Dark Mode Light Mode

Suku Bajo Terancam Maut Anak dan Lumpur Beracun di Balik Energi Hijau

Nikel, Baterai Listrik, dan Air Mata Suku Bajo: Ironi Energi Hijau di Kabaena

Kabaena, pulau kecil di Sulawesi Tenggara, menyimpan ironi besar di balik ambisi energi hijau Indonesia. Di satu sisi, nikel dari pulau ini dielu-elukan sebagai bahan baku penting untuk baterai kendaraan listrik, pendorong transisi menuju masa depan rendah karbon. Di sisi lain, penambangan nikel di Kabaena merenggut kehidupan anak-anak, merusak lingkungan, dan menghancurkan budaya Suku Bajo, sang penjaga laut. Apakah "energi hijau" sepadan dengan harga air mata dan kerusakan lingkungan?

Pulau Kabaena: Surga yang Terluka

Kabaena, dengan luas hanya 837 km², seharusnya menjadi oase. Namun, alih-alih kehidupan yang harmonis, pulau ini kini dipenuhi luka akibat penambangan nikel. Hutan gundul, air tercemar, dan kehidupan laut yang mati menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat Bajo, yang dulunya menggantungkan hidup pada laut, kini berjuang untuk bertahan di tengah lumpur nikel. Ironisnya, 75% wilayah Kabaena telah dikapling untuk konsesi pertambangan, banyak di antaranya tumpang tindih dengan hutan lindung.

Racun Nikel Mengintai Kehidupan

Satya Bumi, sebuah organisasi lingkungan, melakukan investigasi mendalam dan menemukan kadar logam berat berbahaya, terutama nikel, dalam sedimen dan air di Kabaena. Konsentrasi nikel bahkan mencapai 3.464 miligram per liter, melebihi ambang batas yang diizinkan hingga 7.000%! Kondisi ini jelas membahayakan kesehatan manusia, menyebabkan masalah neurologis, penyakit jantung, hingga kanker. Tragisnya, anak-anak Suku Bajo menjadi korban pertama, tenggelam dalam lumpur beracun saat bermain di dekat rumah mereka. Ini bukan sekadar kecelakaan, tapi kegagalan sistemik dalam melindungi warga dan lingkungan.

Ketika Hukum Ditundukkan Demi Cuan

Penambangan di Kabaena jelas melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 27/2007 dan Undang-Undang Nomor 1/2014 melarang penambangan di pulau-pulau kecil dengan luas kurang dari 2.000 km². Namun, pemerintah seolah menutup mata dan terus memberikan izin, memprioritaskan keuntungan ekonomi jangka pendek di atas kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Istilah "calculated ignorance" (ketidaktahuan yang diperhitungkan), seperti yang diungkapkan seorang aktivis, terasa sangat tepat menggambarkan situasi ini. Lalu, siapa yang bertanggung jawab?

Jejak Nikel Kabaena dalam Rantai Pasok Global

Investigasi mengungkap bahwa nikel dari Kabaena masuk ke dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik. Melalui smelter di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), nikel ini diproses dan memasok bahan baku baterai ke perusahaan-perusahaan besar seperti Samsung SDI, CATL, dan Tsingshan. Baterai ini kemudian digunakan oleh produsen kendaraan terkemuka seperti Tesla, Stellantis, Volkswagen, Ford, dan BYD. Artinya, kendaraan listrik yang kita anggap ramah lingkungan mungkin saja didanai oleh penderitaan masyarakat Kabaena. Jadi, apakah kita benar-benar menyelesaikan masalah atau hanya memindahkannya?

Orang Penting di Balik Tambang Maut

Laporan juga mengungkap keterlibatan politically exposed persons (PEPs) dalam industri nikel di Kabaena. Beberapa perusahaan tambang diduga terkait dengan pejabat tinggi negara, baik yang masih aktif maupun pensiunan. Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara bahkan pernah dihukum karena korupsi terkait izin pertambangan di Kabaena. Situasi ini menunjukkan adanya permainan kotor di balik layar, di mana kekuasaan dan uang bekerja sama untuk merusak lingkungan dan masyarakat demi keuntungan pribadi.

Solusi Sementara atau Perbaikan Permanen?

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjanjikan tindakan tegas terhadap pelaku pencemaran dan pengembangan rencana restorasi. Namun, banyak pihak skeptis. Janji-janji ini terdengar hampa tanpa tindakan konkret dan penegakan hukum yang tegas. Perbaikan sementara, seperti perbaikan tanggul lumpur yang rusak, tidak akan menyelesaikan masalah mendasar. Kabaena membutuhkan restorasi lingkungan yang komprehensif dan penegakan hukum yang tanpa kompromi.

Moratorium Izin Tambang: Langkah Mendesak

Para ahli dan aktivis mendesak pemerintah untuk memberlakukan moratorium izin tambang di Kabaena. Langkah ini akan memberikan waktu untuk mengevaluasi ulang izin-izin yang ada dan memastikan bahwa semua kegiatan pertambangan mematuhi peraturan lingkungan dan menghormati hak-hak masyarakat. Moratorium ini bukan berarti menghentikan pembangunan, tetapi memastikan bahwa pembangunan dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Masa Depan Kabaena di Tangan Siapa?

Masa depan Kabaena tergantung pada keberanian kita untuk mengakui kesalahan masa lalu dan mengambil tindakan yang tepat. Pemerintah harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi lingkungan dan masyarakat. Perusahaan tambang harus bertanggung jawab atas kerusakan yang telah mereka lakukan. Dan kita sebagai konsumen, harus lebih bijak dalam memilih produk dan mendukung perusahaan yang beroperasi secara etis dan berkelanjutan.

Jangan Biarkan Kabaena Menjadi Simbol Kegagalan Energi Hijau

Kisah Kabaena adalah peringatan keras tentang bahaya mengejar keuntungan ekonomi dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat. Energi hijau seharusnya menjadi solusi, bukan masalah baru. Jangan biarkan Kabaena menjadi simbol kegagalan energi hijau Indonesia. Kita harus belajar dari kesalahan ini dan memastikan bahwa pembangunan masa depan dilakukan secara berkelanjutan, inklusif, dan adil. Air mata Suku Bajo harus menjadi pengingat bagi kita semua.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Jin BTS Ukir Sejarah: Album "Echo" Debut di Tangga Album Resmi Inggris

Next Post

Perbaikan Bug Berlimpah, Pembaruan PA28 & E550: Dampak Livestream Developer MSFS Mei