Sex Mask: Ledakan Energi Proto-Post-Punk dari Melbourne
Pernah merasakan adrenalin saat konser musik? Bayangkan intensitas itu dikalikan sepuluh, lalu ditambah sedikit sentuhan absurditas khas anak muda. Itulah kira-kira sensasi menonton Sex Mask secara langsung. Band asal Melbourne ini bagai bom waktu yang siap meledak di panggung, menyajikan perpaduan artsy antara proto-post-punk dan no-wave yang menggeliat. Bersiaplah, karena vokalis tanpa baju, Wry Gray, bisa saja tiba-tiba muncul di dekatmu.
Sex Mask memang bukan band biasa. Dengan energi yang meluap-luap, mereka menawarkan sesuatu yang berbeda di tengah hiruk pikuk industri musik. Tapi, dari mana sebenarnya datangnya energi tak terbatas ini? Mari kita selami lebih dalam.
Dari Hardcore Hingga Mimpi Besar: Awal Mula Sex Mask
Dua per tiga dari line-up Sex Mask, Gray dan drummer Vinnie Moncada, tumbuh di skena hardcore lokal. Bayangkan, mereka headbang sejak remaja! "Saya nonton Parkway Drive live di balai komunitas pas umur 12," kenang Gray. "Dulu saya belajar gitar karena orang tua saya penyanyi band. Tapi, nonton Parkway Drive itu kayak dapet blueprint mimpi." Pengalaman itu menanamkan ambisi untuk menciptakan sesuatu yang dahsyat.
Sementara itu, ribuan kilometer jauhnya, gitaris Kaya Martin di Kanada, menemukan inspirasi dari gerakan musik akar rumput. Baginya, inti dari semua itu adalah: Tidak ada yang akan melakukannya untukmu. Pengalaman ini menempa dirinya menjadi musisi yang mandiri dan penuh inisiatif.
Perpaduan dua dunia, dua benua, dan berbagai pengaruh musik inilah yang akhirnya melahirkan Sex Mask.
"How To Be Cool At Parties": Lahirnya Sebuah Identitas
Sex Mask resmi terbentuk pada tahun 2022, awalnya hanya Gray dan Moncada. Keduanya sudah berteman sejak SMA, saling berbagi kecintaan pada musik, dan mulai berkolaborasi saat tinggal bersama. "Wry waktu itu bikin rap aneh, dan saya bikin instrumental post-punk aneh," cerita Moncada. "Suatu hari, kami coba gabungin. Ternyata hasilnya lebih natural dari yang kami kira. Kami nggak punya target suara tertentu. Justru keindahannya di situ, nggak direncanain. Ya, itulah yang kami berdua punya."
Single debut mereka, “How To Be Cool At Parties,” langsung mencuri perhatian. Lagu ini sulit dikategorikan: terlalu British untuk jadi The Strokes, terlalu Amerika untuk jadi The Fall, terlalu rock untuk Sleaford Mods, dan terlalu hip-hop untuk IDLES. Justru karena itulah, lagu ini menjadi pengantar sempurna untuk Sex Mask.
"Saya nulis liriknya tahun 2017, pas tinggal di Brisbane, dalam kondisi stream of consciousness," kata Gray. "Itu salah satu demo pertama kami. Lagu itu banyak berkembang sejak saat itu. Tapi, waktu jadi, rasanya kayak dapet Eureka moment." Moncada menambahkan, "Saya suka banget cara nyanyi Wry yang tajam dan perkusi. Waktu itu saya lagi sering dengerin Bloc Party dan band sejenisnya. Saya pengen gabungin gitar yang angular dan presisi drum-machine. Ternyata cocok banget sama vokalnya Wry."
Mitologi Kuno dan Akhir Dunia: Inspirasi Lirik yang Unik
Yang menarik, lirik-lirik Gray seringkali mengandung unsur teologi dan mitologi. Dalam "How To Be Cool At Parties", ia menggunakan citra serafim dan Leviathan. Hal ini berlanjut di lagu "Cerce", di mana ia menyelami mitologi Yunani. Usut punya usut, ketertarikan ini berawal dari prank sang kakak.
"Waktu kecil, kakak saya ngeyakinin saya kalau dunia bakal kiamat tahun 2012," cerita Gray. "Itu ngebuat saya masuk ke rabbit hole mitologi Sumeria. Dari situ saya jadi tertarik sama hal-hal dari sudut pandang yang berbeda." Mungkin, inilah cara Sex Mask memandang dunia: dengan campuran humor, ironi, dan sedikit sentuhan kiamat.
