Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

The Who: Pamit Total, Kombinasi Hits dan Unik

The Who: Pamit Terakhir Setelah Sekian Kali ‘Yang Terakhir’

Konon, ada dua hal yang pasti dalam hidup: pajak dan band rock legendaris yang mengumumkan tur terakhir mereka… lalu mengumumkan lagi. Namun, kali ini, The Who tampaknya benar-benar serius dengan tajuk _The Song is Over_ untuk tur terakhir Amerika Utara mereka. Bagi para penggemar sejati, momen ini terasa seperti _buff_ terakhir sebelum pahlawan memasuki mode _retirement_ permanen dari panggung-panggung megah, menjanjikan perpisahan yang definitif, bukan sekadar _plot twist_ seperti sebelumnya.

## Bukan Pamit Kaleng-Kaleng Kali Ini?

Pada empat dekade silam, tepatnya 42 tahun yang lalu, The Who pernah menggelar apa yang mereka sebut sebagai Konser Final di Toronto. Layaknya _error message_ yang ternyata hanya _bug_ kecil, pengumuman tersebut terbukti palsu belaka. Namun, kali ini, duo ikonik Roger Daltrey dan Pete Townshend dengan tegas menyatakan bahwa ini adalah penutup kisah mereka. Mereka siap mengucapkan _fini_, _ciao_, dan _au revoir_ kepada para penggemar setia.

Tur perpisahan Amerika Utara bertajuk _The Song Is Over_ ini telah dimulai dengan gemilang. Konser pembuka berlangsung di Amerant Bank Arena di pinggiran Fort Lauderdale pada Sabtu, 16 Agustus. Para musisi papan atas yang mengiringi Daltrey dan Townshend siap memberikan penampilan terbaik. Sebanyak 16 konser lagi akan mereka lakoni hingga September.

Momen tersebut akan menjadi kesempatan terakhir bagi Daltrey untuk mengumandangkan _bellow_ khasnya di lagu “Won’t Get Fooled Again”. Begitu pula bagi Townshend yang akan memamerkan gerakan _windmill_ ikonisnya pada gitar di lagu “My Generation” untuk kali terakhir. Meskipun beberapa _technical glitches_ dan masalah suara sempat terlihat mengganggu Daltrey, keduanya tampak menikmati penampilan 23 lagu selama sekitar dua jam tersebut.

Townshend bahkan sempat melontarkan candaan kepada arena yang penuh sesak setelah menyatakan bahwa ini adalah _swan song_ sejati The Who. “Bagi yang berkocek tebal, Roger dan saya tersedia untuk pesta pribadi,” ujarnya, mengundang tawa dari para penonton. Humor tersebut seolah menjadi penanda bahwa semangat mereka masih membara, meski perjalanan panjang telah mencapai ujungnya.

## _Setlist_ Kejutan yang Bikin Penasaran

Sebelum singgah di Amerika Utara, The Who sempat menghibur para penggemarnya di Italia pada bulan Juli. _Setlist_ untuk tur perpisahan ini mengambil judul dari lagu di album _Who’s Next_ tahun 1971. Tentu saja, lagu-lagu _staple_ yang wajib ada dalam setiap konser The Who tetap dipertahankan.

Lagu-lagu seperti “Baba O’Riley,” “Pinball Wizard,” dan pembuka konser “I Can’t Explain” dipastikan akan memuaskan dahaga nostalgia para penggemar. Namun, The Who tidak hanya menyajikan _template_ lama. Mereka juga melemparkan beberapa “bola melengkung” atau _curveball_ dalam _setlist_ mereka, sebuah kejutan manis bagi para penikmat musiknya.

Dua lagu dari album legendaris _Who’s Next_ tersebut sukses memicu sorakan antusias dari para _hardcore fans_. Lagu “Bargain,” dengan pesan romantis yang tersembunyi dalam alunan _psychedelic rock_ yang mengentak, jarang sekali mereka bawakan. Begitu pula “Going Mobile,” lagu yang ditulis Townshend, bahkan baru pertama kali dimainkan sebagai The Who.

Menjelang akhir pertunjukan, Townshend duduk dengan gitar akustik sementara Daltrey bernyanyi penuh emosi di lagu “Tea & Theatre.” Lagu ini merupakan potongan yang jarang dimainkan dari _mini opera_ “Endless Wire” (2006). Hal ini menunjukkan dedikasi The Who untuk menyuguhkan _setlist_ yang berbeda dalam _run_ terakhir ini.

