Dark Mode Light Mode

Sel Kunci Pencegah Alergi Kacang Ditemukan, Harapan Baru Bagi Indonesia

Siapa bilang sains itu membosankan? Ternyata, di balik alergi makanan yang bikin kita skip makan enak, ada drama sel yang lebih seru dari sinetron. Kabar baiknya, ilmuwan baru saja menemukan pemain kunci dalam drama ini: Sel Thetis. Penemuan ini bukan cuma menambah daftar panjang istilah biologi yang bikin pusing, tapi juga membuka harapan baru bagi kita yang seringkali harus menahan diri dari godaan dessert lezat.

Alergi Makanan: Dulu Misteri, Sekarang Mulai Terkuak

Dulu, penyebab alergi makanan masih jadi teka-teki. Kenapa ada orang yang langsung gatal-gatal setelah makan kacang, sementara yang lain aman-aman saja? Penelitian bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Ternyata, sistem imun kita bisa salah "baca" makanan sebagai ancaman, dan terjadilah reaksi alergi yang menyebalkan.

Salah satu titik terang datang dari penelitian di Inggris satu dekade lalu yang menunjukkan bahwa pengenalan dini makanan penyebab alergi pada bayi dapat mengurangi risiko alergi. Tapi, gimana caranya? Apa yang terjadi di dalam tubuh kita sehingga pengenalan dini ini bisa efektif?

Inilah peran Sel Thetis. Sel ini pertama kali ditemukan oleh para peneliti di Memorial Sloan Kettering Cancer Center (MSK) pada tahun 2022. Mereka menemukan bahwa Sel Thetis memainkan peran penting, yang sebelumnya tidak diketahui, dalam menekan respons inflamasi terhadap makanan. Bayangkan mereka sebagai diplomat imun yang bertugas menenangkan sistem imun kita agar tidak panik saat bertemu makanan asing.

Penelitian lebih lanjut, yang diterbitkan dalam jurnal Science, menunjukkan bahwa ada periode krusial di bulan-bulan awal kehidupan untuk "melatih" sistem imun agar tidak bereaksi berlebihan terhadap alergen makanan. Istilah kerennya, "toleransi oral." Artinya, semakin awal kita mengenalkan makanan ke bayi, semakin besar peluang sistem imun mereka untuk belajar bahwa makanan tersebut aman. Penelitian ini sebagian besar dilakukan pada model tikus, so, tetap ada perbedaan dengan manusia.

Temuan ini juga membuka peluang terapi baru untuk mengatasi alergi makanan. Para peneliti percaya bahwa dengan memahami bagaimana Sel Thetis bekerja, kita bisa mengembangkan cara untuk "mengajari" sistem imun agar lebih toleran terhadap makanan penyebab alergi.

Sel Thetis: Penjaga Perdamaian di Usus Kita

Sel Thetis adalah jenis sel antigen-presenting cell. Tugasnya adalah "memamerkan" zat asing (antigen) ke sel imun lain. Sel antigen-presenting cell bertugas mendidik sistem imun. Sel-sel ini memberikan sinyal yang memberi tahu sistem imun untuk menyerang bakteri dan virus asing – atau menginstruksikannya untuk mentolerir protein tidak berbahaya dalam makanan yang kita makan. Ibaratnya, mereka ini kurator pameran yang memperkenalkan benda-benda asing ke pengunjung (sel imun).

Penelitian sebelumnya, dipimpin oleh Dr. Chrysothemis Brown dan Dr. Alexander Rudensky, menemukan bahwa ada gelombang perkembangan Sel Thetis di dalam usus pada awal kehidupan. Gelombang ini menciptakan kesempatan untuk mengembangkan toleransi imun. "Kami sebelumnya menunjukkan bahwa Sel Thetis melatih sistem imun untuk tidak menyerang bakteri baik di sistem pencernaan. Jadi, kami bertanya-tanya apakah sel-sel ini juga penting untuk mencegah respons inflamasi terhadap makanan, dan apakah peningkatan jumlah sel selama awal kehidupan akan menghasilkan peningkatan perlindungan terhadap alergi makanan," kata Dr. Brown.

Penelitian terbaru menemukan bahwa Sel Thetis tidak hanya membantu menjalin perdamaian dengan bakteri "baik," tetapi juga dengan protein dalam makanan yang dapat bertindak sebagai alergen, seperti protein Ara h yang ditemukan dalam kacang (meskipun tidak diuji secara khusus dalam penelitian ini) atau ovalbumin yang ditemukan dalam telur.

Mengapa Sel Thetis Dipanggil "Thetis"?

