Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

Talking Heads: Ketika Bahasa Indonesia Mengubah Musik Mereka

Siapa bilang album lawas nggak bisa relevan? More Songs About Buildings and Food dari Talking Heads, yang rilis 47 tahun lalu, justru makin terasa ngena di era digital ini. Album ini bukan cuma sekadar kumpulan lagu, tapi juga potret keresahan dan alienasi di tengah gempuran informasi. Ibarat Sgt. Pepper-nya generasi yang hidup di era media sosial.

Album ini kembali hadir dalam edisi Super Deluxe Edition. Momentumnya juga pas banget, menjelang ulang tahun ke-50 band ini. Selain itu, film konser Stop Making Sense garapan Jonathan Demme juga tayang lagi di bioskop, memicu reuni (virtual) para personel Talking Heads di acara talk show. David Byrne juga nggak mau ketinggalan, dengan proyek American Utopia yang menggarap ulang katalog band di Broadway dan film. Belum lagi Chris Frantz yang merilis memoar yang relatable. Jadi, Talking Heads memang lagi in banget!

Sentuhan Magis Brian Eno: Lebih dari Sekadar Produser

Salah satu kunci keajaiban More Songs adalah kehadiran Jerry Harrison, eks The Modern Lovers, pada gitar dan keyboard. Tapi yang nggak kalah penting adalah sentuhan Brian Eno sebagai co-producer. Album ini jadi kolaborasi pertama mereka, yang kemudian berlanjut ke Fear of Music dan Remain in Light. Eno, si ilmuwan musik post-glam dari Inggris, sukses memoles art-punk New York menjadi sesuatu yang lebih groove dan berdimensi.

Pengaruh Eno terasa banget di chorus lagu “The Good Thing” yang vibe-nya Before and After Science banget. Vokal latar diisi oleh “Tina and the Typing Pool,” yaitu para staf di Compass Point Studios, Bahama, tempat album ini direkam. More Songs adalah salah satu album pertama yang direkam di sana, membantu mempopulerkan dubby club grooves ala 80-an. Tina Weymouth bahkan ingat kalau mereka dapat diskon karena salah satu studio masih dibangun!

Sentuhan Eno juga terasa di gebukan snare yang rubbery dan riff gitar “Warning Sign” yang bikin merinding. Lagu ini terasa sangat relevan di tahun 2025 ini, dengan nuansa yang foreboding. Bisa dibilang, More Songs adalah debut Eno sebagai produser kelas kakap. Ia menggunakan EMS Synthi AKS-nya untuk “memperlakukan” instrumen, memberikan efek suara yang unik. Byrne ingat bagaimana mereka meminta efek snare ala album Low-nya David Bowie, dan Eno berhasil mewujudkannya di lagu “Take Me To The River”.

Amerika di Mata Talking Heads: Ironi dan Absurditas

Lagu penutup album, “Big Country,” juga ngena banget di tahun 2025. Lagu ini adalah semacam travelogue tentang Amerika, yang menyoroti kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya, liriknya menyimpulkan “I wouldn’t live there if you paid me to,” diikuti dengan celotehan nggak jelas dan lick gitar country yang khas. Versi alternatif “Thank You for Sending Me an Angel (Country Angel Version)” semakin menegaskan konsep ini. More Songs About Buildings and Food memang salah satu album konsep terbaik tentang Amerika. Awalnya, album ini bahkan mau diberi judul Oh What a Big Country. Musiknya intens, lucu, indah, absurd, menakutkan, marah, dan gila. Persis kayak Amerika!

Mengulik Proses Kreatif: Harta Karun untuk Penggemar Berat

Bonus cuts di edisi Super Deluxe memang nggak bikin gempar. Tapi, 10 alternate takes dan versi instrumental “Electricity” memberikan insight tentang proses kreatif band ini. Kita bisa mendengar bagaimana tempo “Artists Only” dipercepat, dan “Girls Want to Be With the Girls” diperlambat. (Tempo “Take Me to the River” juga diperlambat dari versi live, meskipun nggak ada buktinya di sini.) Instrumennya terdengar lebih jelas di versi alternatif, sebelum Eno memberikan sentuhan magisnya. Sentuhan-sentuhan itulah yang membuat lagu-lagu ini menjadi sesuatu yang lebih turbo-charged. Sisi kedua album ini, khususnya, adalah salah satu soundtrack pesta terbaik di era itu.

