Dark Mode Light Mode

Studio AI Meta: Ancaman atau sekadar Pengalih Perhatian?

Siap-siap, scroll Instagram Anda mungkin akan sedikit… aneh. Meta sedang gencar-gencarnya merilis fitur berbasis AI, dan kita semua jadi kelinci percobaannya. Pertanyaannya, apakah kita siap punya kembaran digital yang mungkin lebih populer dari kita?

Metaverse atau Meta-WORSE? Dilema Kembaran Digital

Meta, dengan hiring blitz para ahli AI, sepertinya serius ingin menguasai dunia… dunia digital, tepatnya. AI Studio mereka menjanjikan berbagai fitur, mulai dari chatbot hingga digital twin. Tapi, di balik janji kemudahan dan engagement tinggi, tersimpan kekhawatiran tentang privasi data dan otonomi individu. Bayangkan, ada versi digital diri Anda yang berkeliaran di internet, belajar dari Anda, dan… menjual Anda?

Eksperimen Meta dengan AI selama ini bisa dibilang lebih banyak gagalnya daripada suksesnya. Ingat celebrity chatbot yang sempat heboh di Amerika? Yup, fitur itu ditarik sebelum AI Studio dirilis. Di India, AI Studio justru memicu perdebatan panas tentang implikasinya.

Jurnalis Raghu Karnad bahkan mengaku dihubungi Meta India untuk menjajal AI tools mereka. “Saya diajak ngobrol panjang lebar soal bikin reels, jadi content creator, lalu didorong-dorong pakai AI tool baru,” ujarnya. Yang bikin miris, Karnad bilang gak ada penjelasan soal terms and conditions. “Ide punya kembaran digital yang meniru kualitas personal… I’m not signing up for something like that,” tegasnya.

Intinya, Meta’s AI belum siap menggantikan kita sepenuhnya. Not yet. Meta India mengklarifikasi bahwa Creator AI tool (bagian dari AI Studio) belum diluncurkan di India. Baru fitur AI Character yang memungkinkan kita bikin avatar digital dengan kepribadian yang bisa dipersonalisasi.

Perbedaan utama? Creator AI adalah digital extension dari diri Anda, khusus untuk akun profesional. Sementara AI Character lebih ke chatbot biasa, buat seru-seruan. Tapi, keduanya punya potensi masalah sendiri-sendiri. Ada laporan tentang chatbot Meta yang terlibat percakapan seksual eksplisit dengan pengguna di bawah umur. Romantic role-play jadi daya tarik utama? Yikes.

Viralitas Itu Candu: Bahaya atau Berkah?

Bagi sebagian content creator, AI Studio adalah mimpi buruk ala Isaac Asimov. Tapi bagi yang lain, ini adalah lifeline untuk virality dan engagement. “Orang-orang pengen jadi yang pertama nyobain. Virality itu kan duit,” kata Ankita Kumar (@Monkey.inc), traveler dan content creator dengan lebih dari setengah juta followers.

Kumar percaya bahwa influencer dapat followers karena authenticity. “Setidaknya yang niatnya jangka panjang,” tambahnya. Tapi ada juga yang cuma pengen making a quick buck and getting out.

Authenticity jadi kunci di era Gen Z. Avatar AI, secanggih apapun, kayaknya gak bakal appeal ke semua orang. Menurut AI artist dan penulis skenario Prateek Arora, banyak creator yang sudah mengotomatiskan pembuatan reel. “Tapi itu cuma cocok buat niche yang sempit, yang isinya sharing information aja. Bukan buat creator yang diikuti karena subjective experience mereka – kayak travel vlogger.”

Privasi Data: Anonymized atau Personalisasi Mindset?

Arora juga menenangkan soal alarmisme berlebihan. “Dulu juga ada yang heboh soal terms and conditions, ternyata Instagram cuma perlu itu buat legally display konten AI kita buat marketing mereka sendiri. Jadi, misalnya persona kita dipakai buat endorse sesuatu yang gak kita suka, kayaknya gak bakal kejadian karena pasti reaksinya keras.”

Buat sebagian besar orang, manfaat media sosial outweigh risiko privasi data. Tapi, AI Studio Meta, baik AI Character maupun Creator AI tool, menghadirkan cerita yang sedikit berbeda. “Setahu saya soal hukum data, biasanya data kita itu di-anonymized. Ini malah kebalikannya. Saya gak mau model personal dari mindset saya jadi asetnya Meta,” kata seorang pengguna.

Saat ditanya apakah Meta hanya akan menggunakan persona individu untuk mempromosikan AI Studio atau untuk menyempurnakan algoritmanya sendiri, Meta India memberikan jawaban yang berbelit-belit. “Ini percakapan penting, apalagi hukum yang ada itu udah ketinggalan jaman. Cara memperlakukan materi copyright masih jadi isu yang berkembang bagi AI developers, creators, dan policymakers. Kami mengandalkan prinsip copyright seperti fair use di AS untuk melatih AI, sama kayak yang lain. Kami pikir fair use di AS memungkinkan hal-hal seperti pelatihan LLM.” Intinya: Model AI Meta gak beda dari cara AI pada umumnya mencari konten di internet.

Alat AI Meta sepertinya masih dalam keadaan flux, terus berubah berdasarkan respon pengguna. Meskipun modalitasnya mungkin berubah, jelas bahwa Meta berniat untuk sangat bergantung pada AI untuk menghasilkan engagement, bahkan jika itu berarti melepaskan AI slop pada penggunanya. Revolusi digital detox mungkin akan datang lebih cepat dari yang kita kira.

Jadi, takeaway-nya? Hati-hati dengan digital twin Anda. Jangan sampai dia yang lebih eksis!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Pemain BlackRay dari CAG Osaka Dituduh Menyandera dan Memaksa Pria

Next Post

Imogen Heap Akan Terbitkan Ulang Speak for Yourself untuk Rayakan Ulang Tahun ke-20