Dark Mode Light Mode
Badai Lava Siap Mengguncang dengan Dimensity 7060 SoC, Storm Lite Menyusul
Rahasia di Balik “Loosen the Tie”: Bagaimana The Strokes Menciptakan Lagu Rock Paling Berpengaruh Abad 21
Upaya Haji Ilegal Gagalkan Keberangkatan 719 Jemaah di Bandara Jakarta

Rahasia di Balik “Loosen the Tie”: Bagaimana The Strokes Menciptakan Lagu Rock Paling Berpengaruh Abad 21

Siapa yang sangka, di tengah gempuran boyband dan nu-metal yang mendominasi awal tahun 2000-an, muncul The Strokes, bak oase di padang pasir musik. Mereka hadir dengan style anak band dive bar tapi tampang boyband, membangkitkan kembali New York cool ke kancah musik gitar. Bisa dibilang, mereka ini seperti influencer sebelum era Instagram.

Kelahiran The Strokes di era pasca 9/11 seakan menjadi simbol kebangkitan New York. Dunia merasa simpati, dan warga New York pun terpacu untuk merayakan kembali apa yang membuat kota itu begitu keren. Musik The Strokes menjadi soundtrack semangat tersebut. Mereka memang nggak merasa jadi bagian dari perubahan besar musik gitar, tapi toh, mereka jadi pelopor garage rock revival yang terasa sampai sekarang.

The Strokes terbentuk dari pertemanan masa sekolah Julian Casablancas (vokal), Nick Valensi (gitar), dan Fabrizio Moretti (drum). Kemudian bergabung Nikolai Fraiture (bass) dan Albert Hammond Jr. (gitar), teman masa kecil Casablancas di sekolah asrama Swiss. Chemistry mereka, bro, langsung klop!

Hammond Jr., yang besar di Los Angeles bersama ayahnya seorang musisi, Albert Hammond (kolaborator Roy Orbison), ingat betul pertemuannya dengan Casablancas di New York. "Dua minggu kemudian, kami sudah tinggal serumah," kenangnya. Hammond Jr. merasa punya look, tapi masih butuh les gitar. Sementara Casablancas, sudah jago bikin lagu. Feeling Hammond Jr.? Mereka bakal sukses!

Image The Strokes? Kebalikan total dari nu-metal! Jaket kulit ala 70-an, celana slim fit, blazer, dasi, rambut acak-acakan, dan gitar vintage. Mereka ini stylish, karismatik, dan kerennya effortless banget. Sound mereka mengingatkan pada band-band New York legendaris sebelumnya: Television, Ramones, dan Blondie. Liriknya? Menggambarkan gaya hidup New York ala Lou Reed.

Penampilan awal The Strokes di Lower East Side, Manhattan, jadi legenda urban indie. Dari mulut ke mulut, mereka menjadi hype. Muncul banyak pengakuan palsu "Gue dulu nonton mereka!". Debut album mereka, Is This It, dan single "Last Nite", melambungkan mereka jadi raja rock.

Lagu "Last Nite" itu catchy banget, bro. Gitar lo-fi, hook yang bikin nagih, lirik melankolis Casablancas yang kontras dengan gitar upbeat. Pokoknya, eargasm!

Last Nite: Anthem Generasi Pemberontak yang Melegenda

"Last Nite" awalnya dirilis sebagai demo EP, bareng "Barely Legal" dan "The Modern Age". "The Modern Age" bahkan jadi Song of the Week di NME! Perusahaan rekaman langsung perang tawaran. RCA yang menang. Setelah album Is This It dirilis 30 Juli 2001, Strokesmania langsung mendunia.

"Last Nite" dibuka dengan riff satu not dua oktaf Valensi. Member lain menyusul, menawarkan sesuatu yang beda tapi tetap memorable. Bagian klimaksnya? Sekaligus jadi verse dan chorus. Hammond Jr. main akor staccato ala reggae. Casablancas dengan suara bariton khasnya, langsung jadi salah satu signature voice di dunia rock setelah Eddie Vedder dan Kurt Cobain. Gaya vokalnya yang slurred bikin "Last Nite" jadi lagu karaoke yang asik banget!

