Dark Mode Light Mode

Ulasan Album Lifeguard: Koyak dan Terluka

Apakah kamu pernah merasa musik indie rock sudah mulai membosankan? Tenang, kamu tidak sendirian. Tapi, sebelum kita semua menyerah dan mendengarkan dangdut koplo remix selamanya, ada Lifeguard, band post-punk dari Chicago yang siap menyegarkan telinga kita. Mereka tidak hanya sekadar band, mereka adalah angin segar di tengah gurun pasir musik indie yang kadang terasa kering kerontang.

Musik indie memang punya sejarah panjang, dari The Smiths hingga The Strokes. Tapi, kadang kita merasa seperti mendengarkan lagu yang sama berulang-ulang, hanya dengan sedikit variasi gitar atau lirik yang lebih puitis (atau lebih absurd, tergantung selera). Di sinilah Lifeguard muncul sebagai penyelamat.

Band yang digawangi Kai Slater, Asher Case, dan Isaac Lowenstein ini membawa energi DIY (Do It Yourself) yang mengingatkan kita pada era punk rock dan zine. Mereka tidak hanya menciptakan musik, tapi juga membangun komunitas seni yang hidup dan bersemangat di sekitar mereka. Bayangkan, di era digital ini, mereka masih membuat zine cetak! Ini bukti kalau ide-ide brilian bisa lahir dari mana saja, bahkan dari mesin fotokopi yang sudah uzur.

Album debut mereka, Ripped and Torn, adalah bukti nyata bahwa indie rock masih bisa terdengar segar dan relevan. Mereka tidak mencoba menjadi sesuatu yang bukan diri mereka. Mereka hanya bermain musik dengan intensitas dan keyakinan yang membuat kita percaya bahwa musik memang bisa mengubah hidup. Agak lebay, tapi itulah yang kita rasakan saat mendengarkan mereka.

Energi Punk yang Menyegarkan

Salah satu hal yang membuat Lifeguard menonjol adalah energi punk yang mereka bawa. Bukan punk yang berteriak-teriak tanpa arti, tapi punk yang cerdas, penuh ide, dan tidak takut bereksperimen. Dengarkan saja lagu "It Will Get Worse," yang dimulai dengan gitar santai lalu meledak menjadi kegilaan post-punk yang adiktif. Bayangkan Parquet Courts bertemu dengan Blink-182, lalu mereka minum kopi terlalu banyak dan mulai nge-jam semalaman. Hasilnya? Ya, kira-kira seperti itu.

Asher Case memainkan bassline sederhana namun mematikan, sementara Isaac Lowenstein membuktikan bahwa drum tidak hanya berfungsi sebagai pengiring, tapi juga sebagai elemen utama dalam menciptakan atmosfer yang kacau dan menyenangkan. Kai Slater, selain menjadi gitaris yang lihai, juga menulis lirik yang misterius namun mudah diingat. Coba saja dengarkan dia mengulang-ulang "no one around here" di lagu "It Will Get Worse," dijamin langsung terngiang-ngiang di kepala.

Lebih dari Sekadar Kebisingan

Mudah bagi band muda seperti Lifeguard untuk terjebak dalam kebisingan tanpa arti, hanya memukul-mukul gitar dan berteriak-teriak tanpa tujuan. Tapi, mereka justru fokus pada hook yang adiktif. Misalnya, lagu "Like You'll Lose" yang awalnya terdengar monoton, tiba-tiba meledak menjadi chorus yang melankolis. Atau lagu "France And" yang memiliki refrain sederhana namun sangat kuat: "Oh, oh/I am, I am."

Ini menunjukkan bahwa Lifeguard memahami betul bahwa musik yang bagus tidak harus rumit. Kadang, cukup dengan beberapa nada dan lirik yang sederhana untuk menciptakan lagu yang memorable dan menggugah emosi. Mereka adalah bukti bahwa kesederhanaan bisa menjadi kekuatan yang luar biasa.

Hallogallo: Zine dan Spirit DIY

Selain bermusik, Kai Slater juga aktif membuat zine bernama Hallogallo. Zine ini terinspirasi dari lagu band Krautrock Neu! dan zine-zine punk dan mod revival dari tahun 80-an. Hallogallo menjadi wadah bagi Kai untuk mengeksplorasi minatnya pada seni, musik, dan budaya DIY.

Zine ini tidak hanya berisi tulisan tentang band-band favorit Kai, tapi juga menampilkan karya seni dari teman-temannya, wawancara dengan musisi lokal, dan ulasan tentang film dan buku. Hallogallo adalah cerminan dari semangat DIY yang diusung Lifeguard: lakukan sendiri, tanpa peduli apa kata orang.

Melalui Hallogallo, Kai dan teman-temannya membangun komunitas seni yang solid di Chicago. Mereka saling mendukung, saling menginspirasi, dan saling membantu untuk mewujudkan visi kreatif masing-masing. Ini adalah bukti bahwa seni tidak hanya tentang bakat individu, tapi juga tentang kolaborasi dan komunitas. Zine ini menjadi semacam manifesto bagi generasi muda yang ingin menciptakan sesuatu yang orisinal dan bermakna.

Vokal yang Khas

Salah satu ciri khas Lifeguard adalah vokal Kai Slater dan Asher Case yang saling melengkapi. Kai memiliki suara yang lebih tinggi dan serak, cocok untuk power pop yang ia ciptakan sendiri sebagai Sharp Pins. Asher memiliki suara yang lebih dalam dan dingin, terinspirasi dari band-band new wave tahun 80-an.

Keduanya memiliki cara yang unik dalam mengucapkan huruf "oh," dengan nada acuh tak acuh yang menembus kompresi mikrofon. Ini menghubungkan mereka dengan sejarah musik punk dan pop yang telah bolak-balik melintasi Samudra Atlantik selama 50 tahun terakhir. Ini juga menunjukkan bahwa Lifeguard memahami bahwa tidak perlu menumpuk terlalu banyak elemen dalam sebuah lagu jika kamu bisa menciptakan suara vokal yang kuat dan catchy.

Lifeguard bukan hanya sekadar band indie rock biasa. Mereka adalah simbol dari generasi muda yang kreatif, berani, dan tidak takut untuk berbeda. Mereka adalah bukti bahwa musik indie masih bisa terdengar segar dan relevan di era digital yang serba cepat ini. Jadi, tinggalkan sejenak playlist Spotify-mu dan berikan kesempatan pada Lifeguard. Siapa tahu, mereka bisa mengubah hidupmu (atau setidaknya membuat hari-harimu sedikit lebih berwarna).

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Vibe Coding Dorong Inovasi di Hackathon Perdana OpenPlay

Next Post

Indonesia Belum Finalkan Kontrak Pembelian 48 Jet KAAN Turki