Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

Ulasan Happy Gilmore 2 – IGN: Akankah Mengulang Kesuksesan?

Kita semua pernah merasa terjebak dalam nostalgia, kan? Film Happy Gilmore 2 ini seperti mencoba menghidupkan kembali kenangan manis masa lalu, tapi sayangnya, malah jadi terasa seperti reheated leftovers. Apakah ini akan menjadi cult classic baru? Mari kita bedah lebih dalam.

Happy Gilmore 2: Antara Nostalgia dan Kelelahan Komedi

Adam Sandler kembali sebagai Happy Gilmore, sang juara golf temperamental. Kali ini, musuhnya bukan lagi amarah, tapi kesedihan mendalam. Happy terjerumus dalam alkohol, kehilangan karirnya, dan rumah neneknya (lagi!). Namun, motivasi muncul saat putrinya diterima di sekolah balet bergengsi. Klasik, ya?

Perjalanan penebusan Happy dipenuhi kekacauan. Tabrakan mobil golf yang melibatkan Margaret Qualley, Eric André, dan Martin Herlihy mengirimnya ke rehabilitasi. Di sana, ia bertemu Hal (Ben Stiller), mantan perawat sadis. Sementara itu, CEO minuman olahraga yang douchey, Frank Manatee (Benny Safdie), ingin mengubah golf selamanya. Dan tentu saja, musuh bebuyutan Happy, Shooter McGavin (Christopher McDonald), memasuki era Joker-nya.

Plotnya cukup menarik, tapi Happy Gilmore 2 terlalu sering menyela dirinya sendiri dengan referensi ke film aslinya. Adegan kilas balik berlebihan dan cameo selebriti jadi terlalu banyak. Jujur saja, rasanya seperti daftar kontak Adam Sandler yang ditampilkan di layar. Post Malone, Guy Fieri, Eminem? Seakan-akan film ini sedang audisi untuk menjadi meme terbaru.

  • Cameo overload? Benar. Terlalu banyak wajah familiar yang justru mengalihkan perhatian dari cerita dan komedi.

Humor Happy Gilmore 2 terasa kurang inovatif dibandingkan film pertamanya. Film ini terlalu bergantung pada punchline lama dan cuplikan dari film aslinya. Ini seperti mencoba meyakinkan penonton bahwa mereka sedang menonton sesuatu yang segar, padahal sebenarnya hanya versi daur ulang. Apakah ini upaya untuk memperkenalkan Happy Gilmore ke generasi baru? Mungkin. Tapi hasilnya terasa seperti mayat hidup yang diiklankan Diet Pepsi.

Meskipun demikian, ada sedikit sentuhan kedewasaan dalam film ini. Ada lebih banyak heart dalam cerita tentang pemulihan Happy. Beberapa adegan bahkan terasa indah. Sinematografer We the Animals, Zak Mulligan, entah bagaimana terlibat dalam proyek ini, dan ia berhasil menciptakan shot yang menohok.

Lebih dari Sekadar Komedi: Sentuhan Emosional

Salah satu adegan yang paling mencolok adalah saat Happy berbicara dengan Jim Daly, sesama pemain golf yang terbuang. Pencahayaan dalam adegan itu sungguh memukau, mungkin yang terbaik yang pernah ada dalam film Happy Madison. Itu dia, shot yang bikin kita berpikir, “Oke, mungkin ada sesuatu di balik semua kekacauan ini.”

Sayangnya, sentuhan emosional ini terkadang tenggelam dalam lautan cameo dan referensi nostalgia. Film ini mencoba menyeimbangkan antara komedi slapstick dan drama keluarga, tapi hasilnya terasa sedikit patchy.

Siapa Saja Sih Bintang Tamunya? Daftar Panjang dan Membingungkan

Selain selebriti yang sudah disebutkan, Happy Gilmore 2 juga menampilkan sejumlah nama besar lainnya, seperti Haley Joel Osment, Ken Jennings, Lavell Crawford, dan Sean Evans (dari Hot Ones). Belum lagi para pemain golf profesional yang ikut meramaikan suasana. Rasanya seperti menonton pesta selebriti yang kelebihan tamu.

Humor yang Terasa Familiar: Apakah Ini Cukup?

Ada beberapa lelucon yang terasa sejalan dengan semangat film pertama, seperti memberi karakter antagonis bau mulut yang parah dan menekankannya dengan setidaknya 50 siung bawang putih. Tapi secara keseluruhan, Happy Gilmore 2 terlalu puas mendaur ulang lelucon-lelucon dari pendahulunya.

Apakah ini strategi untuk menarik penggemar lama? Mungkin. Tapi bagi penonton yang mencari sesuatu yang baru dan segar, film ini mungkin akan terasa sedikit mengecewakan.

Kesimpulan: Nostalgia atau Eksploitasi?

Happy Gilmore 2 mungkin akan memuaskan penggemar yang puas dengan sekadar diingatkan tentang film aslinya. Namun, penggemar yang lebih cerdas mungkin tidak akan menghargai rasio antara materi lama dan baru. Bagi mereka yang kurang mengikuti pop culture, mungkin akan kebingungan dengan banyaknya wajah yang muncul di layar.

Dalam beberapa hal, ini adalah salah satu film Sandler dan Herlihy yang paling dewasa. Tapi ada banyak hal lain yang bersaing untuk mendapatkan perhatian Anda. Beberapa di antaranya baru, beberapa di antaranya nostalgia, dan beberapa di antaranya benar-benar lucu. Sisanya hanyalah Sandler yang memamerkan daftar kontaknya.

Jadi, apakah Happy Gilmore 2 layak ditonton? Tergantung. Jika Anda mencari dosis nostalgia ringan dan tidak keberatan dengan cameo overload, mungkin Anda akan menikmatinya. Tapi jika Anda mengharapkan sesuatu yang segar dan inovatif, sebaiknya Anda menurunkan ekspektasi Anda. Pada akhirnya, film ini terasa seperti reheated leftovers yang disajikan dengan terlalu banyak hiasan. Mending nonton yang orisinal saja, kan?

Previous Post

Dominasi Justin Bieber Geser Travis Scott di Puncak Tangga Album Kanada

Next Post

PERINGATAN KRITIS Microsoft: Pengguna Harus Bertindak dalam 5 Hari

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *