Eh, serius deh, stunting itu kayak bayangan yang terus ngikutin kita. Tapi, ada kabar baik nih! Angka stunting di Indonesia mulai nurun, kayak berat badan habis diet ketat. Tapi, jangan seneng dulu, PR kita masih banyak banget!
Indonesia Berhasil Tekan Stunting: Misi Belum Selesai!
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru-baru ini mengumumkan penurunan angka stunting dari 21,5 persen di tahun 2023 menjadi 19,8 persen tahun lalu. Ini semua berkat Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang mengumpulkan data dari sekitar 345.000 rumah tangga dengan bayi di tahun 2024. Angka ini memang lebih rendah dari target yang ditetapkan Bappenas (0,3 persen), tapi tetep aja ada sekitar 4,48 juta bayi yang terkena stunting. Banyak banget, kan?
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, wanti-wanti kalau kita nggak bisa santai-santai. Kalau jutaan anak punya potensi intelektual di bawah rata-rata gara-gara stunting, wah, ini kerugian besar buat Indonesia! Makanya, Kemenkes ngajak semua tenaga kesehatan buat kerja lebih keras lagi dengan strategi pencegahan stunting nasional. Targetnya, turun jadi 18,8 persen di akhir tahun ini dan 14,2 persen di tahun 2029. Semoga aja tercapai!
Strategi Kemenkes fokus di enam provinsi prioritas: Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Enam provinsi ini menyumbang lebih dari setengah kasus stunting di Indonesia. Bayangin deh, kalau di masing-masing provinsi ini bisa nurunin angka stunting 10 persen aja, angka nasional bisa turun 4-5 persen! Gokil!
Pencegahan sejak dini itu penting banget. Tenaga kesehatan di enam provinsi itu diminta buat proaktif, mulai dari screening ibu hamil buat lihat kekurangan gizi dengan ngukur lingkar lengan dan kadar hemoglobin (Hb), terus kasih suplemen zat besi dan mikronutrien lainnya. Soalnya, bayi yang lahir dari ibu yang kekurangan gizi, risikonya kena stunting paling tinggi.
Kata Pak Menteri, sebagian besar kasus stunting dimulai sejak lahir. Makanya, fokusnya harus ke ibu, jangan nunggu bayinya lahir. Ibu-ibu nggak boleh kekurangan gizi! Penting nih, buat para calon ibu, jaga kesehatan ya!
SSGI 2024 ini memang kasih gambaran tentang angka stunting secara nasional, tapi beberapa pengamat bilang, datanya mungkin nggak sepenuhnya akurat. Soalnya, metode survei dan potensi kasus yang nggak dilaporkan bisa bikin datanya kurang lengkap. Jadi, kita harus aware juga sama keterbatasan data ini.
Fokus Bukan Cuma Saat Hamil: Kesehatan Remaja Putri Juga Penting!
Diah Saminarsih dari Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) bilang, strategi stunting pemerintah harus lebih merhatiin kesehatan perempuan jauh sebelum hamil, terutama pas remaja. Pasalnya, di usia remaja, banyak cewek yang mulai punya kebiasaan makan nggak sehat dan diet ketat biar sesuai standar kecantikan. Padahal, itu nggak sehat! Akibatnya, pas hamil, banyak yang udah kekurangan gizi.
Daripada bagi-bagiin suplemen ke semua perempuan usia subur, Diah nyaranin solusi yang lebih hemat dan sistematis. Misalnya, dengan naikin cukai makanan ultra-processed (makanan olahan) terus dananya dipake buat ningkatin akses ke makanan bergizi dan terjangkau. Ini nggak cuma buat perempuan, tapi juga buat masyarakat luas. Win-win solution!
Diah juga menekankan perlunya respons kebijakan yang lebih kuat buat mencegah perkawinan anak dan kelahiran di luar nikah. Anak-anak dari pernikahan dini atau kelahiran di luar nikah punya risiko stunting yang lebih tinggi, tapi seringkali diabaikan dalam strategi kesehatan masyarakat. Ini nggak boleh kejadian lagi!
Jangan Cuma Kasih Makan: Pemahaman Orang Tua Juga Kunci!
Ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen, nunjukkin celah penting lainnya dalam upaya anti-stunting di Indonesia: kurangnya pemahaman orang tua tentang MPASI (Makanan Pendamping ASI) yang sehat. MPASI itu makanan padat yang dikasih ke bayi selain ASI, biasanya mulai umur enam bulan.
MPASI seringkali nyontoh pola makan orang tuanya. Banyak orang tua muda yang makan makanan olahan nggak sehat kayak mie instan, dan karena salah informasi di media sosial, mulai ngasih bayi susu formula dan makanan kemasan. Ini malah bikin stunting makin parah! Pemerintah perlu banget nih buat ngatasin masalah kurangnya pengetahuan ini.
Tan ngajak pemerintah buat memperkuat Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dengan ngelatih ulang petugasnya dan ngasih mereka sumber daya yang dibutuhin buat ngasih pelayanan penting ke ibu dan anak.
Posyandu itu kunci buat ngelawan stunting, tapi banyak yang dijalankan sama orang yang nggak terlatih dan dimanfaatin sama bisnis yang jualan produk kayak biskuit murah dan daging olahan dengan kedok donasi. Wah, ini nggak bener nih!
Jadi, Intinya Apa?
Menurunkan angka stunting itu kayak marathon, bukan sprint. Kita udah mulai lari, tapi jangan sampe kehabisan napas di tengah jalan. Fokus ke kesehatan ibu sejak remaja, kasih edukasi yang bener tentang MPASI, dan perkuat Posyandu. Dengan kerja keras dan strategi yang tepat, kita bisa ngalahin stunting dan nyiapin generasi penerus yang sehat dan cerdas!