## Suara Legendaris yang Masih Berkilau (Meski Sesekali _Buff_ Hilang)

Mengingat pengakuan Daltrey sendiri tentang masalah vokal dan _hearing loss_, wajar jika banyak yang bertanya-tanya apakah ia, di usia 81 tahun, masih memiliki kekuatan vokal yang diasosiasikan dengan salah satu penyanyi rock terbesar dalam sejarah. Jawabannya? Sebagian besar, iya. Setelah beberapa lagu pembuka yang terdengar serak, Daltrey menemukan _comfort zone_nya di lagu “The Seeker.”

Daltrey, dengan penampilan _silver fox_ mengenakan kacamata _tinted_, kaus lengan panjang, dan _sneakers_ praktis, menunjukkan kelasnya. Meskipun tiga anggota band — gitaris Simon Townshend, _keyboardist_ Loren Gold, dan _backing vocalist_ John Hogg — secara rutin membantu bagian _harmoni_ yang berat, terutama pada _ping-pong vocals_ di _coda_ “Who Are You,” Daltrey berhasil mencapai nada tinggi saat ia sangat dibutuhkan.

Untuk setiap vokal yang terdengar _strained_, seperti di lagu “Behind Blue Eyes” yang sempat diulang setelah kesulitan teknis, ada pula _visceral_ “See Me, Feel Me.” Ini adalah _overture_ “Tommy” yang Daltrey nyanyikan dengan sepenuh jiwa. Di akhir lagu, Daltrey tersenyum pada Townshend, sebuah tatapan yang seolah berkata, “Entah bagaimana, aku berhasil melewati ini.”

Townshend menepuk bahu Daltrey sebagai afirmasi. Gestur tersebut adalah bentuk kasih sayang antara dua kepribadian yang sangat berbeda. Namun, bersama-sama mereka telah menciptakan 60 tahun kenangan tak terlupakan. Penampilan mereka di atas panggung seolah menjadi pengingat bahwa koneksi sejati antara musisi mampu menembus batas usia dan tantangan fisik.

## Duet Maut yang Tak Lekang Oleh Waktu

Sepanjang pertunjukan, Townshend, yang kini berusia 80 tahun dan dikenal sebagai arsitek gitar berbusana hitam, _shredded riffs_ dengan lincah. Jari-jarinya menari di _fretboard_ gitar tanpa cela. Meskipun ia mengakui keterbatasan vokalnya sendiri dan menyerahkan mikrofon kepada adiknya, Simon, untuk lagu “Going Mobile,” ia tetap memimpin “Eminence Front” dengan lirik yang lantang di atas _cadence_ lagu yang metronomis.

The Who juga ditemani oleh kolaborator lama mereka, Jon Button pada _bass_ dan Jody Linscott pada _percussion_. Posisi _drummer_ yang hampir 30 tahun diisi oleh Zak Starkey kini dipercayakan kepada Scott Devours. “Saya tidak tahu siapa dia,” canda Townshend saat memperkenalkan band.

Devours adalah veteran dari band solo Daltrey, dan ia benar-benar mengeluarkan seluruh energinya untuk mengisi _tom-tom fills_ yang _hard-hitting_ dan _snare slaps_ yang diabadikan oleh _drummer_ asli Keith Moon. Kemampuan Devours mengimbangi tempo dan energi lagu-lagu The Who menunjukkan bahwa _legacy_ band ini akan tetap diwarisi oleh musisi-musisi _top_ di generasi selanjutnya.

Meskipun _the song is soon-to-be over_ untuk The Who, mereka telah merancang sebuah konser yang membungkus warisan mereka dengan penuh kebanggaan. Pertunjukan yang mereka sajikan bukanlah sekadar pertunjukan, melainkan sebuah pernyataan. Sebuah penghormatan pada perjalanan panjang mereka di kancah musik rock global.

Roger Daltrey pernah berkata, “Anda tidak akan pernah mengingat pertunjukan yang sempurna.” Pernyataan ini disampaikannya setelah masalah teknis lain sempat menghentikan lagu “You Better You Bet.” “Anda akan mengingat _(screw)-ups_,” tambahnya. Jadi, apakah pertunjukan ini “sempurna”? Tentu saja tidak. Namun, sejak awal, kesempurnaan bukanlah _point_ utama dalam dunia _rock ‘n’ roll_.

Previous Post

James Bond Harus Pria: Helen Mirren Tentukan Arah Waralaba

Next Post

Parade Hari India Perdana Seattle: Cerminkan Kekayaan Multikultural

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *