Dark Mode Light Mode

Profil Multiklonal FLT3-ITD pada AML Menggunakan Sekuensing MinION: Implikasi Klinis di Indonesia

Bosen dengan PCR yang cuma kasih tau “iya ada mutasi” tanpa cerita lengkapnya? Tenang, kita semua pernah disitu. Kita perlu sesuatu yang lebih, sesuatu yang bisa unboxing misteri di balik mutasi FLT3-ITD yang sering bikin pusing kepala para ahli hematologi.

FLT3-ITD: Bukan Sekadar Mutasi Biasa, Tapi Sebuah Saga Genetik

Acute Myeloid Leukemia (AML) atau leukemia mieloid akut itu seperti drama Korea, penuh dengan plot twist dan karakter antagonis. Salah satu antagonis utamanya adalah mutasi pada gen FLT3, terutama internal tandem duplication (FLT3-ITD) dan mutasi pada tyrosine kinase domain (TKD). Mutasi ini bukan cuma sekadar “ada” atau “tidak ada,” tapi juga punya nuansa yang penting untuk menentukan nasib pasien. Semakin kompleks mutasinya, semakin rumit juga penanganannya.

FLT3-ITD, khususnya, sering nongol di juxtamembrane domain, mengacaukan fungsi reseptor dan memicu sinyal terus-menerus yang mendorong perkembangan leukemia. Bayangkan, reseptornya jadi kayak speaker rusak yang nggak bisa dimatiin, berisik terus! Lebih parah lagi, FLT3-ITD sering berkolaborasi dengan mutasi lain seperti DNMT3A, TET2, NPM1, atau duplikasi MLL sebagian, bikin ending dramanya makin nggak jelas.

Teknologi sequencing generasi ketiga (TGS) seperti Oxford Nanopore MinION datang bak pahlawan, menawarkan pembacaan panjang yang bisa menjangkau area repetitif atau duplikasi secara utuh. Ini keunggulan yang nggak dimiliki platform pembacaan pendek. Selain itu, TGS juga lebih cepat, memungkinkan deteksi varian struktural yang lebih akurat. Tapi, tentu saja, nggak ada yang sempurna. TGS butuh coverage yang cukup tinggi untuk menangkap varian minor.

Deteksi FLT3-ITD: Saat Electrophoresis Ketemu Teknologi Nanopore

Deteksi FLT3-ITD konvensional dengan capillary electrophoresis (CE) cuma bisa kasih profil ukuran fragmen. Detail subklonal yang lebih subtle jadi nggak kelihatan. CE ibarat nonton film pakai TV tabung, detailnya kurang nendang. Short-read sequencing (misalnya Illumina) secara teori bisa menangkap variasi kecil ini, tapi seringkali filternya terlalu ketat atau kesulitan dengan area repetitif di juxtamembrane domain FLT3.

Terus, cost dan waktu yang dibutuhkan untuk deep short-read coverage juga nggak realistis untuk penggunaan rutin di klinik. Jadi, kita coba mengembangkan pipeline TGS untuk menganalisis FLT3-ITD dan membandingkannya dengan deteksi konvensional berbasis CE. Biar ketahuan, siapa yang lebih jago mendeteksi plot twist.

Intinya, kita mau lihat, seberapa jauh sih TGS ini bisa meningkatkan deteksi mutasi FLT3-ITD dibandingkan metode konvensional? Apakah dia bisa mengungkap detail-detail kecil yang selama ini tersembunyi?

Mengungkap Multiklon FLT3-ITD dengan Clustering: Bukan Cuma Ada Atau Tidak Ada

Ketika menganalisis ribuan reads dari TGS, perbedaan urutan kecil (entah karena variasi biologis atau kesalahan basecalling) sering menghasilkan sekumpulan varian ITD yang sedikit berbeda di sekitar klon utama. Ibaratnya, satu orang bikin meme, terus ada yang ngedit dikit-dikit, jadi banyak versi. Tanpa post-processing, ini bisa menghasilkan banyak peak kecil yang mengaburkan struktur klonal sebenarnya.

Algoritma clustering mengatasi ini dengan menggabungkan insersi yang hampir identik ke dalam set (klon) yang bermakna secara biologis. Dengan begini, kita bisa melihat FLT3-ITD diskrit yang memiliki panjang dan identitas urutan yang tinggi. Pendekatan ini punya tiga manfaat utama:

  • Menggabungkan variabilitas artifaktual: Mengelompokkan kesalahan sequencing minor ke dalam urutan konsensus yang sebenarnya.
  • Mengurangi noise: Membatasi efek dari mismatch acak atau indel kecil.
  • Membedakan klon mayor dan minor: Memberikan pandangan yang lebih granular tentang kompleksitas ITD yang mungkin relevan untuk studi di masa depan tentang stratifikasi risiko AML dan perawatan personal.

