Siapa yang menyangka, di balik kesuksesan Street Fighter 2 yang melegenda, tersimpan sebuah rahasia kelam? Sebuah versi awal, jauh berbeda dari yang kita kenal, hampir saja merusak sejarah fighting game. Bayangkan dunia tanpa Hadoken, tanpa Sonic Boom, tanpa… aduh, jangan sampai deh!
Sejarah Street Fighter 2 memang penuh lika-liku. Dari ide awal hingga menjadi ikon, perjalanan game ini tidaklah semulus yang kita kira. Sebelum hadirnya World Warrior yang kita puja, ada prototipe yang hampir saja menjadi kenyataan. Tapi, apa yang membuat versi awal ini begitu berbeda? Dan mengapa ia akhirnya dikubur dalam-dalam?
Kisah ini dimulai pada Oktober 1988, saat Capcom mengadakan pertemuan perencanaan. Mereka ingin menciptakan sekuel yang lebih dahsyat dari Street Fighter pertama. Namun, rencana tersebut harus kandas di tengah jalan. Faktor utamanya? Kekurangan ROM (Read-Only Memory). Produksi ROM chip saat itu sangat mahal, membuat Capcom berpikir dua kali untuk meneruskan proyek ambisius tersebut.
Kalau Bukan Karena ROM, Mungkin Kita Main Zhi Li Sekarang!
Versi awal Street Fighter 2 ini benar-benar mind-blowing. Lupakan Ryu dan Ken, karena mereka tidak ada di sini! Tapi jangan khawatir, ada karakter-karakter prototype yang kemudian berevolusi menjadi para petarung yang kita kenal. Misalnya, Chun-Li awalnya bernama Zhi Li! Bayangkan, teriakan “Zhi Li!” alih-alih “Kikoken!”.
Yang lebih gila lagi, latar cerita versi awal ini sangat berbeda. Alih-alih turnamen global, Street Fighter 2 ini mengambil tempat di sebuah pulau tak berpenghuni. Pulau ini dibeli khusus untuk menggelar turnamen mixed martial arts! Konsepnya mirip film Enter the Dragon, tapi dengan fighting game sebagai daya tariknya.
Pulau tersebut ditampilkan sebagai gambar scrolling, dengan tujuh stage yang berbeda: Kota, Perahu, Air Terjun, Hutan, Gua, Jembatan, dan Kuil di Tebing. Setiap stage menawarkan tantangan visual yang unik, meskipun mungkin kurang ikonik dibandingkan stage-stage Street Fighter 2 yang kita kenal sekarang.
Beauty vs Beast: Duel Absurd yang Hampir Jadi Kenyataan
Gameplay dalam versi awal ini pada dasarnya sama dengan versi final: pertarungan satu lawan satu. Namun, ada beberapa variasi pertarungan yang cukup aneh. Misalnya, “Beauty versus Beast”, “Clashes of Fate”, dan “Handicapped Matches”. Bisa dibayangkan betapa random-nya pertarungan “Beauty versus Beast”? Mungkin Chun-Li melawan Blanka?
Salah satu stage, yaitu kota, memiliki penonton di latar belakang. Desain ini mirip dengan stage di game Street Fighter Alpha pertama. Selain itu, ada stage gua yang sedikit mengingatkan pada stage Akuma di Street Fighter Alpha 2 dan Street Fighter 6. Easter egg sebelum zamannya!
Kekurangan ROM memang menjadi kendala utama, tetapi ada juga faktor lain yang mungkin mempengaruhi keputusan Capcom. Desain karakter yang kurang familiar dan latar cerita yang tidak se-universal World Warrior mungkin menjadi pertimbangan.
Efek Kupu-Kupu: Apa Jadinya Tanpa Street Fighter 2 yang Kita Kenal?
Kita mungkin bertanya-tanya, apa jadinya jika versi awal Street Fighter 2 ini benar-benar dirilis? Apakah game ini akan menjadi fenomena global seperti Street Fighter 2 yang kita kenal? Jawabannya mungkin tidak. Street Fighter 2 berhasil mempopulerkan genre fighting game dan menetapkan standar baru untuk game kompetitif. Versi awal ini mungkin saja tidak memiliki daya tarik yang sama.
Street Fighter 2 menjadi fenomena bukan hanya karena gameplay-nya yang adiktif, tetapi juga karena karakter-karakternya yang ikonik dan cerita yang mudah dipahami. Ryu, Ken, Chun-Li, Guile, Zangief – mereka menjadi bagian dari budaya pop. Versi awal ini, dengan karakter-karakter prototype dan cerita yang lebih niche, mungkin tidak akan mencapai status yang sama.
Street Fighter Tanpa “Shoryuken!”: Sebuah Tragedi?
Bayangkan Street Fighter tanpa “Shoryuken!”. Sebuah tragedi, bukan? Street Fighter 2 tidak hanya tentang pertarungan, tetapi juga tentang hype dan drama. Teriakan “Shoryuken!” saat Ryu meluncur ke udara, pukulan “Hundred Hand Slap” milik Chun-Li, semua itu menjadi momen-momen ikonik yang tak terlupakan.
Mungkin saja, Street Fighter 2 versi awal ini memiliki mekanik yang sama bagusnya, tetapi tanpa karakter-karakter dan momen-momen ikonik, ia mungkin hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah fighting game.
Jadi, mari kita bersyukur atas kelangkaan ROM chip di tahun 1988. Tanpa kekurangan itu, mungkin saja kita tidak akan pernah mengenal Street Fighter 2 yang kita cintai. Dan mungkin saja, kita akan meneriakkan “Zhi Li!” setiap kali memainkan fighting game. That’s a scary thought!