Mungkin kalian pernah merasa seperti alien di tengah keramaian, merasa tidak pas, atau bahkan merasa minder karena satu dan lain hal. Tenang, kalian tidak sendiri. Ada lagu yang menemani perasaan itu sejak dulu, lagu yang mungkin membuat Radiohead jadi band yang kita kenal sekarang, tapi juga memberikan mereka segudang masalah. Lagu itu berjudul “Creep”.
“Creep” lahir dari benak Thom Yorke jauh sebelum Radiohead terbentuk, tepatnya saat ia masih kuliah di University Of Exeter di akhir era 80-an. Bayangkan, lagu ini sudah lama banget, tapi relate-nya masih kena banget sampai sekarang. Beberapa tahun kemudian, saat rekaman album debut “Pablo Honey” di Chipping Norton Recording Studios, produser Paul Q. Kolderie menyarankan untuk mencoba merekam “Creep”. Lucunya, para anggota band tidak sadar kalau mereka sedang direkam!
Kemudian, Jonny Greenwood menambahkan bagian piano, tapi karena kesalahan produksi, bagian itu hanya muncul di akhir lagu. Setelah Yorke bercanda bahwa “Creep” adalah lagu “Scott Walker” mereka, Kolderie menyarankan untuk merilisnya sebagai single utama di tahun 1992. Awalnya, lagu ini kurang sukses di Inggris, tapi berkat airplay di radio rock Israel dan Amerika, “Creep” menjadi hit internasional. Vibes-nya mirip dengan “Smells Like Teen Spirit” dari Nirvana dan “Loser” dari Beck.
Kisah Kontroversi di Balik Lagu “Creep”
Namun, kesuksesan “Creep” tidak datang tanpa masalah. Radiohead digugat oleh Albert Hammond dan Mike Hazlewood, yang mengklaim bahwa lagu tersebut melanggar hak cipta lagu mereka tahun 1972, “The Air That I Breathe”, yang dipopulerkan oleh The Hollies. Akibatnya, Hammond dan Hazlewood kemudian diakui sebagai penulis lagu bersama. Sebuah contoh klasik bagaimana sebuah lagu bisa menciptakan drama yang tak terduga.
Bukan hanya itu, di tahun 2018, Radiohead juga menggugat Lana Del Rey karena kemiripan antara “Creep” dan lagunya, “Get Free”. Del Rey kemudian mengumumkan bahwa gugatan tersebut sudah selesai dan ia bebas menyanyikan lagunya kapan saja. Seolah-olah lingkaran plagiarisme itu berputar terus. Bahkan Prince pernah membawakan versi cover “Creep” di Coachella 2008, tapi perwakilannya melarang video tersebut diunggah ke streaming service.
Yorke sendiri merasa lucu dengan situasi ini, mengingat gitaris Radiohead, Ed O’Brien, tidak sengaja melewatkan penampilan Prince membawakan lagu mereka. Katanya ke Billboard, “Suruh dia unblock itu. Itu lagu kami!” Sebuah momen epic di mana seni bertemu dengan legalitas.
Rahasia di Balik Melodi Ikonik “Creep”
Secara musikal, “Creep” adalah lagu yang relatif sederhana dengan progresi chord G/B/C/Cmin. Namun, ada detail yang membuatnya istimewa. Arpeggio di verse berganti antara chord barre major standar dan sus4 pada chord B dan C. Saat pre-chorus tiba, tiga senar yang lebih tinggi ditambahkan untuk menciptakan momentum. Bayangkan bagaimana elemen sederhana ini bisa menghasilkan dampak yang besar.
Tapi, the real fireworks terjadi sebelum chorus saat Jonny Greenwood menggesek tiga pasang dead notes pada gitarnya dengan distorsi yang nendang banget dibandingkan dengan gitar clean dengan efek tremolo sebelumnya. Greenwood mengakui bahwa ia melakukan itu karena frustrasi dengan lagu yang terlalu mellow. Justru ketidaksempurnaan itu yang membuat “Creep” jadi unik.
Ed O’Brien bahkan bilang, “Itu suara Jonny mencoba merusak lagu!” karena dia tidak suka lagu itu saat pertama kali dimainkan. Aksi vandalisme musikal yang menghasilkan mahakarya. Yorke juga berkomentar bahwa distorsi Greenwood melengkapi pesan di balik lagu tersebut, yang ia sebut sebagai “lagu self-destruct“. Dinamika yang ekstrem, drop, dan lift menciptakan intensitas yang pas.
Lebih dari Sekadar Lagu Minder: Makna Mendalam “Creep”
Puncak intensitas terjadi setelah chorus kedua saat Yorke menyanyikan “She’s runnin’ out the door” sementara Greenwood menggaruk gitarnya dengan liar, menciptakan melodi tandingan di atas progresi chord sederhana. Di verse terakhir, lagu kembali tenang dengan lirik “I don’t belong here”. Lirik ini sederhana, tetapi sangat kuat dan menggambarkan perasaan alienasi yang dialami banyak orang.
Makna lirik lagu ini selalu menjadi perdebatan. Para anggota band mengatakan bahwa itu adalah lagu bahagia tentang mengakui siapa dirimu, sekaligus kebalikannya – menyadari bahwa kamu tidak cukup baik untuk orang yang kamu cintai. Kontradiksi yang menggambarkan kompleksitas emosi manusia. Yorke sendiri bilang bahwa liriknya ditulis saat ia kuliah dan “benar-benar kacau”.
Ia juga mengakui bahwa ia punya “masalah menjadi pria di era 90-an”. “Untuk benar-benar menegaskan dirimu sebagai pria tanpa terlihat seperti di band hard rock itu sangat sulit dilakukan,” ujarnya. “Itu kembali ke musik yang kami tulis, yang tidak effeminate, tapi juga tidak brutal dalam kesombongannya.” Sebuah refleksi jujur tentang identitas dan ekspresi diri.
“Creep”: Warisan yang Tetap Relevan
33 tahun kemudian, “Creep” tetap menjadi anthem bagi generasi muda yang merasa tidak cocok. Meskipun Radiohead sekarang mungkin tidak akan menulis lagu se-minimalis ini, tidak diragukan lagi bahwa “Creep” memainkan peran penting dalam kesuksesan mereka. Sebuah pengingat bahwa terkadang, lagu yang paling sederhana pun bisa memiliki dampak yang paling besar.
Jadi, kalau kamu merasa “Creep”, ingatlah bahwa kamu tidak sendiri. Jutaan orang di seluruh dunia merasakan hal yang sama. Dan siapa tahu, perasaan itu bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa, sama seperti yang dilakukan Radiohead. Jangan pernah meremehkan kekuatan being different!