Siapa bilang teknologi medis itu membosankan? Tim ahli di AS baru saja berhasil menggunakan teknik keren bernama Step-and-Shoot Spot-Scanning Proton Arc Therapy (SPArc) untuk mengobati karsinoma kistik adenoid pada seorang pasien. Bayangkan, menembak target kanker dengan proton layaknya gamer pro, sambil menjaga jaringan sehat di sekitarnya tetap aman!
Penting untuk dicatat bahwa, sebelum kita semua bergegas meminta SPArc sebagai treatment pilihan, ada baiknya kita memahami sedikit lebih dalam apa itu sebenarnya. SPArc, sederhananya, adalah metode radioterapi yang menggunakan proton untuk menargetkan tumor. Keunggulannya? Proton memiliki kemampuan untuk melepaskan sebagian besar energinya pada titik yang sangat spesifik, meminimalkan kerusakan pada jaringan sehat di sekitarnya.
SPArc: Teknologi Masa Depan Radioterapi Kanker?
Penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Particle Therapy edisi Juni 2025, membandingkan SPArc dengan teknik SFO-IMPT, yang saat ini menjadi standar perawatan. Hasilnya? SPArc menunjukkan potensi besar dalam mengurangi radiasi ke organ-organ penting seperti batang otak, kiasma optik, rongga mulut, dan kanal spinal.
Perbandingan menunjukkan bahwa metode SPArc mengurangi radiasi yang diterima batang otak sebesar 10%, kiasma optik sebesar 56%, rongga mulut sebesar 72%, dan kanal spinal sebesar 90% dibandingkan dengan SFO-IMPT. Angka-angka ini cukup signifikan, mengingat risiko kerusakan permanen yang dapat terjadi jika organ-organ tersebut menerima dosis radiasi yang berlebihan. Bayangkan, kita bisa mengurangi risiko efek samping radiasi seperti mengurangi like pada postingan mantan!
Meskipun fully-dynamic SPArc (yang disimulasikan dengan komputer) menunjukkan performa yang lebih baik, perbedaannya tidak terlalu signifikan. Dalam dynamic SPArc, energi dan titik penyampaian dosis terus disesuaikan, sedangkan dalam step-and-shoot, mesin mengikuti pola yang telah diprogram sebelumnya. Penting untuk diingat bahwa dynamic SPArc masih dalam tahap pengembangan dan menunggu izin regulasi serta integrasi dengan sistem informasi onkologi yang ada.
Kisah Sukses SPArc: Harapan Baru bagi Pasien Kanker
Pasien pertama yang menerima step-and-shoot SPArc adalah seorang wanita berusia 46 tahun dengan kanker kelenjar parotis yang telah menyebar di sepanjang saraf wajahnya menuju dasar tengkorak. Ia menjalani 33 sesi perawatan dengan step-and-shoot SPArc antara Juni dan Agustus 2024.
Selama perawatan, wanita tersebut dilaporkan hanya mengalami iritasi kulit ringan dan tidak mengalami masalah makan atau melanjutkan pekerjaan. Ini berbeda jauh dengan efek samping radioterapi konvensional untuk kanker kepala dan leher, seperti kelelahan, mual, kesulitan menelan, dan sebagainya. Dengan kata lain, SPArc berpotensi meningkatkan kualitas hidup pasien selama dan setelah perawatan.
Menurut Dr. Narayana Subramanian, teknologi ini sangat menjanjikan, terutama untuk tumor di area anatomis yang kompleks seperti dasar tengkorak. Lokasi ini menuntut presisi tinggi dalam penyampaian dosis dengan minimal radiasi ke area kritis sekitarnya. SPArc juga cocok untuk tumor yang besar atau luas, di mana tumor dapat ditargetkan secara akurat dengan kerusakan minimal pada jaringan di sekitarnya.
Bagaimana SPArc Bekerja? Rahasia di Balik Teknologi Canggih
Protokol perawatan SPArc melibatkan program komputer yang memindai semua kemungkinan titik dan lapisan energi di mana berkas proton dapat diberikan. Lapisan energi adalah irisan jaringan yang menerima berkas proton dengan energi tertentu. Energi menentukan jangkauan berkas: seberapa jauh ia dapat menembus jaringan.
Ketika mesin menentukan satu tingkat energi, nosel pemindainya menyapu puluhan titik yang sesuai dan menyimpan dosis radiasi di lapisan energi tersebut. Kemudian mesin beralih ke tingkat energi berikutnya dan mengulangi proses, kali ini memberikan berkas dengan jangkauan yang sedikit lebih jauh. Dengan cara ini, seluruh tumor ‘dilukis' dengan radiasi. Proses ini mirip dengan menggunakan Photoshop untuk mengedit gambar, tetapi dengan radiasi untuk menghancurkan kanker.
Dalam setiap sesi, setelah pasien berada dalam posisi yang tepat, tim melakukan cone-beam computed tomography (CBCT). Model machine-learning mengonversi data CBCT menjadi CT sintetis yang digunakan untuk melacak dosis yang akan diberikan. Selama dua minggu pertama, CT sintetis mengungkapkan bahwa pasien telah kehilangan berat badan dan cakupan dosis tumor telah bergeser 3-5%. Tim kemudian menyesuaikan perawatan mulai hari ke-13.
Gantry diatur untuk memiliki sembilan sudut berkas yang mencakup busur 180º di sekitar pasien. Ia memberikan satu dosis, bergerak 20º, memberikan dosis kedua, bergerak 20º, memberikan dosis ketiga, dan seterusnya. Makalah tersebut menyatakan bahwa setiap sesi memakan waktu 15-18 menit dan perawatan mendapat manfaat dari pemberian radiasi yang hampir berkelanjutan.
Metode SFO-IMPT dan dynamic SPArc (yang disimulasikan) menggunakan rencana target yang sama dan memiliki tujuan yang sama: memberikan dosis total tetap dalam 33 perawatan harian dan memastikan jangkauan proton tidak meleset lebih dari 3.5%.
Tantangan dan Pertimbangan Masa Depan
Tentu saja, teknologi canggih ini juga memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah risiko geographical miss, di mana tumor kecil dapat terlewat karena gerakan sekecil pernapasan dapat mengubah posisinya. Selain itu, tumor juga dapat menyusut selama perawatan, yang dapat mengakibatkan tingkat kesembuhan kanker yang lebih rendah.
"Dengan radioterapi yang sangat presisi, kekhawatiran utamanya adalah tumor kecil bisa terlewat," kata Dr. Subramaniam. "Pergerakan sekecil pernapasan pun dapat mengubah posisinya, dan mereka dapat menyusut ukurannya selama perawatan dan mengakibatkan tingkat penyembuhan kanker yang lebih rendah."
"Kekhawatiran signifikan lainnya adalah biaya," tambahnya. "Teknologi ini sangat mahal dan seringkali hanya cocok untuk sebagian kecil populasi pasien. Hal ini mengakibatkan beban keuangan yang signifikan pada sistem perawatan kesehatan dan risiko bahwa teknologi ini dapat digunakan dalam situasi yang tidak diindikasikan."
Meskipun demikian, SPArc menawarkan harapan baru bagi pasien kanker, terutama mereka yang memiliki tumor di area anatomis yang kompleks atau tumor yang besar dan luas. Dengan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, SPArc berpotensi menjadi standar perawatan baru untuk radioterapi kanker, meningkatkan efektivitas perawatan dan meminimalkan efek samping. Jadi, mari kita terus ikuti perkembangan teknologi medis yang super-duper keren ini!