Dari Fans Jadi Keluarga: Bergabungnya Kaya Martin
Setelah "How To Be Cool At Parties" mendapat perhatian di Melbourne, Kaya Martin yang baru pindah dari Kanada langsung tertarik. "Saya ketemu Wry dan Vinnie di pesta," katanya. "Mereka bilang baru bikin band, dan saya langsung pengen ikut. Apalagi setelah dengerin ‘…Parties'. Beberapa bulan kemudian, mereka tiba-tiba ngehubungin saya: ‘Hei, kami ada show tiga minggu lagi, masih mau gabung band kami?'"
Dengan line-up yang lengkap dan live show yang mulai terbentuk, reputasi Sex Mask pun melesat.
Lebih dari Sekadar Musik: Pengalaman Live yang Tak Terlupakan
Antara aksi panggung Gray yang liar, perpaduan antara Iggy Pop dan Lil Peep, serta energi dari Martin dan Moncada, cara terbaik menikmati Sex Mask adalah dengan menonton mereka live. Live performance mereka adalah pengalaman yang benar-benar berbeda.
Sex Mask menjadi salah satu band yang diperbincangkan di konferensi industri musik Australia, Bigsound dan SXSW Sydney. Mereka juga sempat menjadi band pembuka untuk Fat White Family, Fcukers, dan Big Special. Baru-baru ini, mereka menjajal panggung Eropa di festival The Great Escape, Supersonic, Dot To Dot, dan Gold Sounds. NME bahkan menyebut mereka sebagai salah satu band terbaik di The Great Escape.
"Rasanya beda," jelas Moncada tentang daya tarik Sex Mask sebagai band live. "Cara lagu-lagu itu terbentuk live beda sama rekamannya. Apalagi ada drum dan gitar live di depan muka. Kami pengen ngasih orang sesuatu yang lebih tiga dimensi dan interaktif, sesuatu yang mungkin nggak mereka duga waktu pertama kali dengerin lagu-lagu ini."
Martin menambahkan, "Kebanyakan hidup itu udah bisa ditebak dan dihitung. Enak rasanya bisa ada di situasi di mana kamu bisa nunjukkin emosi kamu. Yang saya suka dari musik live itu elemen bahaya dan kejutan. Show kami punya dua-duanya."
"No Love": Menggali Kembali Masa Lalu, Menemukan Kekuatan
Sex Mask kembali ke Australia untuk serangkaian show utama. Bersamaan dengan itu, mereka merilis single terbaru, "No Love", yang sering mereka gunakan sebagai lagu pembuka tahun lalu. Riff gitar lagu ini mengingatkan pada "People Of The Sun" dari Rage Against The Machine, tapi dimainkan oleh Andy Gill. Sementara itu, synth yang melengking langsung membangkitkan kenangan akan gerakan electroclash awal 2000-an.
"Lagu itu sebenarnya ada di batch demo yang sama dengan ‘…Parties'," kata Gray. "Tapi, makin sering kami mainin live, makin banyak perubahan di rekamannya." Liriknya sendiri diambil dari arsip bertahun-tahun lalu. Gray justru merasa bangga dengan hal itu.
"Menurut saya, itu insightful banget secara pribadi," ujarnya. "Kamu punya kekuatan buat balik ke masa lalu, buat ngambil hal-hal dari umur 17, atau 20, atau kapan pun, dan nge-rekeningnya secara objektif. Saya ngerasa, apalagi pas masih muda, kamu selalu ada di antara bahagia dan sedih: satu menit semuanya ‘keren banget', menit berikutnya ‘semuanya brengsek'. Pas kamu nyelam ke kedalaman emosi kamu, kamu bisa kaget sendiri. Sama kayak ikonografi, itu cat yang bisa kamu pake buat ngelukis."
Analogi yang pas. Sex Mask sepertinya nggak takut sama kekacauan. Justru itulah yang membuat mereka menjadi band baru yang menarik dan vital yang perlu kamu ikuti sekarang.
Sex Mask: Jangan Sampai Ketinggalan!
Intinya? Sex Mask adalah angin segar di industri musik. Mereka nggak takut bereksperimen, mencampuradukkan berbagai genre, dan menyajikan pertunjukan live yang penuh energi dan kejutan. Jadi, jangan cuma dengerin rekamannya. Datang ke konsernya dan rasakan sendiri ledakannya! Dijamin, pengalaman ini akan membekas lama.