Live di Entermedia Theater: Kilas Balik ke Masa Kejayaan

Edisi ini juga menyertakan rekaman live dari konser di Entermedia Theater, New York, tahun 1978. Tempat ini dulunya adalah Yiddish Art Theater, yang dibangun di era gilded-age 20-an. Di malam itu, Talking Heads adalah bar band keren yang sedang naik daun. Mereka sudah menjadi kuartet, dan menampilkan materi baru (“Drugs”) yang akan masuk ke album berikutnya. Byrne tampil campy dengan vokal yang heboh. Harrison memperkaya aransemen gitar. Tina dan Chris menggebuk drum dan bass. Lagu-lagu mengalir tanpa henti, seperti DJ set. Ini adalah momen penting, tapi mereka baru saja memulai.

Sound yang Nggak Lekang oleh Waktu: Fusion Rock dan Funk yang Asyik

More Songs About Buildings and Food juga dikenal dengan sound-nya yang unik dan danceable. Talking Heads berhasil memadukan elemen rock, funk, dan avant-garde menjadi sesuatu yang segar dan berbeda. Lagu-lagu seperti “Found a Job” dan “Warning Sign” punya groove yang bikin kepala bergoyang. Sementara “The Good Thing” dan “Take Me to the River” adalah lagu-lagu anthem yang cocok dinyanyikan bareng teman-teman.

Lirik yang Cerdas dan Satir: Mengkritik Konsumerisme dan Kehidupan Modern

Selain musiknya yang asyik, More Songs About Buildings and Food juga punya lirik yang cerdas dan satir. Byrne seringkali mengkritik konsumerisme, kehidupan modern, dan alienasi sosial. Lagu-lagu seperti “Don’t Worry About the Government” dan “Big Country” adalah contohnya. Lirik-lirik ini terasa relevan bahkan hingga saat ini, di era di mana kita dikelilingi oleh iklan, informasi, dan teknologi.

Visual yang Ikonik: Cover Album yang Unik

Cover album More Songs About Buildings and Food juga nggak kalah ikonik. Cover ini menampilkan foto band yang dikelilingi oleh ratusan gambar makanan yang diambil dari buku telepon. Visual ini unik dan menarik perhatian. Selain itu, cover ini juga mencerminkan tema album yang berbicara tentang konsumerisme dan kehidupan modern.

Warisan Abadi: Inspirasi bagi Musisi Generasi Penerus

More Songs About Buildings and Food telah menjadi inspirasi bagi banyak musisi generasi penerus. Band-band seperti Arcade Fire, LCD Soundsystem, dan Vampire Weekend mengaku terinspirasi oleh Talking Heads. Album ini juga sering disebut-sebut sebagai salah satu album terbaik sepanjang masa.

Kenapa Album Ini Tetap Relevan?

More Songs About Buildings and Food tetap relevan karena beberapa alasan. Pertama, musiknya danceable dan catchy. Kedua, liriknya cerdas dan satir. Ketiga, sound-nya unik dan nggak lekang oleh waktu. Keempat, album ini berbicara tentang tema-tema yang masih relevan hingga saat ini. Kelima, Talking Heads adalah band yang berpengaruh dan dihormati.

Jadi, kalau kamu belum pernah dengar More Songs About Buildings and Food, buruan deh dengerin! Dijamin nggak akan nyesel. Siapa tahu, kamu malah jadi ketagihan sama Talking Heads. Album ini bukan cuma sekadar soundtrack untuk joget-joget, tapi juga food for thought yang bikin kita mikir tentang dunia di sekitar kita.

More Songs About Buildings and Food adalah bukti bahwa musik yang bagus akan selalu relevan, meskipun sudah berumur puluhan tahun. Album ini adalah masterpiece yang layak diapresiasi oleh semua generasi. Jangan cuma dengerin playlist di Spotify, coba deh sesekali dengerin album utuh kayak gini. Siapa tahu, kamu bisa menemukan hidden gems yang mengubah hidupmu.

Previous Post

IGN di SDCC – Siaran Langsung Hari 1: Bocoran Alien: Earth, King of the Hill, Twisted Metal, dan Lainnya

Next Post

Huawei Watch Fit 4 Pro: Desain Mewah, Harga Bersahabat di Kantong

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *