Dark Mode Light Mode

Ubisoft Merugi, Penjualan Turun 17% di 2024-25: Masa Depan Suram?

Bayangkan, kamu sudah semangat pre-order game AAA yang paling diantisipasi tahun ini, eh, ternyata malah dikecewakan dengan bug segudang dan cerita yang… ya sudahlah. Pernah merasakan? Dunia gaming memang penuh kejutan, termasuk kejutan pahit ala roller coaster.

Industri game, layaknya bisnis lainnya, tak lepas dari pasang surut. Ada kalanya perusahaan game raksasa pun harus mengambil keputusan sulit, termasuk melakukan restrukturisasi yang sayangnya seringkali berdampak pada pengurangan karyawan. Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi?

Ubisoft, salah satu nama besar di industri game, baru-baru ini menjadi sorotan. Di balik gembar-gembor peluncuran game baru, terselip kabar kurang sedap mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Tentu, kita sebagai gamer awam bertanya-tanya, ada apa gerangan?

Ternyata, keputusan ini diambil sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk menurunkan biaya operasional. Bayangkan, seperti kamu berusaha menghemat pengeluaran bulanan setelah melihat saldo ATM menipis. Bedanya, ini skala perusahaan multi-miliar dolar.

Menurut laporan, Ubisoft telah memberhentikan sekitar 1.230 karyawan pada tahun 2024-2025. Langkah ini diklaim berhasil memangkas biaya tetap perusahaan sebesar €200 juta lebih cepat dari yang diperkirakan. Angka yang fantastis, tapi juga menimbulkan pertanyaan etis.

Namun, pengurangan biaya ini tampaknya belum cukup. Ubisoft berencana untuk memangkas biaya tetap sebesar €100 juta lagi dalam dua tahun ke depan melalui restrukturisasi yang berkelanjutan dan kontrol ketat terhadap perekrutan. Dengan kata lain, kemungkinan akan ada lagi gelombang PHK.

Ironisnya, di tengah berita PHK ini, Ubisoft terus menggembar-gemborkan kesuksesan game terbaru mereka, Assassin's Creed Shadows. Mereka mengklaim game tersebut mencatatkan pendapatan penjualan hari pertama tertinggi kedua dalam sejarah franchise dan rekor baru di PlayStation Store.

Assassin's Creed Shadows: Sukses atau Sekadar Klaim?

Meskipun Ubisoft membanggakan pencapaian Assassin's Creed Shadows, jumlah salinan yang terjual dan pendapatan yang dihasilkan tidak diungkapkan secara transparan. Mereka lebih memilih untuk mengumumkan jumlah pemain daripada angka penjualan sebenarnya. Ini agak mencurigakan, bukan?

Hal ini sejalan dengan praktik Ubisoft di masa lalu, di mana mereka lebih suka menyoroti jumlah pemain daripada penjualan aktual. Jadi, apakah Assassin's Creed Shadows benar-benar sukses seperti yang diklaim? Jawabannya mungkin lebih kompleks dari yang terlihat.

Di tengah ketidakpastian ini, muncul istilah "toxic positivity". Istilah ini menggambarkan budaya di mana perusahaan terus mempromosikan citra positif meskipun menghadapi masalah internal yang signifikan. Dalam kasus Ubisoft, hal ini tercermin dalam cara mereka menggembar-gemborkan kesuksesan Assassin's Creed Shadows di tengah berita PHK.

PHK di Ubisoft: Efisiensi atau Eksploitasi?

Efisiensi adalah kata kunci dalam dunia bisnis. Namun, ketika efisiensi dicapai melalui PHK besar-besaran, pertanyaan etis pun muncul. Apakah perusahaan bertanggung jawab terhadap karyawannya, atau hanya fokus pada keuntungan semata? Pertanyaan ini menjadi semakin relevan dalam konteks industri game yang dinamis.

Restrukturisasi dan PHK seringkali dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk menjaga keberlangsungan perusahaan. Namun, dampaknya terhadap moral karyawan dan kualitas produk juga perlu diperhatikan. Apakah pengurangan karyawan akan berdampak pada kualitas game di masa depan? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Pengembangan game membutuhkan kreativitas dan kolaborasi. Jika karyawan merasa tidak aman dan tertekan akibat PHK, dampaknya bisa sangat terasa pada kualitas game yang dihasilkan. Perusahaan perlu menyeimbangkan antara efisiensi dan kesejahteraan karyawan agar dapat terus menghasilkan game berkualitas.

Dampak Jangka Panjang: Bagaimana Masa Depan Ubisoft?

PHK di Ubisoft bukan hanya sekadar berita bisnis. Ini adalah cerminan dari tantangan yang dihadapi industri game secara keseluruhan. Persaingan semakin ketat, biaya produksi semakin meningkat, dan ekspektasi gamer semakin tinggi.

Masa depan Ubisoft akan bergantung pada bagaimana mereka mengatasi tantangan ini. Apakah mereka akan terus mengandalkan strategi pengurangan biaya, atau mencari cara lain untuk meningkatkan profitabilitas? Inovasi dan investasi pada sumber daya manusia akan menjadi kunci keberhasilan jangka panjang. Mungkin mereka harus mempertimbangkan pengembangan game indie yang lebih berfokus pada gameplay daripada visuals yang memukau? (Canda ya, Ubisoft!). Internal Link: Baca juga artikel tentang tantangan industri game indie untuk perspektif yang berbeda.

Pada akhirnya, PHK di Ubisoft menjadi pengingat bahwa dunia gaming tidak selalu seindah grafis ray tracing. Ada realitas bisnis yang keras di balik layar. Semoga saja, keputusan sulit ini akan membawa Ubisoft menuju masa depan yang lebih baik, baik bagi perusahaan maupun karyawannya.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Jokowi Kirim Sinyal Kuat, PSI Jadi Rebutan?

Next Post

Mantan Anggota ICED EARTH, MATT BARLOW dan FREDDIE VIDALES Umumkan Album Keempat ASHES OF ARES 'New Messiahs': Babak Baru Dimulai