Dark Mode Light Mode

Proyek Borneo Menguji Koeksistensi Hutan dan Kelapa Sawit untuk Masa Depan Indonesia

Industri kelapa sawit seringkali dituduh sebagai penyebab utama deforestasi. Bayangkan saja, hutan hujan yang tadinya rimbun berubah menjadi hamparan monokultur kelapa sawit. Ironisnya, justru di tengah isu ini, muncul secercah harapan dari para ilmuwan yang mencoba menggabungkan kembali kelapa sawit dengan hutan. Kedengarannya seperti ide gila, tapi siapa tahu, kan?

Monokultur kelapa sawit telah meluas, khususnya di Malaysia dan Indonesia. Ekspansi ini berdampak buruk pada keanekaragaman hayati dan ekosistem. Sungai Kinabatangan di Sabah, Malaysia, menjadi saksi bisu perubahan ini. Dulu, area ini adalah koridor hutan yang menghubungkan hutan pedalaman dengan hutan mangrove, kini terfragmentasi oleh perkebunan kelapa sawit.

Namun, kini ada pergeseran paradigma. Agroforestri, sistem pertanian yang menggabungkan tanaman, ternak, dan pohon-pohon asli, mulai dilirik sebagai solusi. Sistem ini dinilai dapat meregenerasi kesehatan tanah dan mengurangi dampak perubahan iklim, tantangan yang juga dihadapi oleh para petani kelapa sawit. Bayangkan saja, kelapa sawit yang tumbuh berdampingan dengan pohon-pohon hutan, seperti reuni keluarga yang lama terpisah.

Proyek TRAILS (Transforming Oil Palm Landscapes for improved ecological functions) hadir sebagai pionir. Proyek ini menguji bagaimana kelapa sawit dan spesies asli dapat tumbuh bersama sejak awal penanaman. Tujuannya jelas, memberikan informasi krusial untuk inovasi dalam penanaman kembali dan mengembalikan lanskap yang terfragmentasi. Kalau berhasil, ini seperti memberikan kesempatan kedua bagi alam dan industri.

TRAILS merupakan kolaborasi antara French Agricultural Research Centre for International Development (CIRAD) dan Putra Malaysia University (UPM), dengan Hutan sebagai mitra lokal. Ide ini bermula dari obrolan santai antara Marc Ancrenaz dari Hutan dan Alain Rival dari CIRAD, yang mencoba menyatukan kelapa sawit dan hutan dalam satu proyek agroforestri. Ide yang terdengar seperti "mission impossible," tapi justru di situlah letak tantangannya.

Penelitian ini dilakukan di lahan seluas 39 hektar di perkebunan kelapa sawit Melangking (MOPP). Mereka menguji tiga desain penanaman yang berbeda: barisan tanaman campuran, perkebunan pohon campuran, dan pulau-pulau pohon. Tujuannya adalah untuk menemukan model agroforestri yang dapat mengurangi fragmentasi dan meningkatkan keanekaragaman hayati, serta membantu masyarakat dengan meminimalkan konflik antara manusia dan satwa liar.

Meskipun masih dalam tahap awal, eksperimen ini sejauh ini menunjukkan bahwa penanaman pohon-pohon asli tidak berdampak buruk pada pertumbuhan kelapa sawit. Bahkan, ada indikasi bahwa kelapa sawit di lahan agroforestri memiliki pertumbuhan daun yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur. Ini seperti memberi kelapa sawit teman ngobrol yang baik, yang ternyata berdampak positif pada kesehatannya.

Agroforestri: Solusi Berkelanjutan untuk Kelapa Sawit?

Agroforestri bukan hanya sekadar menanam pohon di antara kelapa sawit. Ini adalah tentang menciptakan ekosistem yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Dengan menanam berbagai jenis pohon, kita dapat meningkatkan keanekaragaman hayati, memperbaiki kesehatan tanah, dan mengurangi risiko erosi. Selain itu, agroforestri juga dapat membantu mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida, yang berdampak buruk pada lingkungan.