Berdasarkan inspeksi empiris di IGV dan alignment berulang, threshold identitas 90% adalah kompromi praktis. Klon minor dengan jumlah read rendah masih bisa salah klasifikasi pada threshold ini, tetapi coverage yang lebih tinggi membantu memastikan representasi yang memadai dari varian yang kurang berlimpah.

Hasil: MinION Ungkap “Plot Twist” yang Tersembunyi

Dalam tiga kasus AML positif FLT3-ITD yang dikonfirmasi secara klinis, sequencing MinION mendeteksi ITD secara akurat. Ukuran insersi dan rasio alel sebagian besar mencerminkan yang diperoleh dengan capillary electrophoresis (CE) konvensional, yang menggarisbawahi kesesuaian sequencing generasi ketiga untuk menangkap lanskap FLT3-ITD yang lebih luas, termasuk varian yang menimbulkan tantangan bagi metode pembacaan pendek.

Sampel pos3 menunjukkan konfigurasi biklonal yang berbeda: selain klon ~80 bp utama, klon ~30 bp penting kedua muncul dari wilayah breakpoint terpisah, yang menunjukkan cabang yang lebih berbeda daripada perubahan kecil dari ITD leluhur yang sama. Ditambah lagi, banyak subklon yang lebih kecil.

Semua klon mayor dan minor memetakan ke wilayah yang sama dalam juxtamembrane domain FLT3. Temuan ini mendukung gagasan duplikasi leluhur asli yang diikuti oleh variasi inkremental. Kualitas pemetaan yang tinggi (MAPQ ≥20) di seluruh varian ini memperkuat keasliannya. Klaster representatif dilacak kembali (IGV) ke raw read untuk mengkonfirmasi breakpoint yang konsisten tanpa artefak alignment. Sementara pos1 menampilkan distribusi read pembawa insersi yang lebih luas, pos3 memiliki susunan subklonal yang lebih terstruktur, termasuk setidaknya empat kelompok signifikan.

Batasan dan Tantangan: Tetap Ada PR!

Meskipun clustering pada identitas 90% mengurangi noise artefaktual, kedalaman coverage tetap menjadi faktor pembatas. Subklon minor yang didukung oleh beberapa read mungkin kurang terwakili atau digabungkan dengan klon dominan. Threshold yang lebih ketat (≥95%) dapat menyelesaikan variasi kecil tetapi berisiko memfragmentasi subklon yang sah jika coverage tidak mencukupi. Sebaliknya, menurunkan threshold (&#13
Analisis kami juga menunjukkan bahwa structural variant caller yang umum digunakan, Sniffles, memiliki keterbatasan dalam mendeteksi insersi dengan panjang sekitar 30 pasangan basa.

Meskipun menggunakan duplex basecalling dengan Dorado, pendekatan ini menghadirkan kelemahan yang signifikan ketika berhadapan dengan fraksi klonal yang sangat rendah. Alat ini cenderung mengabaikan peristiwa ini sebagai potensi kesalahan sequencing daripada varian biologis yang sebenarnya.

Kesimpulan: Saatnya Upgrade Alat Perang!

Hasil kami menegaskan bahwa sequencing Nanopore generasi ketiga meningkatkan deteksi FLT3-ITD dibandingkan CE tradisional dengan mengungkapkan jangkauan subklon mayor dan minor yang lebih luas. Studi ini menunjukkan bahwa sequencing MinION, dikombinasikan dengan pendekatan bioinformatika khusus berdasarkan clustering, secara signifikan meningkatkan deteksi subklon FLT3-ITD pada pasien AML, bahkan untuk varian frekuensi rendah dan duplikasi pendek (≥15 bp) yang dapat diabaikan oleh alat generik seperti Sniffles.

Memang, masih ada pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, terutama terkait dengan coverage dan potensi artefak PCR. Namun, hasil ini membuka pintu untuk eksplorasi clonal heterogeneity pada AML dengan resolusi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mengintegrasikan metode ini ke dalam studi longitudinal dapat mengungkap dinamika evolusi selama relapse atau resistensi terapeutik.

Jadi, kesimpulannya? Sequencing Nanopore adalah game changer untuk deteksi FLT3-ITD. Ini bukan cuma tentang “ada” atau “tidak ada”, tapi juga tentang memahami kompleksitas mutasi yang bisa membantu kita mengambil keputusan yang lebih tepat untuk pengobatan pasien.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Blue Protocol: Pendaftaran Beta Tertutup Star Resonance Dibuka Minggu Depan

Next Post

Sampah Antariksa Jadi Inspirasi Styx untuk Album 'Circling From Above'