Dark Mode Light Mode

Rangkaian Peretasan Buka Jalan Papan ARM Baru Jalankan Doom, Masa Depan Keamanan Perangkat Dipertaruhkan

Siapa bilang main DOOM harus pakai PC gaming mahal? Ternyata, “neraka” bisa ditaklukkan di single-board computer (SBC) lho! Bayangkan, perangkat seukuran kartu kredit bisa menjalankan DOOM (2016). Kedengarannya mustahil? Mari kita kulik lebih dalam.

Menaklukkan DOOM dengan ARM: Misi (Hampir) Mustahil?

Di era digital ini, batasan teknologi semakin kabur. Dulu, menjalankan game kelas berat seperti DOOM (2016) di luar PC spek tinggi terasa seperti mimpi. Tapi, berkat kreativitas para hacker dan perkembangan teknologi single-board computer (SBC) berbasis ARM, mimpi ini jadi kenyataan. SBC, yang dulunya lebih dikenal untuk proyek-proyek Internet of Things (IoT), kini punya potensi besar di dunia gaming.

Radxa Orion O6, misalnya, adalah salah satu SBC yang mencuri perhatian. Klaimnya sebagai motherboard ARMv9 open-source pertama di dunia, dengan prosesor 12-core ARM9.2 dari Cix, jelas bukan omong kosong. Yang lebih penting lagi, adanya slot PCIe x16 memungkinkan kita memasang kartu grafis eksternal – sebuah game changer untuk urusan gaming.

Namun, ada satu masalah krusial: DOOM (2016) tidak punya versi ARMv9 native. Solusinya? Akrobatik software tingkat tinggi! Di sinilah peran emulasi dan lapisan kompatibilitas menjadi sangat vital. Kita bicara tentang menumpuk beberapa lapisan software agar game yang seharusnya berjalan di platform x86 bisa “tertipu” dan berjalan di ARM.

Prosesnya sedikit tricky. Pertama, digunakan emulasi x86 melalui FEX Emulator, sebuah layer yang memungkinkan sistem ARM menjalankan aplikasi x86. Di atas FEX, Steam dijalankan. Lalu, Proton, lapisan kompatibilitas dari Steam, menjadi jembatan antara sistem Linux dan panggilan sistem Windows yang dibutuhkan DOOM (2016).

Jadi, singkatnya: Game Windows berjalan melalui lapisan kompatibilitas di atas sistem Linux yang berjalan di emulator x86, yang berjalan di sistem Linux lainnya, yang akhirnya berjalan di hardware ARM. Rumit? Banget. Gila? Mungkin juga. Tapi yang paling penting: berhasil! Meskipun mungkin butuh sedikit tweaking dan doa.

Spek Dewa Gak Jaminan: Pentingnya Pemilihan Kartu Grafis

Eits, jangan senang dulu! Ada satu hal penting yang perlu diperhatikan: kartu grafis. Ternyata, performa sangat bergantung pada kartu grafis yang digunakan. Menurut pengalaman, kartu grafis PCI 3.0 bekerja lebih baik dibandingkan yang lebih baru. Ironis, bukan? Teknologi yang lebih tua justru memberikan hasil yang lebih memuaskan.

Mengapa demikian? Ini masih menjadi misteri. Namun, satu hal yang pasti: bottleneck GPU (Graphics Processing Unit) sangat terasa. Bahkan, dengan CPU yang seharusnya menangani sebagian besar emulasi, GPU tetap menjadi penentu utama kelancaran gameplay. Ini membuktikan betapa beratnya beban grafis, bahkan untuk game yang relatif sudah berumur. Memang, DOOM (2016) ini visualnya masih bikin mata terpesona.

Lebih dari Sekadar Main Game: Potensi Tak Terbatas SBC

Meskipun terkesan seperti proyek iseng, eksperimen ini menunjukkan potensi luar biasa dari SBC berbasis ARM. Bayangkan, dengan sedikit kreativitas dan software engineering, kita bisa menjalankan aplikasi yang tadinya eksklusif untuk platform tertentu di perangkat yang jauh lebih kecil dan hemat energi.

SBC bukan hanya untuk gaming. Mereka juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain, seperti server rumahan, media center, atau bahkan robotika. Fleksibilitas dan harga yang relatif terjangkau menjadikan SBC sebagai pilihan menarik bagi developer, hacker, dan enthusiast teknologi.

Keterbatasan Itu Ada: Bukan Berarti Gak Seru!

Tentu saja, menjalankan DOOM (2016) di SBC berbasis ARM tidak semulus di PC high-end. Akan ada lag, stuttering, dan mungkin beberapa glitch grafis. Tapi, justru di situlah letak keseruannya! Kita bermain bukan hanya untuk menyelesaikan game, tapi juga untuk menaklukkan tantangan teknologi. Ini adalah bukti bahwa keterbatasan bisa memicu kreativitas.

DOOM: Lebih dari Sekadar Game, Tapi Tolak Ukur Performa

DOOM selalu menjadi tolak ukur performa hardware. Dulu, orang mengukur kemampuan PC dengan seberapa lancar ia menjalankan DOOM. Sekarang, tradisi ini berlanjut ke platform lain, termasuk SBC berbasis ARM. Jika sebuah perangkat bisa menjalankan DOOM, ia berarti punya potensi besar.

Gaming Masa Depan: Dari Ruang Keluarga Hingga Genggaman Tangan

Eksperimen menjalankan DOOM (2016) di SBC berbasis ARM membuka mata kita tentang masa depan gaming. Bukan tidak mungkin, di masa depan kita akan melihat perangkat gaming yang jauh lebih kecil, lebih hemat energi, dan lebih terjangkau. Bayangkan, konsol gaming yang bisa dibawa ke mana-mana, ditenagai oleh chip ARM dan menjalankan game kelas berat dengan lancar.

Kesimpulan: Jangan Remehkan Kekuatan ARM

Jadi, kesimpulannya? Jangan pernah meremehkan kekuatan ARM. Meskipun awalnya dirancang untuk perangkat mobile, chip ARM kini semakin powerful dan mampu bersaing dengan chip x86 di berbagai bidang, termasuk gaming. Dengan sedikit hacking dan kreativitas, kita bisa melakukan hal-hal yang tadinya dianggap mustahil. Siapa tahu, di masa depan, DOOM akan menjadi game default di kulkas pintar kita? 😉

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

<p><strong>Sheep Esports - CFO Kaiwing: Tampil di MSI Membuktikan Kerja Kerasku Tak Sia-Sia</strong></p>

Next Post

Mel B Menikah di Katedral St Paul: Bintang Spice Girls Dipersunting Rory McPhee