Setelah verse, masuk ke bagian bridge yang mengingatkan pada lagu "American Girl" dari Tom Petty. Petty sendiri mengakui kemiripan itu. "Banyak lagu rock yang mirip. Tanya aja Chuck Berry," ujarnya santai. "The Strokes ambil ‘American Girl', dan mereka mengakuinya. Gue ketawa aja."

Mengapa "Last Nite" Begitu Ikonik?

Justin Hawkins dari The Darkness punya pandangan sendiri soal potensi plagiarisme "Last Nite". Baginya, lagu itu terinspirasi, tapi nggak menjiplak. "Secara lagu, nggak mungkin dimainkan akustik dan dibilang mirip," ujarnya. "Cara yang bagus untuk terinspirasi adalah dari Tom Petty and the Heartbreakers."

"Last Nite" punya ace in the hole: solo gitar 13 detik dari Albert Hammond Jr. yang terinspirasi Freddy King. Solo gitar di era nu-metal itu langka banget. Solo ikonik ini masuk daftar Greatest Guitar Solos of the 21st Century versi Total Guitar. "Di era tanpa solo gitar, Albert Hammond Jr. kasih kita mutiara ini. Contoh solo yang bisa dinyanyikan," tulis majalah itu. Punk rock snarl muncul dari C minor pentatonic di atas C major chord sequence. Tremolo-picked doublestops di akhir, bikin klimaks yang keren abis.

Is This It: Album yang Mengubah Lanskap Musik

Album Is This It direkam di Transporterraum Studios, Lower East Village, Manhattan, bersama Gordon Raphael. Raphael sebelumnya kerja bareng The Strokes di The Modern Age EP. Casablancas menggambarkan sound idealnya: "Bayangkan lo naik mesin waktu ke masa depan dan nemuin album klasik dari masa lalu yang lo suka banget."

Menurut Raphael, Is This It memang nggak sempurna secara sound, tapi punya magis dan emosi yang hilang di album studio besar lainnya. "Julian jago kasih instruksi kriptik. Dia bilang, ‘Lagu ini, bisa nggak lo longgarin dasinya dikit?' Dia pengen suaranya terdengar ‘kayak jins biru favorit lo – nggak rusak total, tapi nyaman dipake'," kenang Raphael.

Video "Last Nite": Kesederhanaan yang Memukau

Video "Last Nite" disutradarai Roman Coppola, anak dari sutradara legendaris Francis Ford Coppola. Klip low-budget ini nggak pake konsep yang aneh-aneh. Cuma band main di panggung studio dengan pakaian mereka sendiri. The Strokes awalnya nggak mau bikin video klip, tapi akhirnya setuju untuk tampil live daripada lip sync. Kesalahan pun dibiarkan, kayak Moretti yang nggak sengaja menjatuhkan mikrofon drum. Video itu menangkap ramshackle appeal The Strokes dan memberi gambaran tentang penampilan live mereka yang rusuh.

Image band di video itu – pake Converse, percaya diri, dan agak jutek – jadi default image mereka. Gitarisnya juga pamer gitar vintage. Valensi main Epiphone Riviera 1995, Hammond Jr. pake Fender Stratocaster 1985. Model-model gitar itu jadi identik dengan mereka. Video itu jadi langganan MTV2 dan jadi bahan parodi di video Sum 41, "Still Waiting" (dengan masukan dari Casablancas!).

Warisan Abadi The Strokes

Is This It langsung dipuji kritikus. Joe Levy dari majalah Rolling Stone memulai ulasannya dengan: "Ini bahan legenda dibuat." Album itu dapat nilai 10 sempurna di NME. Penulis John Robinson menyebutnya "salah satu album debut terbaik dan paling berkarakter dalam 20 tahun terakhir."

