Dark Mode Light Mode

Tantangan Chip Seluler di Era AI

Smartphone kita makin pintar, nggak sih? Dulu cuma buat nelpon sama SMS, sekarang udah bisa ngedit foto ala selebgram, kenali muka kita, bahkan bantu bikin caption Instagram. Tapi, semua kecanggihan ini ada harganya: beban komputasi dan konsumsi daya makin tinggi. Smartphone vendor pun lagi putar otak biar smartphone kita tetap adem di tangan dan baterainya tahan seharian.

Otak Pintar di Balik Layar: SoC dan Arsitektur Heterogen

Inti dari semua keajaiban ini adalah System on Chip (SoC), sebuah chip kecil yang berisi semua komponen penting smartphone, mulai dari CPU (Central Processing Unit), GPU (Graphics Processing Unit), hingga NPU (Neural Processing Unit). Bayangin SoC itu kayak chef handal yang harus masak berbagai macam masakan sekaligus, dari rendang sampai sushi, tapi dapurnya terbatas.

Arsitektur chipset smartphone modern kini dikenal sebagai arsitektur heterogen. Apa artinya? Sederhananya, chip tersebut memiliki berbagai macam blok yang masing-masing punya tugas spesifik, tapi bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Misalnya, CPU ngurusin manajemen sistem dan tugas-tugas dasar, GPU buat tampilan grafis yang memukau, dan NPU buat kalkulasi AI.

"Kalau kamu lihat konfigurasi smartphone premium mana pun, kamu akan lihat bahwa semua SoC punya arsitektur heterogen. Mereka punya blok-blok berbeda yang mengerjakan hal yang berbeda, tapi juga bekerja bersama," kata Vitali Liouti dari Imagination Technologies. Intinya, para pembuat SoC melihat sistem secara heterogen, dari perspektif platform, baik hardware maupun software.

AI: Beban Berat yang Makin Ringan?

Salah satu pemicu utama peningkatan beban komputasi adalah kecerdasan buatan (AI). Dulu, AI cuma buat hal-hal sederhana kayak face unlock. Sekarang, AI udah dipake buat segala macam, dari meningkatkan kualitas foto sampai bantu bikin email. Bahkan, kita udah mulai ngobrol sama AI di smartphone kita lewat aplikasi chat.

Masalahnya, model AI itu nggak statis. Mereka terus berkembang dalam arsitektur, ukuran, dan kebutuhan komputasi. Amol Borkar dari Cadence Design Systems bilang, "Tidak seperti beban kerja tradisional, model AI—terutama large language models (LLM) dan varian transformer—terus berkembang dalam arsitektur, ukuran, dan kebutuhan komputasi. Ini menciptakan target yang bergerak bagi para desainer chip."

Untungnya, desain AI ke dalam chip udah makin mudah. "Lima tahun lalu, orang-orang mikir, ‘Ya ampun, saya denger ada AI nih. Saya nggak tahu harus ngapain. Saya bahkan nggak punya ilmuwan data. Apa saya perlu hire tim ilmuwan data buat cari tahu?' Sekarang udah nggak gitu lagi," kata Steve Tateosian dari Infineon Technologies.

Visualisasi yang Makin Intensif dan Tantangan Konektivitas

Selain AI, ada juga tren ke arah format visual yang lebih intensif. Dulu kita cuma teks, sekarang semua serba video dan tampilan grafis yang memukau. Ini tentu saja membutuhkan daya komputasi yang jauh lebih besar. Marc Swinnen dari Ansys bilang, "Dulu komputernya berbasis teks. Sekarang semua video, atau antarmuka grafis penuh, dan itu jauh lebih menuntut komputasi."

Konektivitas juga jadi tantangan. Dulu smartphone cuma punya satu antena, sekarang bisa sampai enam! Semua teknologi nirkabel—Wi-Fi, 5G, Bluetooth—punya frekuensi dan chip-nya masing-masing. Perkembangan standar komunikasi yang cepat juga bikin para desainer SoC harus terus beradaptasi.

