Siapa sih yang nggak penasaran dengan magic di balik layar sistem pencarian lawan (matchmaking) di game kesayangan kita? Percaya deh, di balik setiap pertandingan seru, ada algoritma kompleks yang bekerja keras agar kita nggak cuma sekadar click-and-pray, tapi juga merasakan tantangan dan keseruan yang seimbang.
Rahasia Dapur Matchmaking: Intip Dulu Yuk!
Tujuan utama sistem matchmaking itu sebenarnya sederhana: bikin pertandingan seru dan nggak bikin kita nunggu kelamaan. Urusan nunggu sih jelas ya, siapa juga yang betah nungguin loading screen lebih lama daripada mainnya? Tapi, “pertandingan seru” itu definisinya cukup luas, lho.
Filosofi matchmaking yang paling mendasar adalah: keseruan berawal dari keadilan. Idealnya, setiap tim punya peluang menang 50%. Jadi, menang atau kalah itu murni karena strategi, kerja sama tim, dan epic moments yang terjadi di dalam game. Menang itu enak, pasti! Tapi, yang lebih penting adalah player agency alias perasaan bahwa tindakan kita berpengaruh besar dan pertandingan itu winnable.
Jadi, gimana sih cara kerja sistem matchmaking ini? Singkatnya, setiap pemain punya angka matchmaking rating (MMR) yang merepresentasikan kemampuan mereka. Angka inilah yang jadi patokan untuk menentukan lawan. Kita sih ngelihatnya sebagai tingkatan (skill tier) seperti Diamond 3, tapi sistem ngelihatnya sebagai titik data dalam kurva normal.
Anggap saja ada pemain yang punya MMR 2, yang setara dengan Master 5. Begitu dia queue, sistem akan langsung nyari pemain lain yang juga punya MMR 2. Kalau nggak ketemu pemain dengan MMR persis sama dalam waktu tertentu, sistem akan memperluas pencarian ke atas dan ke bawah. Hasilnya, mungkin pemain itu akan dipasangkan dengan pemain dengan rentang MMR 1.9 sampai 2.1. Lumayan seimbang, kan?
Role Delta: Biar Nggak Berat Sebelah
Secara matematis, pertandingan terbaik itu isinya sepuluh pemain dengan skill yang kurang lebih sama. Tapi, di dunia nyata, bikin pertandingan “ideal” itu susahnya minta ampun. Jadi, kita harus bikin kompromi. Nah, salah satu sistem yang dipakai buat bikin pertandingan seimbang adalah Role Delta.
Role Delta ini bertujuan untuk menyamakan level skill di setiap role pada kedua tim. Misalnya, kalau tank di satu tim punya MMR 1.5, Role Delta akan berusaha mencari tank lain dengan MMR 1.5 juga buat jadi lawannya. Tujuannya biar pemain nggak frustrasi karena harus berhadapan dengan lawan yang skill-nya jauh di atas atau di bawah. Lebih seru kan kalau head-to-head sama yang sepadan?
Selain Role Delta, ada banyak cara lain untuk melonggarkan kualitas pertandingan demi matchmaking yang lebih realistis. Pertimbangan utamanya adalah keadilan di level tim dan keadilan di level pemain. Keadilan di level tim itu soal probabilitas tim A menang lawan tim B. Sedangkan keadilan di level pemain itu soal seberapa besar peluang damage dealer di satu tim bisa performa lebih baik dari damage dealer di tim lain.
Ketika Queue Berasa Lebih Lama Dari Skripsi
Salah satu tantangan terbesar dalam matchmaking adalah queue time yang nggak bisa diprediksi. Nyusun lobby dengan sepuluh pemain dengan MMR yang mirip itu gampang-gampang susah. Apalagi kalau jumlah pemain yang online lagi sedikit, misalnya di level skill tinggi, jam-jam sepi, atau di wilayah dengan populasi pemain rendah.
Dulu, sempat ada eksperimen memperluas rentang MMR yang diperbolehkan dalam pertandingan biar queue time-nya nggak kelamaan. Tapi, hasilnya, pertandingan jadi kurang seimbang dan kurang seru. Sekarang, tim developer terus menganalisis tradeoff antara queue time dan kualitas pertandingan, serta menyesuaikan sistem biar hasilnya lebih baik. Makanya, jangan heran kalau kadang queue terasa lebih lama dari ngerjain skripsi!
Stadium: Arena yang Lebih Casual?
Oke, kita udah bahas banyak soal cara kerja matchmaking secara umum, termasuk di mode competitive. Tapi, ada satu mode yang agak beda sendiri: Stadium. Di Stadium, rank nggak langsung terkait dengan MMR. MMR itu lebih kayak “target” yang bisa kita capai dengan main lebih banyak pertandingan Stadium.
Setiap musim, rank di Stadium direset, dan semua pemain mulai dari Rookie. Kita dapat poin lebih banyak kalau menang daripada kalau kalah, jadi bisa naik rank lebih cepat. Beda banget kan sama mode core, di mana MMR itu zero-sum: kita dapat poin yang sama dengan yang lawan hilang.
Makanya, nggak heran kalau MMR dan perkiraan skill tier di Stadium kadang nggak cocok. Dua pemain dengan MMR yang mirip dan jumlah kemenangan di Stadium yang mirip akan punya rank yang mirip. Tapi, pemain dengan MMR core yang lebih tinggi tetap akan mulai dari Rookie kalau dia baru pertama kali main Stadium. Ini yang kadang bikin “kejutan” di pertandingan. Skill dewa kok masih Rookie?
Karena kalibrasi di Stadium beda banget, ada dua pilihan: memasangkan pemain berdasarkan MMR Stadium atau berdasarkan rank Stadium. Memasangkan pemain berdasarkan rank rasanya aneh, soalnya pemain Rookie beneran bisa ketemu pemain dengan MMR tinggi. Makanya, untuk sementara, pertandingan disusun berdasarkan MMR Stadium. Jadi, meskipun ada Rookie di pertandingan high-rank, MMR Stadium pemain itu merefleksikan skill aslinya. Tapi tenang, tim developer lagi nyari cara biar situasi ini nggak terlalu sering terjadi.
Jadi, lain kali kalau kamu nemu matchmaking yang kurang fair, inget aja, di balik layar ada banyak kode yang lagi berusaha bikin pengalaman bermain kamu jadi seoptimal mungkin. Mungkin nggak sempurna, tapi tim developer terus berupaya biar kita semua bisa menikmati gameplay yang seru dan menantang.
Intinya, matchmaking itu kayak nyari jodoh: nggak selalu langsung ketemu yang pas, tapi kalau sabar dan terus mencoba, pasti ada kok pertandingan yang bikin kita puas dan nagih!