Menguji Batas: Seberapa Padat Agroforestri yang Ideal?

Salah satu tantangan dalam agroforestri adalah menentukan kepadatan pohon yang ideal. Terlalu banyak pohon dapat mengurangi hasil kelapa sawit karena kekurangan cahaya. Namun, terlalu sedikit pohon tidak akan memberikan manfaat ekologis yang signifikan. Para peneliti di proyek TRAILS sedang menguji berbagai kepadatan pohon untuk menemukan keseimbangan yang optimal. Targetnya adalah pengurangan hasil kelapa sawit tidak lebih dari 5%, toh kalau membawa manfaat lain bagi petani.

Dampak Jangka Panjang: Lebih dari Sekadar Pertumbuhan Daun

Penelitian ini tidak hanya fokus pada pertumbuhan kelapa sawit. Mereka juga memantau nutrisi tanah dan keanekaragaman mikroba di berbagai plot eksperimen. Nur Azleen, seorang mahasiswa PhD di UPM, sedang meneliti kompetisi nutrisi antara kelapa sawit dan pohon-pohon asli. Wei Yan Yeong, juga dari UPM, sedang mengevaluasi keanekaragaman mikroba tanah. Keduanya berharap untuk menemukan bahwa agroforestri dapat meningkatkan kesehatan tanah dan penyimpanan karbon.

Mengurangi Kepadatan Kelapa Sawit: Berani Mengubah Kebiasaan

Selain agroforestri, proyek TRAILS juga menguji dampak pengurangan kepadatan kelapa sawit. Biasanya, perkebunan kelapa sawit menanam sekitar 143-163 pohon per hektar. Proyek ini menguji pengurangan kepadatan menjadi 100 pohon per hektar. Tujuannya adalah untuk melihat apakah pengurangan kepadatan dapat mengurangi kebutuhan input kimia dan meningkatkan kesehatan tanah. Ini adalah langkah berani, mengingat sebagian besar penelitian industri fokus pada peningkatan kepadatan.

Biosfer Kinabatangan: Masa Depan Konservasi?

Usulan untuk menciptakan Cagar Biosfer Kinabatangan (KBR) di bawah program UNESCO Man and Biosphere dapat membantu mencapai tujuan proyek TRAILS. KBR akan mencakup area seluas 413.866 hektar dan menghubungkan zona konservasi Jantung Borneo dengan Lahan Basah Segama Kinabatangan Hilir Ramsar. Jika disetujui, KBR akan memberikan kerangka kerja terstruktur untuk menyelaraskan keanekaragaman hayati dan masyarakat lokal.

Lebih Banyak Pohon: Visi Jangka Panjang

Pada akhirnya, tujuan dari proyek TRAILS dan KBR adalah untuk menanam lebih banyak pohon di lanskap Kinabatangan. Apakah itu koridor hutan atau agroforestri, lebih banyak pohon berarti lebih banyak keanekaragaman hayati, kesehatan tanah yang lebih baik, dan ketahanan iklim yang lebih kuat. Marc Ancrenaz menekankan bahwa visi ini membutuhkan kolaborasi dari pemerintah, bisnis lokal, dan masyarakat untuk memulihkan integritas ekologis Kinabatangan.

So, intinya adalah, menggabungkan kelapa sawit dan hutan mungkin bukan ide yang mustahil. Justru, ini bisa menjadi kunci untuk masa depan yang lebih berkelanjutan bagi industri kelapa sawit dan lingkungan. Yang penting, kita semua harus berani mencoba dan mengubah cara kita berpikir tentang kelapa sawit. Kalau tidak, ya…selamat menikmati meme tentang orang utan kehilangan rumah.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

<p><strong>Implikasi:</strong></p> <p>Bruce Springsteen Kritik Trump dalam Pidato Anti-Trump di Awal Tur: Simak</p>

Next Post

<p><strong>Hemat Gila-Gilaan: Diskon LEGO, Clair Obscur, Hogwarts Legacy, Monster Hunter, dan Lainnya</strong></p>