The Who: Misi (Hampir) Mustahil di Tur Perpisahan “The Song Is Over”?
Siapa bilang legenda rock hanya bisa menyanyi dan bergaya? The Who, band yang sudah malang melintang di dunia musik sejak lama, membuktikan bahwa mereka juga bisa bikin drama. Tur perpisahan mereka, “The Song Is Over”, baru saja dimulai di Italia, dan sudah penuh dengan kejutan. Dari gonta-ganti drummer sampai masalah teknis, sepertinya perjalanan ini akan lebih seru dari sekadar konser biasa. Mungkin inilah definisi sebenarnya dari “rock and roll”!
Mari kita tarik napas sejenak dan membahas sedikit background. The Who, dengan personel ikoniknya Roger Daltrey dan Pete Townshend, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah musik rock. Mereka dikenal dengan energi panggung yang meledak-ledak, lagu-lagu anthemik, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan zaman. Tur perpisahan ini, tentu saja, diharapkan menjadi sebuah perayaan atas semua pencapaian mereka.
Tapi, perayaan ini dimulai dengan beberapa perubahan penting. Zak Starkey, drummer lama mereka, tiba-tiba digantikan oleh Scott Devours. Selain itu, John Hogg resmi bergabung sebagai background singer setelah sempat tampil di Royal Albert Hall. Perubahan personel ini tentu saja menimbulkan pertanyaan: apakah The Who masih bisa mempertahankan magisnya?
Setlist konser di Italia kemarin malam sebagian besar berisi lagu-lagu hits andalan mereka. Namun, ada satu kejutan manis: “Love Ain’t For Keepin'”, lagu dari album Who’s Next, yang sudah lama tidak mereka mainkan sejak tahun 2004. Juga, dimasukkannya “I’ve Had Enough” dalam segmen lagu-lagu Quadrophenia merupakan hal yang baru. Ini pertama kalinya mereka membawakan lagu itu di luar pertunjukan lengkap Quadrophenia. Fans lama pasti merasa nostalgia!
Kenangan Quadrophenia: Dari Kejayaan Hingga Kekacauan
Tahukah kamu, perjalanan Quadrophenia ini punya sejarah yang cukup unik? Dulu, di tahun 1973, saat peluncuran tur Quadrophenia pertama di Inggris, mereka mencoba membawakan hampir seluruh album. Sayangnya, malam itu dipenuhi drama. Perangkat analog yang mereka gunakan untuk memutar lagu-lagu kompleks itu rusak.
Pete Townshend, yang dikenal temperamental, meluapkan amarahnya dengan menghancurkan soundboard dan kabel-kabel rekaman. Bayangkan, semua kerja keras berbulan-bulan lenyap dalam sekejap! Kejadian ini membuat mereka kapok menampilkan materi baru secara besar-besaran sampai tur Endless Wire di tahun 2006. Sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya backup dan kontrol emosi.
Untungnya, teknologi sudah jauh lebih maju sekarang. The Who kini memiliki keyboardist dan beberapa musisi tambahan, yang mempermudah mereka memainkan lagu-lagu kompleks seperti “Love, Reign O’er Me”. Formasi tur ini terdiri dari Daltrey, Townshend, Devours, Hogg, Simon Townshend (gitar), Jon Button (bass), dan Loren Gold (keyboard). Teamwork is the dreamwork, kan?
“Back to Basics”: Mengapa Roger Daltrey Benci Setlist
Roger Daltrey punya pandangan menarik tentang konser rock modern. Dalam wawancara dengan Pollstar, ia mengatakan bahwa tur ini bertujuan untuk “kembali ke dasar” setelah beberapa tur terakhir mereka dengan orkestra. Ia ingin membuat konser terasa lebih “mentah” dan mirip dengan era ’70-an. “Dulu, sebelum ada layar besar, kami bisa mengatur suara dan lampu dari depan panggung. Kami bisa membuat setlist seenaknya. Itu adalah kebebasan,” ujarnya.
Namun, Daltrey mengakui bahwa sekarang hal itu tidak mungkin lagi karena harus bekerja dengan tim besar. Baginya, konser modern seperti operasi militer yang terstruktur. “I fucking hate setlists!” keluhnya. “Saya benci mereka karena lagu berikutnya seharusnya mengikuti energi dari lagu sebelumnya. Dan Anda tidak tahu itu sampai Anda berada di sana.” Apakah ini berarti kita akan melihat sedikit improvisasi di konser-konser The Who mendatang? Kita lihat saja nanti!
Insiden Italia: Kram Kaki dan Setlist yang Dipangkas
Di konser pembuka tur di Italia, ada sedikit insiden kecil. Roger Daltrey terpaksa bernyanyi “See Me, Feel Me” sambil berlutut karena kram kaki. “The Song is Over”, yang seharusnya menjadi lagu penutup sesuai dengan nama tur, terpaksa dihilangkan dari setlist, mungkin karena masalah kaki Daltrey. Semoga saja masalah ini tidak berlanjut di konser-konser berikutnya.
Namun, terlepas dari semua drama dan kendala teknis, satu hal yang pasti: The Who masih punya energi dan semangat yang luar biasa. Mereka bukan sekadar band rock tua yang berusaha mengulang kejayaan masa lalu. Mereka adalah legenda hidup yang terus bereksperimen, beradaptasi, dan memberikan yang terbaik bagi para penggemarnya.
Setlist di Italia: Nostalgia dan Kejutan
Biar makin afdol, ini dia setlist lengkap konser The Who di Anfiteatro Camerini, Italia:
- “I Can’t Explain”
- “Substitute”
- “Who Are You”
- “Love Ain’t for Keepin'”
- “Bargain”
- “The Seeker”
- “Pinball Wizard”
- “Behind Blue Eyes”
- “The Real Me”
- “5:15”
- “I’m One”
- “I’ve Had Enough”
- “Love, Reign O’er Me”
- “Eminence Front”
- “My Generation”
- “Cry If You Want” (Snippet)
- “See Me, Feel Me”
- “You Better You Bet”
- “Baba O’Riley”
- “Won’t Get Fooled Again”
The Who: Masih Relevan di Era Digital?
Di era digital ini, dengan banyaknya musik baru yang bermunculan setiap hari, mungkin ada yang bertanya: apakah The Who masih relevan? Jawabannya, tentu saja, adalah ya. Musik mereka telah melewati ujian waktu dan terus menginspirasi generasi demi generasi. Lebih dari sekadar musik, The Who menawarkan pengalaman, sebuah nostalgia, dan bukti bahwa semangat rock and roll tidak akan pernah mati.
Masa Depan “The Song Is Over”: Akankah Berlanjut?
Tur “The Song Is Over” akan terus berlanjut di Eropa dan Amerika Serikat. Kita tunggu saja kejutan-kejutan apa lagi yang akan mereka hadirkan. Apakah akan ada lagi perubahan setlist? Apakah masalah teknis akan menghantui mereka? Yang pasti, perjalanan ini akan menjadi tontonan yang menarik, baik bagi penggemar lama maupun pendengar baru.
Pesan Terakhir dari The Who: Rock and Roll Never Dies!
Tur perpisahan ini mungkin menjadi akhir dari sebuah era, tetapi warisan The Who akan terus hidup dalam musik mereka dan ingatan para penggemarnya. Mereka telah membuktikan bahwa usia hanyalah angka, dan semangat rock and roll tidak akan pernah pudar. Jadi, mari kita angkat gelas untuk The Who: legenda yang tak lekang oleh waktu!