Siapa yang sangka, band indie rock yang awalnya iseng, Wet Leg, malah meledak di pasaran? Dari teman kuliah biasa, Rhian Teasdale dan Hester Chambers, mendadak jadi bintang internasional berkat single “Chaise Longue” yang deadpan. Sempat jadi pembuka konser Harry Styles, dipuja para legenda rock seperti Dave Grohl dan Iggy Pop, bahkan meraih Grammy Awards. Formula mereka? Post-punk sederhana dengan hook yang nempel di otak, plus dua wanita muda keren yang berdandan ala era 70-an dengan sentuhan properti nyeleneh seperti capit lobster. Pertanyaannya, apakah mereka terlalu serius atau malah tidak serius sama sekali? Jawabannya, sepertinya lebih condong ke yang terakhir.
Wet Leg Kembali dengan moisturizer: Lebih dari Sekadar Lagu Viral
Kejutan besarnya, di tengah jadwal tur yang gila, Wet Leg masih sempat merekam album kedua mereka, moisturizer. Album ini direkam di sebuah Airbnb di kota pantai Southwold, Suffolk. Kali ini, Teasdale dan Chambers mengajak serta anggota tur mereka, Josh Mobaraki, Ellis Durand, dan Henry Holmes, untuk ikut serta dalam proses penulisan. moisturizer menandai kelahiran kembali Wet Leg sebagai band penuh, bukan lagi sekadar duo. Album ini, diakui sendiri oleh mereka, memang diciptakan dengan mempertimbangkan penampilan live. Strategi promosi mereka pun cerdas, dengan menggelar serangkaian konser intim sebelum peluncuran resmi.
Dari Twee ke Garang: Evolusi Visual dan Musikal Wet Leg
Perubahan langsung terasa ketika melihat penampilan Teasdale di konser moisturizer. Rambut pirang platinum menggantikan pita-pita twee khasnya, gaun-gaun feminin berganti dengan loungewear minim. Saat “catch these fists” menghentak, Teasdale berpose dengan lengan terangkat, otot bisepnya terpampang nyata. Lirik “Man down/ Level up” seolah menjadi mantra untuk mewujudkan ambisinya. Sebuah evolusi yang menarik dari segi visual dan musikalitas.
Lebih Pede, Lebih Blak-blakan: Menolak Drama Mantan dengan Gaya
Kalau di album pertama Wet Leg banyak menyindir mantan dengan kalimat-kalimat kasihan, di moisturizer, Teasdale tampil lebih self-assured dan tidak bergantung pada validasi orang lain. Contohnya, di lagu “mangetout,” ia dengan santai bernyanyi, “You’re washed up, irrelevant, and standing in my light,” tanpa sedikit pun keraguan. Sebuah transformasi yang signifikan.
Cinta yang Tak Terduga: Eksplorasi Identitas dan Romansa Queer
Salah satu faktor yang memengaruhi perubahan ini adalah pengalaman Teasdale menjalin hubungan romantis queer untuk pertama kalinya. moisturizer didominasi lagu-lagu cinta, dengan Teasdale bernyanyi tentang pasangannya dengan nada kagum. Meskipun tidak banyak referensi eksplisit tentang gender atau orientasi seksual, kecuali di lagu “pillow talk” yang bernuansa horned-up, pengalaman baru ini jelas memengaruhi penulisan lirik dan nuansa keseluruhan album.
Ketika Cinta Terasa Seperti Lompat Bungee Jumping: Antara Takut dan Alami
Teasdale tidak memberikan banyak penjelasan mendalam tentang hubungannya yang mengubah hidup ini, selain fakta bahwa semuanya terasa tepat. Dalam lagu “CPR,” ia bahkan mempertimbangkan untuk menelepon nomor darurat karena saking terpikatnya. Tapi, hal-hal seperti lompat bungee jumping dari tebing atau lari dari hantu paranormal tidak terasa menakutkan ketika dilengkapi dengan cinta. Koneksi yang kuat ini memang seharusnya terasa menakutkan, tetapi kenapa malah terasa alami?
Lyric yang Kadang Klise, Tapi Tetap Menghibur: Formula Wet Leg yang Tak Berubah
moisturizer memiliki kekurangan yang sama dengan album pertama Wet Leg: lirik yang terkadang klise. Contohnya, di lagu “pokemon,” lirik “You wanna go for a drive?/ I don’t wanna take it slow” terasa kurang orisinal dan tidak sesuai dengan pendekatan gitar-sentris album ini. Meskipun begitu, Wet Leg tetaplah Wet Leg. Mereka ahli dalam tidak menganggap diri mereka terlalu serius. Seperti “Chaise Longue” yang langsung meledak, narator mereka muncul entah dari mana. Mereka tidak mencoba berasimilasi dengan dunia di sekitar mereka: mereka menilai dan menemukan tempat mereka sendiri di dalamnya.
Pesona Abadi Wet Leg: Mengapa Mereka Tetap Relevan di Era TikTok
Wet Leg, dengan segala keunikan dan keanehan mereka, berhasil mempertahankan relevansi mereka di tengah gempuran tren musik viral di TikTok. Bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan tidak mencoba terlalu keras untuk menjadi viral. Mereka fokus pada musik yang mereka sukai, dengan lirik yang jujur dan apa adanya. Inilah yang membuat mereka terasa relatable bagi pendengar, terutama generasi Z dan Millennial yang sudah bosan dengan kepalsuan.
Dari Isle of Wight ke Panggung Dunia: Kisah Sukses yang Menginspirasi
Kisah sukses Wet Leg adalah inspirasi bagi banyak musisi indie di seluruh dunia. Dari band iseng-iseng di Isle of Wight, mereka berhasil menaklukkan panggung dunia dengan musik yang unik dan otentik. Mereka membuktikan bahwa kesuksesan tidak harus diraih dengan cara yang konvensional. Terkadang, cukup dengan menjadi diri sendiri dan membuat musik yang jujur, kesuksesan akan datang dengan sendirinya.
Humor Absurd sebagai Senjata Rahasia: Mengapa Kita Tertawa Bersama Wet Leg
Salah satu elemen penting dalam musik Wet Leg adalah humor absurd yang mereka selipkan dalam lirik dan video musik mereka. Humor ini bukan sekadar lelucon kosong, tetapi juga merupakan cara mereka untuk mengkritik norma sosial dan stereotip gender dengan cara yang cerdas dan menghibur. Kita tertawa bersama mereka, bukan pada mereka.
Post-Punk untuk Generasi Internet: Menyampaikan Kegelisahan dengan Gaya
Wet Leg berhasil menyatukan elemen post-punk klasik dengan sensitibilitas generasi internet. Musik mereka terasa segar dan relevan bagi pendengar yang mencari sesuatu yang berbeda dari musik pop mainstream. Mereka menyampaikan kegelisahan dan keresahan generasi muda dengan gaya yang unik dan menarik.
Lebih dari Sekadar Gimmick: Musik Wet Leg yang Punya Substansi
Meskipun dikenal dengan citra yang nyeleneh dan humor yang absurd, musik Wet Leg sebenarnya memiliki substansi yang kuat. Lirik mereka seringkali mengangkat isu-isu penting seperti kesehatan mental, body positivity, dan pemberdayaan perempuan. Mereka tidak takut untuk berbicara tentang hal-hal yang tabu atau sensitif dengan cara yang jujur dan apa adanya.
Fenomena Wet Leg: Bukan Sekadar Tren Sesaat
Wet Leg bukan sekadar tren sesaat yang akan hilang ditelan waktu. Mereka adalah fenomena budaya yang memiliki dampak yang signifikan pada industri musik. Mereka menginspirasi musisi lain untuk berani menjadi diri sendiri dan mengeksplorasi batas-batas kreativitas. Mereka membuktikan bahwa musik yang unik dan otentik selalu akan menemukan pendengarnya.
Kesimpulan: moisturizer adalah Evolusi yang Menggembirakan
moisturizer adalah evolusi yang menggembirakan bagi Wet Leg. Album ini menunjukkan pertumbuhan mereka sebagai musisi dan penulis lagu, serta keberanian mereka untuk mengeksplorasi tema-tema baru dan bereksperimen dengan suara yang berbeda. Moisturizer mengukuhkan Wet Leg sebagai salah satu band indie paling menarik dan berpengaruh saat ini. Kalau kamu masih ragu, coba dengarkan sendiri. Siapa tahu, kamu malah ketagihan!