Nama "Thetis" diambil dari mitologi Yunani. Thetis adalah dewi laut yang bisa berubah wujud. Sel Thetis juga memiliki sifat mirip, karena mereka memiliki ciri-ciri dari dua jenis sel antigen-presenting cell: sel epitel timus meduler dan sel dendritik. Jadi, bisa dibilang, Sel Thetis ini multitasking.

Lymph Nodes: Tempat Nongkrong Favorit Sel Thetis

Tim peneliti menggunakan berbagai model tikus yang direkayasa secara genetik untuk menyelidiki toleransi oral. Mereka menempelkan pewarna fluoresen ke ovalbumin – protein yang ditemukan dalam telur dan alergen umum – untuk memvisualisasikan sel mana di usus yang berinteraksi dengannya.

Hasilnya menunjukkan bahwa subset Sel Thetis – jenis yang sama yang mengatur toleransi terhadap bakteri usus yang sehat – menyerap protein tersebut. Hal ini memungkinkan Sel Thetis memprogram jenis sel imun lain yang disebut sel T regulator untuk menekan respons imun terhadap protein telur, yang pada dasarnya memberi tahu tubuh bahwa protein tersebut aman. Lymph Nodes (Kelenjar Getah Bening) berperan penting dalam proses ini.

Meskipun Sel Thetis juga dapat menginduksi toleransi sepanjang hidup, ada perbedaan signifikan dalam respons imun ketika protein telur diperkenalkan kemudian. "Jumlah sel T regulator yang dihasilkan selama gelombang perkembangan ini pada tikus muda sekitar delapan kali lebih tinggi daripada pada tikus dewasa," kata Dr. Parisotto. "Dan setelah terbentuk, toleransi ini bertahan lama."

Dr. Brown menambahkan, bayangkan ini seperti tarik ulur antara pedal gas sistem imun dan rem. Ketika alergen makanan diperkenalkan sejak dini, hal ini memungkinkan tubuh untuk mengerem respons imun dengan lebih kuat. Tetapi setelah gelombang perkembangan ini, ketika Sel Thetis jauh lebih sedikit, rem tidak selalu cukup untuk mengatasi efek sel antigen-presenting cell lain yang bertindak sebagai pedal gas – mendorong sistem imun untuk memasang respons inflamasi terhadap protein asing.

Harapan Baru untuk Terapi Alergi Makanan

Pemahaman baru tentang mekanisme toleransi makanan ini membuka kemungkinan terapi baru, kata Dr. Brown. "Kami telah menunjukkan bahwa ada window untuk menghasilkan toleransi yang lebih kuat, yang dimediasi oleh Sel Thetis," katanya. "Apa yang disarankan ini adalah bahwa seseorang dapat mengembangkan strategi baru untuk mengirimkan antigen makanan langsung ke Sel Thetis untuk meningkatkan toleransi, meskipun mereka lebih jarang di luar window perkembangan ini."

Meskipun penelitian saat ini tidak memeriksa proses toleransi oral pada manusia, peneliti lain telah menunjukkan bahwa Sel Thetis pada tikus dan manusia sangat mirip. Bersamaan dengan peningkatan jumlah Sel Thetis selama awal kehidupan, subset Sel Thetis yang menginduksi toleransi – yang disebut Sel Thetis IV – sangat jarang di luar kelenjar getah bening usus.

"Tidak hanya penelitian ini menggarisbawahi konsensus dalam komunitas alergi tentang manfaat pengenalan alergen sejak dini, tetapi juga menjelaskan mengapa, misalnya, kita tidak melihat perkembangan toleransi serupa ketika antigen yang sama dikirimkan melalui rute lain, seperti kulit," kata Dr. Brown.

Lebih lanjut, dengan menyoroti bagaimana Sel Thetis bekerja dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam pengembangan respons imun di awal kehidupan, Dr. Brown dan labnya mendapatkan wawasan baru tentang bagaimana mereka dapat memengaruhi respons imun terhadap kanker masa kanak-kanak awal. Singkatnya, Sel Thetis ini multifaceted banget!

Jadi, tunggu apa lagi? Sebarkan info ini ke teman-temanmu yang punya alergi makanan. Siapa tahu, di masa depan, kita semua bisa makan enak tanpa perlu khawatir lagi. Dan untuk para orang tua, jangan ragu untuk mengenalkan makanan penyebab alergi pada bayi sejak dini. Siapa tahu, dengan bantuan Sel Thetis, anak-anak kita bisa tumbuh sehat dan bebas alergi. Atau paling tidak, kita jadi punya alasan scientifically-backed untuk makan dessert lagi.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Debut Konsol 'NebulasRay' Mahal, Padahal Dulu Cuma Ada di Arcade

Next Post

I-LAND 2: Grup IZ*ONE Reuni? Konfirmasi Comeback Juni!