Hezi Saar dari Synopsys menjelaskan bahwa para vendor harus mengembangkan IP (Intellectual Property) mereka saat spesifikasi masih dikembangkan. "Mereka perlu tape out dan punya silikon dengan spesifikasi parsial dan merencanakan yang berikutnya, merencanakan interoperabilitas, dan merencanakan pembangunan ekosistem saat kami bekerja."

Proses Lokal vs. Cloud: Pilih Mana?

Salah satu pertanyaan penting adalah: haruskah semua proses AI dilakukan di smartphone atau di cloud? Jawabannya nggak sesederhana itu. Ron Squiers dari Siemens Digital Industries Software bilang, "Dengan menempatkan hardware AI ke dalam perangkat mobile ini, mereka dapat melakukan inferencing large language model langsung di perangkat itu sendiri."

Proses lokal punya beberapa keuntungan, seperti latensi yang lebih rendah, respons real-time yang lebih baik, dan privasi data yang lebih terjamin. Tapi, ada juga keterbatasannya. Liouti dari Imagination Technologies bilang, "Beberapa hal masih akan berjalan di cloud karena keterbatasan baterai dan daya."

Penghematan daya sangat krusial. Liouti menambahkan, "Perpindahan data menyebabkan 78% konsumsi daya. Fokus utama kami adalah, ‘Bagaimana cara mengurangi perpindahan data ini?' Itu bisa dilakukan di tingkat GPU, dan di situlah kami fokus, tetapi juga bisa dilakukan di tingkat platform, di tingkat SoC."

Menemukan Keseimbangan

Pada akhirnya, tantangan utama dalam desain SoC smartphone adalah menemukan keseimbangan. Kita ingin smartphone yang kuat, pintar, dan punya daya tahan baterai yang lama. Tapi, kita juga nggak mau harganya selangit.

Swinnen dari Ansys menyimpulkan, "Kenaikan analog, semuanya menjadi video dan AI, dan tuntutan HPC dari aplikasi saat ini sedemikian rupa sehingga mereka membutuhkan banyak daya komputasi pada chip. Itulah yang mendorong perkembangan SoC ini, tetapi para pembuat smartphone dibatasi oleh fakta bahwa mereka perlu menjaganya tetap hemat daya dan faktor bentuk yang kecil, dan kemudian mereka lebih dibatasi oleh ekonomi daripada beberapa perusahaan lain seperti NVIDIA dengan GPU mereka."

Liouti menekankan pentingnya pendekatan holistik, menggabungkan hardware dan software. "Siapa pun yang melupakan hal ini akan kalah. Kamu harus melihatnya ketika kamu memikirkan model bahasa, banyak lapisan, dan menggunakan operasi. Itu terdengar sederhana, tetapi tidak. Pada dasarnya, kamu harus menemukan cara paling optimal untuk melakukan matematika menggunakan hardware agar solusi kamu berada di puncak, karena kami bersaing dengan raksasa. Kamu harus melakukan co-design hardware-software, dan satu engineer nggak akan bisa melakukan itu sendirian."

Intinya, masa depan smartphone ada di tangan para insinyur cerdas yang bisa memaksimalkan potensi chip dan software, sekaligus menjaga efisiensi daya dan biaya. Jadi, lain kali kamu scroll TikTok atau main game di smartphone, ingatlah bahwa ada banyak kerja keras dan inovasi di balik layar. Smartphone itu nggak cuma buat gaya-gayaan, tapi juga hasil dari pemikiran dan kerja keras orang-orang hebat.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

<p><strong>Steam Bagi-Bagi 5 Game Gratis: Unduh Sekarang, Mainkan Selamanya</strong></p>

Next Post

Kang Seung Yoon WINNER, Miyeon (G)I-DLE, & Soobin TXT Jadi MC 'Seoul Music Awards' ke-34