Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

Budaya Asli Amerika Dirayakan di Discovery Park 2025

Sally Rooney berani dukung Palestine Action meski dilarang

Bayangkan seorang penulis yang karyanya jadi serial hit, tapi di balik itu ia juga siap ‘bertarung’ demi keyakinannya. Kedengarannya macam karakter di novelnya sendiri, kan? Nah, Sally Rooney, penulis Normal People yang populer itu, baru-baru ini bikin geger jagat literasi dan politik. Ia dengan tegas menyatakan bakal terus mendukung Palestine Action, bahkan setelah kelompok itu dicap organisasi teroris oleh pemerintah Inggris.

Bukan cuma sekadar koar-koar di media sosial, lho. Novelis Irlandia yang sudah mengantongi banyak penghargaan ini berencana menggunakan seluruh penghasilan dari karyanya, termasuk royalti dari adaptasi BBC, serta platform publiknya, untuk terus “mendukung Palestine Action dan tindakan langsung melawan genosida.” Ini namanya komitmen tingkat tinggi yang bikin publik terbelah.

Dalam tulisan opini di Irish Times, Rooney bilang, “Kalau ini membuat saya jadi pendukung teror menurut hukum Inggris, ya sudahlah.” Pernyataan ini jelas menunjukkan sikapnya yang tak gentar, mirip plot twist dramatis di akhir bab. Ini juga sekaligus memicu perdebatan sengit tentang batas-batas kebebasan berekspresi.

Komentar berani dari Rooney ini muncul seiring dengan pembelaan Home Secretary Yvette Cooper. Cooper lagi-lagi menegaskan keputusan proskripsi Palestine Action. Ia menyebut kelompok itu lebih dari sekadar “kelompok protes biasa yang dikenal dengan aksi-aksi sesekali.” Pemerintah Inggris jelas punya pandangan yang berbeda dari sang penulis.

Palestine Action sendiri adalah kelompok aksi langsung pro-Palestina yang berbasis di Inggris. Mereka secara resmi dilarang dan dicap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah pada bulan Juli lalu. Kebijakan ini tentu saja mengubah dinamika gerakan protes dan dukungan publik terhadapnya.

Aktivitas utama Palestine Action fokus pada perusahaan-perusahaan senjata. Mereka menargetkan sasaran-sasaran ini sejak dimulainya konflik di Gaza saat ini. Tujuannya adalah mengganggu rantai pasokan dan produksi senjata yang mereka yakini berkontribusi pada konflik tersebut.

Rooney, yang dikenal lewat karya best-seller seperti Normal People dan Intermezzo, memang bukan pemain baru di panggung dukungan ini. Sebelumnya, ia sudah jadi pendukung vokal kelompok tersebut. Pada Juni lalu, ia menulis di Guardian bahwa melarang mereka akan jadi “serangan mengkhawatirkan terhadap kebebasan berbicara.”

Sikap Rooney ini juga mencuat setelah beberapa anggota Palestine Action menyusup ke RAF Brize Norton. Di sana, mereka menyemprot dua pesawat dengan cat merah. Insiden ini menyebabkan kerugian ditaksir mencapai 7 juta poundsterling, bukan angka yang main-main tentunya.

Sally Rooney dan Boikot Budaya

Rooney punya jejak panjang dalam mendukung isu Palestina. Terpisah, pada tahun 2021, ia pernah menolak izin untuk novelnya, Beautiful World, Where Are You, diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh penerbit Israel. Ia beralasan, penolakan itu adalah dukungan terhadap seruan boikot Israel atas kebijakannya terhadap Palestina.

Saat itu, ia mengatakan akan “merasa terhormat” jika bukunya diterjemahkan ke bahasa Ibrani oleh perusahaan yang punya posisi politik serupa dengannya. Ini menunjukkan bahwa baginya, seni dan politik tidak bisa dipisahkan begitu saja. Ia tidak ragu untuk menggunakan pengaruh budayanya sebagai bentuk protes.

Dalam opini terbarunya di Irish Times, ia kembali menegaskan komitmennya. Rooney akan terus menggunakan hasil karyanya, termasuk royalti dari produksi bersama BBC untuk Normal People dan Conversations with Friends, untuk mendanai kelompok tersebut. Ini bukan hanya dukungan verbal, melainkan juga dukungan finansial yang nyata.

Sebagai catatan, Rooney saat ini tidak terlibat dalam proyek apa pun dengan BBC dan ia tidak pernah menjadi staf mereka. Jadi, dukungannya pada Palestine Action adalah inisiatif personal murni, tidak terkait dengan hubungan profesionalnya dengan jaringan penyiaran tersebut.

Aksi Palestine Action: Antara Protes dan Proskripsi

Sejak kelompok ini dilarang oleh pemerintah pada 5 Juli, lebih dari 700 orang telah ditangkap. Termasuk lebih dari 500 orang dalam demonstrasi di pusat kota London minggu lalu. Angka ini menunjukkan betapa intensnya tensi antara kelompok ini dan pihak berwenang.

Dalam tulisan di Observer pada hari Minggu, Home Secretary Cooper mengatakan bahwa banyak yang mungkin tahu insiden Brize Norton, tapi tidak banyak yang tahu insiden lain yang diklaim oleh kelompok itu. Cooper ingin publik tahu lebih banyak tentang aktivitas Palestine Action yang dianggapnya melewati batas.

Contohnya, pada Agustus 2024, para pendukung Palestine Action yang diduga kuat membobol Elbit Systems UK di Bristol. Ini adalah perusahaan pertahanan Israel yang sudah lama menjadi target utama mereka. Kasus ini menunjukkan pola yang konsisten dalam target operasi kelompok tersebut.

Tantangan Hukum dan Kebebasan Berpendapat

Tuduhan-tuduhan terkait insiden di Elbit Systems UK tersebut akan disidangkan pada November mendatang. Delapan belas orang menyangkal tuduhan yang meliputi perusakan properti, penyerangan yang menyebabkan cedera fisik, gangguan kekerasan, dan perampokan berat. Kasus ini akan menjadi ujian penting bagi definisi “protes” versus “aksi kriminal.”

Cooper juga menyoroti adanya “Manual Bawah Tanah” dari kelompok tersebut. Ia mengatakan manual itu “memberikan panduan praktis tentang cara mengidentifikasi target untuk diserang dan cara menghindari penegakan hukum.” Menurutnya, “Ini bukanlah tindakan kelompok protes yang sah.” Argumen ini menjadi dasar kuat bagi proskripsi yang dilakukan pemerintah.

Ia juga menyebut telah menerima “informasi yang mengganggu” yang “meliputi ide dan perencanaan serangan di masa depan.” Hal ini menambahkan lapisan serius pada penilaian pemerintah terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh Palestine Action. Ini bukan hanya tentang kerusakan, tetapi juga potensi bahaya di masa depan.

Rooney, yang tinggal di Irlandia Barat, punya pandangan sebaliknya. Ia menulis, “Pemerintah Inggris saat ini secara sukarela telah mencabut hak-hak dasar dan kebebasan warganya sendiri, termasuk hak untuk menyatakan dan membaca opini yang berbeda, demi melindungi hubungannya dengan Israel.” Sebuah pernyataan yang menohok dan sarat kritik.

Menurut Rooney, “Dampak bagi kehidupan budaya dan intelektual di Inggris… sangat dan akan sangat mendalam.” Pandangannya ini menyoroti kekhawatiran yang lebih luas tentang dampak proskripsi terhadap ruang sipil dan kebebasan akademik di negara tersebut. Situasi ini seperti bermain game dengan aturan yang terus berubah, dan pemainnya adalah para seniman serta aktivis.

Konflik yang Memicu Perpecahan

Sebagai konteks, Israel memang sudah lama menolak tuduhan genosida. Namun, organisasi hak asasi manusia terkemuka di Israel dan global telah berargumen bahwa tindakan negara itu dalam perang di Gaza merupakan genosida terhadap populasi Palestina. Ini adalah perdebatan yang terus berlangsung di tingkat internasional, memicu beragam respons dan tindakan.

Perang ini sendiri dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel. Insiden tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang lainnya disandera. Serangan ini menjadi titik balik yang memicu eskalasi konflik yang parah.

Sejak itu, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina. Angka ini berdasarkan data dari kementerian kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, dan oleh PBB dianggap dapat diandalkan. Data ini menjadi sorotan utama dalam diskusi mengenai proporsionalitas dan dampak kemanusiaan dari konflik tersebut.

Jadi, ketika penulis sekelas Sally Rooney turun tangan, bukan cuma soal buku lagi. Ini tentang bagaimana seorang seniman besar menggunakan pengaruhnya untuk menyuarakan apa yang ia yakini benar, bahkan jika itu berarti ‘melawan arus’ dan berhadapan dengan hukum. Kisah ini mengajarkan kita bahwa di tengah gejolak politik global, suara individu, apalagi yang punya jutaan penggemar, tetap bisa jadi penentu, membentuk narasi, dan memicu perbincangan penting.

Previous Post

Meta Hypernova: Kacamata AR Murah, Era Baru Realitas

Next Post

Terence Stamp, Pemeran Jenderal Zod Superman, Wafat 87

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *