Di tengah hiruk pikuk industri game yang kadang bikin pusing, ada satu studio yang tetap cool dan fokus bikin game unik: Remedy Entertainment. Mereka ini jagonya menggabungkan yang aneh dengan yang biasa, persis seperti kantor mereka yang tenang di Finlandia, padahal hasil karyanya bikin otak kita melting.
Dari Max Payne ke Multiverse Aneh: Evolusi Remedy
Remedy Entertainment, yang berdiri sejak 1995, awalnya dikenal lewat game balap Death Rally. Tapi, nama mereka melejit berkat Max Payne (2001), game noir keras dengan aksi ala film John Woo. Setelah itu, mereka bereksperimen dengan Alan Wake dan Quantum Break, yang cukup sukses, tapi…
Masalahnya, Remedy terjebak dalam siklus proyek ke proyek. Mereka gak punya hak milik atas karya sendiri; semuanya punya publisher. Selain itu, waktu pengembangan game mereka lama banget, sekitar lima tahun sekali. Kalau satu game gagal, ya wassalam. Ibaratnya, cuma punya satu telur di keranjang.
Strategi Anti-Bangkrut: Multi Proyek dan Kepemilikan IP
Tero Virtala, yang jadi CEO pada 2016, sadar betul akan bahaya ini. Ia kemudian merancang strategi baru: Remedy harus jadi studio multi-proyek supaya gak bergantung pada satu game saja, dan yang lebih penting, memiliki hak atas IP (Intellectual Property) mereka sendiri, bahkan menjadi self-publisher. Keren, kan?
Yang bikin strategi ini berhasil adalah semua karyawan ngeh dan setuju dengan rencana ini, gak cuma manajemen. Virtala percaya, dengan memberi pemahaman bisnis ke para developer, mereka bisa bikin keputusan kreatif yang lebih tepat. Sounds logical, right?
Kreativitas Bertemu Kalkulator: Kolaborasi yang Efektif
Sam Lake, veteran Remedy yang juga wajah Max Payne (ya, yang itu!), mendukung ide ini. Menurutnya, pemahaman tentang bisnis penting, meski ia gak terlalu suka angka-angka. Dengan tahu dampak keputusan kreatif terhadap bisnis, ia bisa memilih jalan yang lebih bijak. Jadi, gak cuma mikirin asiknya bikin cerita, tapi juga mikirin dompet perusahaan.
Control, yang dirilis pada 2019, jadi bukti nyata keberhasilan strategi ini. Game ini dikembangkan dengan lebih efisien dan cepat, tanpa mengorbankan kualitas khas Remedy. Selain itu, Control adalah IP baru yang dimiliki penuh oleh Remedy, dan dikembangkan bersamaan dengan proyek lain dengan publisher Korea, Smilegate.
Sukses Control, Ekspansi Gila-Gilaan!
Berkat kesuksesan Control, Remedy terus berkembang. Mereka merilis Alan Wake 2 yang sudah lama ditunggu, dan kini punya sekitar 380 karyawan. Mereka punya empat proyek yang sedang dikembangkan: sekuel Control, remake Max Payne, game yang belum diumumkan, dan game multiplayer pertama mereka, FBC: Firebreak. Gak main-main, kan?
Remedy juga memegang hak penerbitan Alan Wake, dan menciptakan connected universe yang menyatukan dunia Alan Wake dan Control. Mereka bahkan bekerja sama dengan Annapurna Pictures untuk mengembangkan universe ini ke film dan TV. Diversifikasi ini penting untuk melindungi diri dari kerasnya industri game.
Dua Kepala Lebih Baik dari Satu: Struktur Kreatif yang Fleksibel
Remedy kini punya beberapa tim pengembangan, dengan staf yang bisa pindah-pindah sesuai kebutuhan. Mereka juga punya struktur unik dengan dua creative director: Sam Lake dan Mikael Kasurinen. Dengan dua orang di posisi ini, sisi kreatif selalu terwakili dalam keputusan penting perusahaan, bahkan saat sedang fokus mengembangkan game.
Dari Jatuh Hingga Bangkit: Pelajaran Berharga dari Kegagalan
Meski begitu, transisi ini gak selalu mulus. Upaya Remedy untuk merambah dunia multiplayer dan free-to-play gak semuanya berhasil. Kemitraan mereka dengan Smilegate dalam game CrossfireX berakhir tragis karena game tersebut mendapat ulasan buruk dan ditutup setahun kemudian. Proyek free-to-play mereka dengan Tencent juga dibatalkan sebelum sempat dirilis.
Virtala mengakui, kegagalan ini terjadi karena mereka terlalu ambisius dan terburu-buru. Dari kegagalan Project Vanguard, mereka sadar bahwa empat proyek sekaligus adalah jumlah ideal untuk ukuran perusahaan mereka. Less is more, katanya.
Mencoba Hal Baru: FBC: Firebreak, Langkah Awal di Dunia Multiplayer
Meski pernah gagal, Remedy gak kapok mencoba hal baru. FBC: Firebreak, game yang mereka terbitkan sendiri, adalah salah satu eksperimen paling mengejutkan mereka. Game ini adalah multiplayer shooter, genre yang gak terlalu identik dengan Remedy yang jago bikin cerita single-player.
Firebreak adalah langkah awal yang hati-hati. Game ini masih berhubungan dengan universe Control, dan dikembangkan oleh tim kecil internal. Meski ada rencana update, Firebreak gak seperti game live-service yang terus-menerus bikin event dan aktivitas harian. Game ini dijual dengan harga tetap, dan didesain untuk "menghormati waktu pemain".
Menghormati Waktu Pemain: Filosofi Baru dalam Multiplayer
Mike Kayatta, game director Firebreak, bilang Remedy ingin mencoba berbagai pengalaman baru. Mereka sudah jago bikin game single-player yang kompleks dan kaya cerita, tapi mereka gak mau cuma bikin lima game serupa.
Sayangnya, Firebreak mendapat ulasan yang mix. Banyak yang bilang, meski game ini punya vibe aneh dan unik seperti Control, gameplay-nya repetitif dan kurang sentuhan naratif khas Remedy. Tapi, Remedy gak menyerah. Mereka merilis daftar patch dan perubahan yang komprehensif untuk memperbaiki berbagai masalah.
Industri Kejam: Remedy Bertahan di Tengah Badai
Di tengah industri game yang kejam, di mana studio besar pun bisa bangkrut dan game yang sudah lama dikembangkan bisa dibatalkan begitu saja, Remedy bisa dibilang cukup beruntung. Mereka punya back catalog yang kuat, beberapa game yang sedang dikembangkan, dan ukuran perusahaan yang gak terlalu besar.
Sam Lake merasa Remedy sudah menemukan formula yang pas untuk struktur multi-proyek mereka, dan ia gak kaget kalau Remedy gak akan terlalu banyak berkembang dalam beberapa tahun ke depan. Di saat banyak studio berlomba-lomba untuk terus tumbuh, tim di Remedy lebih memilih untuk berkelanjutan.
Remedy Sekarang: Lebih Kuat dan Berani Berbeda
Setelah beberapa kali mencoba dan gagal, Sam Lake merasa Remedy sudah menemukan jati dirinya. Mereka kini lebih kuat, lebih berani mencoba hal baru, dan yang terpenting, lebih siap menghadapi tantangan industri game yang semakin dinamis.
Intinya: fokus pada keunikan, gak takut bereksperimen, dan gak lupa sama kalkulator!