Meskipun akhirnya dapat platinum, Is This It awalnya kurang sukses di Amerika Serikat. Album itu justru lebih sukses di Inggris, mencapai No. 2 di tangga album. "Last Nite" mencapai No. 14.

Kesuksesan Is This It, sebagian berkat "Last Nite", membuat The Strokes jadi household name. Album mereka berikutnya, Room On Fire (2003), mencapai No. 2 di tangga album Inggris dan No. 4 di Billboard 200 AS. Banyak band New York yang muncul setelah The Strokes, termasuk Interpol, The Yeah Yeah Yeahs, dan LCD Soundsystem.

Sementara itu, di Las Vegas, band bernama The Killers mengatur ulang kreativitas mereka setelah mendengar The Strokes. Vokalis Brandon Flowers mengaku membuang hampir semua lagu bandnya karena merasa nggak selevel dengan Is This It. Media begitu terobsesi dengan The Strokes, sampai mereka jadi tolok ukur setiap band baru. Kings of Leon bahkan dijuluki "Southern-fried Strokes".

Di seberang Atlantik, reputasi The Strokes memicu kebangkitan band-band Inggris, seperti Franz Ferdinand, The Libertines, The Cribs, dan Razorlight. Arctic Monkeys bahkan terbentuk langsung karena terinspirasi The Strokes.

Alex Turner dari Arctic Monkeys mengakui dampak Is This It: "Gue dulu sering muter album itu di kuliah, waktu band gue baru mulai. Banyak orang suka mereka, jadi banyak band yang bunyinya mirip mereka. Gue sadar banget berusaha buat nggak bunyi kayak The Strokes, sengaja buang bagian lagu yang terlalu mirip mereka, tapi gue tetap suka album itu."

Meskipun jadi salah satu lagu rock paling berpengaruh di awal abad ke-21, ubiquity "Last Nite" membuatnya jadi overplayed. Bahkan, "Last Nite" mungkin bukan pilihan favorit penggemar berat The Strokes. Subreddit nggak resmi band itu justru menjagokan "Someday", "Hard To Explain", dan "12:51". Tapi tetap saja, "Last Nite" tetap jadi lagu wajib live.

Casablancas sendiri sepertinya sudah bosan dengan breakthrough hit bandnya. "Last Nite udah mati buat gue. Nggak tahu kenapa," ujarnya. Meskipun begitu, appeal abadi "Last Nite" nggak bisa dipungkiri.

Last Nite: Lebih dari Sekadar Lagu

"Last Nite" sudah diputar lebih dari 725 juta kali di Spotify, jauh melampaui lagu-lagu The Strokes lainnya. Reptilia di posisi kedua, kalah sekitar 100 juta listen. Mungkin Casablancas sendiri yang paling tepat menggambarkan lagu itu: “In spaceships they won’t understand/And me, I ain’t ever gonna understand…

Saat ini, lima anggota The Strokes fokus pada proyek lain. Mereka reunian secara semi-reguler untuk festival dan merekam musik baru. Tetapi di mata banyak orang, band ini akan selalu dikenang karena dampak seismiknya di pergantian abad. Mereka membuktikan bahwa musik rock nggak pernah mati, hanya butuh penyegaran.

Joe Colly menulis untuk 200 Best Albums of the 2000s versi Pitchfork: "Lo cuma bisa nangkap petir kayak gini sekali aja." Bagi sebagian orang, Last Nite mungkin cuma lagu. Tapi bagi generasi tertentu, Last Nite adalah soundtrack pemberontakan, harapan, dan kebebasan.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Badai Lava Siap Mengguncang dengan Dimensity 7060 SoC, Storm Lite Menyusul

Next Post

Upaya Haji Ilegal Gagalkan Keberangkatan 719 Jemaah di Bandara Jakarta