Siapa bilang seni itu selalu mudah dicerna? Kadang, seperti kopi pahit di pagi hari, butuh keberanian untuk menghadapinya. Kontroversi cover album, dari dulu hingga kini, selalu berhasil memancing perdebatan seru. Dari Carly Simon hingga Sabrina Carpenter, mari kita selami lika-liku visual yang bikin heboh ini.
Dari Lingerie Hingga Kontroversi: Kilas Balik Cover Album Ikonik
Cover album bukan sekadar pembungkus musik. Ia adalah statement, identitas, dan terkadang, provokasi. Ingat bagaimana cover album Nevermind milik Nirvana bikin heboh? Nah, jauh sebelum itu, Carly Simon sudah lebih dulu bermain-main dengan batas-batas visual.
Album Playing Possum (1975) milik Carly Simon, dengan fotonya berpose sensual dalam lingerie, menuai beragam reaksi. Ada yang menganggapnya sebagai empowerment, ada pula yang mencelanya sebagai eksploitasi. Sears, jaringan department store besar, bahkan sempat ragu untuk menjual album ini.
Bahkan, majalah Crawdaddy sampai membuat ulasan khusus hanya untuk membahas cover album tersebut! Lingerie yang dipakai Simon kemudian dipajang di Rock & Roll Hall of Fame saat ia dinobatkan pada tahun 2022. Sebuah bukti bahwa visual kuat bisa seikonik musiknya.
Lucunya, lingerie itu justru "kecolongan" dari Bloomingdale’s saat Simon sedang berbelanja dengan putrinya, Sally. Saat pemotretan, Simon mengenakannya di bawah pakaiannya dan kemudian berpose spontan saat mendengarkan lagu "Theme from Shaft". Siapa sangka, keisengan itu jadi momen bersejarah?
Fotografer Norman Seeff melihat sesuatu yang unik dalam foto itu. "Ada semacam energi di sana," katanya. "Kepalanya terpotong, dia bergerak dari lantai ke posisi berdiri, dan dia mengepalkan tinjunya. Tidak ada yang memikirkan apa yang mungkin disampaikan. Itu adalah gambar yang menarik dan unik dan meninggalkan banyak ruang untuk imajinasi."
Sabrina Carpenter: Mengulang Sejarah Atau Menciptakan Kontroversi Baru?
Terbaru, cover album Man’s Best Friend milik Sabrina Carpenter juga memicu perdebatan serupa. Dalam cover tersebut, Carpenter berlutut dengan satu tangan terulur ke arah sosok berpakaian jas yang mencengkeram rambutnya. Interpretasinya beragam: female empowerment yang cerdas atau sekadar memperkuat male gaze?
Reaksi terhadap cover album Carpenter mengingatkan pada kontroversi yang menyelimuti Playing Possum puluhan tahun lalu. Intinya, power pose, lingerie, dan pesan ambigu selalu berhasil menciptakan percikan api.
Ketika Visual Mengalahkan Segalanya: Lebih Dari Sekadar "Eye Candy"
Mengapa visual begitu penting? Karena kita hidup di era visual. Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya membuktikan bahwa gambar punya kekuatan besar. Cover album yang menarik perhatian bisa jadi gerbang masuk bagi pendengar baru.
- Daya Tarik Instan: Visual menarik perhatian dalam hitungan detik.
- Pembangkit Emosi: Gambar dapat membangkitkan emosi, dari kegembiraan hingga kontroversi.
- Branding Kuat: Cover album adalah bagian integral dari branding seorang artis.
Namun, di balik estetika, ada juga potensi misinterpretasi dan kritik. Seperti yang dialami Carly Simon dan kini Sabrina Carpenter, visual yang provokatif bisa jadi pisau bermata dua.
Seni, Kontroversi, dan Kebebasan Berekspresi: Batasan yang Semakin Kabur
Lantas, di mana batasan kebebasan berekspresi dalam seni visual? Jawabannya tidak pernah mudah. Apa yang dianggap empowering oleh satu orang, bisa dianggap exploitative oleh orang lain.
Carly Simon sendiri tidak terlalu mempermasalahkan cover album Sabrina Carpenter. "Dia tidak melakukan sesuatu yang keterlaluan," katanya. "Itu tampak jinak. Ada banyak sampul yang lebih mencolok dari miliknya… Dia sangat cantik, dan dia harus bangga pada dirinya sendiri dan penampilannya. Saya tidak melihat ada yang salah dengan itu."
Namun, Simon menambahkan sedikit candaan, "Saya pikir itu agak berlebihan, menyentuh lutut pria itu. Saya pikir dia tidak perlu melakukan itu." Sentilan ringan yang mengingatkan bahwa seni memang subjektif.
Carly Simon sendiri tengah menyiapkan musik baru yang beberapa diantaranya diproduseri oleh putranya, Ben. Salah satu lagunya adalah "Howl," yang menampilkan Nile Rodgers pada gitar dan vokal tamu dari Chris Stills, putra dari Stephen. Selain itu, ia juga membuat lagu tentang putrinya, "Mother of Pearl" dan "Do It Anyway."
Singel demi singel akan dirilis mengingat zaman sekarang sudah tidak banyak yang membuat album. Simon tak terlalu memikirkan sampul album karena yang terpenting adalah musiknya.
Satu hal yang pasti, kontroversi cover album akan terus ada. Ia adalah cermin masyarakat, refleksi nilai-nilai kita, dan pemicu perdebatan yang tak pernah usai. Jadi, lain kali Anda melihat cover album yang bikin Anda berpikir dua kali, ingatlah: seni yang baik seharusnya memang menantang.