaha membandingkan profil tersebut dengan SCC pada pasien yang memiliki riwayat merokok. Tujuannya? Untuk mengungkap kerentanan tumor dan tanda-tanda spesifik yang dapat membantu stratifikasi pasien dan membuka jalan bagi terapi yang lebih tepat sasaran.

Metode Penelitian: Bedah Molekuler SCC

Penelitian ini bersifat retrospektif, meneliti pasien SCC yang terdiagnosis antara tahun 2004 dan 2022 di beberapa rumah sakit di Italia. Para ahli patologi meninjau kembali slide haematoxylin-eosin diagnostik untuk memastikan diagnosis SCC. Data demografis dan klinis pasien, termasuk riwayat merokok, dikumpulkan melalui tinjauan rekam medis. Sampel tumor yang diawetkan dalam formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE) diambil dan dipastikan mengandung minimal 50% sel tumor.

DNA tumor diisolasi menggunakan kit khusus, kemudian dianalisis menggunakan panel target TruSight™ Oncology 500 (TSO500) dari Illumina. Panel ini mendeteksi berbagai perubahan genetik, termasuk varian nukleotida tunggal (SNV), varian jumlah salinan (CNV), tumor mutational burden (TMB), dan microsatellite instability (MSI) pada lebih dari 500 gen terkait kanker. Analisis dilakukan dengan perangkat lunak DRAGEN™ untuk mengidentifikasi varian somatik dengan frekuensi rendah.

RNA juga diekstraksi dari slide FFPE, kemudian dianalisis menggunakan Illumina Stranded Total RNA Prep with Ribo-Zero Plus untuk membuat libraries. Semua libraries kemudian di-sequencing pada platform NovaSeq 6000 dari Illumina. Pembacaan tingkat transkrip dilakukan dengan kallisto, lalu dianalisis menggunakan DESeq. Analisis Ekspresi Diferensial (DEA) dilakukan dengan DESeq untuk menghasilkan plot PCA dan heatmap. Gene Set Enrichment Analysis (GSEA) dilakukan dengan paket GSEApy.

Hasil Penelitian: Ada Perbedaan Mencolok!

Dari 33 pasien, tersedia sampel DNA dan RNA yang memadai untuk 16 pasien SCC yang tidak pernah merokok dan 17 pasien SCC yang merupakan perokok aktif atau mantan perokok. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 71 tahun, dan sebagian besar pasien berada pada stadium I SCC. Tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok perokok dan bukan perokok, kecuali prevalensi tumor stadium I yang lebih tinggi pada bukan perokok.

Analisis DNA menunjukkan bahwa gen yang paling sering mengalami perubahan adalah TP53 (67%), CDKN2A (20%), dan PIK3CA (17%). Menariknya, satu pasien yang tidak pernah merokok memiliki insersi/delesi aktivasi pada ekson 20 EGFR, sementara dua pasien lainnya memiliki mutasi skipping ekson 14 MET. Tiga pasien perokok memiliki amplifikasi simultan pada FGF3, FGF19, dan FGF4.

Pasien perokok atau mantan perokok memiliki tingkat perubahan patogenik yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah merokok (67,1% vs 32,9%, p = 0,004), yang mengakibatkan TMB yang lebih tinggi (median 11 mut/Mb vs 5,5 mut/Mb, p = 0,028). Penilaian MSI menunjukkan bahwa semua pasien stabil secara mikrosatelit. Analisis jalur GO enrichment menunjukkan bahwa jalur replicative senescence, regulasi aktivitas cyclin-dependent protein serine/threonine kinase, siklus sel, dan beberapa jalur pensinyalan PI3K diperkaya dengan perubahan pada kedua kelompok pasien.

Transkriptom Ungkap Perbedaan yang Signifikan

Analisis transkriptom menunjukkan bahwa 2188 gen diekspresikan secara berbeda antara kelompok perokok, mantan perokok, dan tidak pernah merokok. Hasil GSEA menunjukkan bahwa jalur yang diperkaya pada pasien yang tidak pernah merokok berkaitan dengan potensial membran sel dan homeostasis ion, terutama aktivitas saluran kalsium dan natrium. Ini menunjukkan bahwa disregulasi homeostasis potensial membran dapat berperan dalam timbul dan berkembangnya kanker.

Implikasi Klinis dan Masa Depan Penelitian

Penelitian ini menyoroti perbedaan signifikan dalam profil molekuler SCC antara pasien yang merokok dan tidak pernah merokok. Temuan ini menunjukkan bahwa sekitar 20% pasien SCC yang tidak pernah merokok memiliki perubahan yang berpotensi ditargetkan, menekankan pentingnya karakterisasi molekuler pada subkelompok pasien ini. Selain itu, keterlibatan jalur PI3K/AKT/mTOR pada SCC, terlepas dari kebiasaan merokok, menggarisbawahi potensi pengembangan inhibitor PI3K sebagai strategi pengobatan.

Analisis RNA menunjukkan bahwa SCC juga menunjukkan karakteristik transkriptomik yang berbeda berdasarkan riwayat merokok. Dengan analisis clustering, peneliti berhasil membedakan antara pasien tidak pernah merokok dan perokok berdasarkan profil transkriptom mereka. Menariknya, mantan perokok menunjukkan profil transkriptomik antara perokok saat ini dan tidak pernah merokok, menunjukkan bahwa penghentian merokok tercermin dalam plastisitas transkriptomik tumor.

Temuan ini memiliki implikasi besar untuk pengembangan strategi pengobatan yang lebih personal dan efektif untuk pasien SCC, terutama mereka yang tidak pernah merokok. Dengan memahami perbedaan molekuler yang mendasari, kita dapat mengidentifikasi target terapi baru dan memprediksi respons pasien terhadap berbagai pengobatan.

Tentu saja, penelitian ini memiliki keterbatasan, terutama terkait dengan sifat retrospektif dan jumlah pasien yang terlibat. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah pasien yang lebih besar untuk mengkonfirmasi temuan ini dan menyelidiki lebih dalam peran potensial membran sel dan homeostasis ion dalam perkembangan SCC.

Singkatnya, jangan pernah meremehkan kekuatan molekuler. Kanker paru-paru, bahkan jenis SCC yang erat kaitannya dengan rokok, ternyata punya sisi misterius yang perlu terus diungkap. Siapa tahu, di balik perbedaan molekuler ini, tersembunyi kunci untuk terapi yang lebih efektif dan personal bagi semua pasien kanker paru-paru.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Kode Anime Guardians: Masa Depan di Juni 2025

Next Post

Ogah Tampil di Depan Gwyneth Paltrow dalam Yurt Bau Parfum Menyengat