Siapa bilang bintang pop cuma bisa nyanyi lagu cinta yang itu-itu aja? Lorde, dengan album terbarunya Virgin, membuktikan bahwa dia bukan cuma penyanyi, tapi juga seorang thought leader yang berani mengajak kita menyelami ketidakpastian hidup. Bayangin deh, di era serba instan ini, dia justru ngajak kita chill dan mengakui bahwa nggak semua pertanyaan ada jawabannya. Lumayan kan, buat yang suka overthinking?
Sejak kemunculannya di tahun 2013 dengan single "Royals," Lorde memang dikenal dengan liriknya yang kritis terhadap budaya pop dan obsesi kita pada kaum elite. Album debutnya, Pure Heroine, penuh dengan lagu-lagu yang dengan lugas mengekspresikan pandangan remaja tentang apa yang benar dan salah di dunia ini. Tapi, seiring berjalannya waktu, musik Lorde pun ikut berkembang.
Di album Melodrama (2017), kita melihat sisi emosional Lorde yang lebih dalam, eksplorasi tentang masa muda yang penuh gejolak. Lalu, di Solar Power (2021), dia bahkan berani bilang "kalau kamu nyari penyelamat, itu bukan aku." Ini kayak bilang, "Guys, gue juga manusia, sama kayak kalian."
Album Virgin ini, bisa dibilang, adalah evolusi dari perjalanan musik Lorde. Dia semakin berani mengeksplorasi ketidakpastian dan kerentanan, sesuatu yang jarang kita temui di musik pop mainstream. Album ini adalah bukti bahwa menjadi "perawan" dalam artian belum berpengalaman, justru bisa menjadi kekuatan.
Lorde Mengakui: It’s Okay to Not Know
Lagu pembuka album, "Hammer," langsung nampol dengan kejujuran: "Aku siap merasa seperti nggak punya jawaban." Ini bukan lagu yang berusaha memberikan solusi, tapi justru mengajak kita merangkul ketidakpastian. Relatable banget, kan? Hidup emang nggak selalu linier.
Single utama "What Was That?" juga nggak kalah bikin penasaran. Pertanyaan yang diajukan dalam lagu ini begitu luas hingga terasa nggak terjawab. Bahkan setelah Lorde menghabiskan tiga setengah menit menggali kenangan lama, dia tetap bertanya hal yang sama di akhir lagu. Ini kayak lagi nonton Inception, tapi versi musik.
Lirik Lorde kali ini semakin personal dan introspektif. Dia nggak lagi cuma mengkritik budaya pop, tapi juga mengeksplorasi perasaannya sendiri. Ini yang bikin Virgin terasa lebih intim dan dekat dengan pendengar. Kita diajak masuk ke dalam pikiran Lorde, melihat dunia dari sudut pandangnya.
"Favourite Daughter": Surat Cinta untuk Sang Ibu
Di lagu "Favourite Daughter," Lorde memberikan penghormatan yang menyentuh kepada ibunya. Lirik-liriknya tajam dan penuh emosi, seperti pengakuan "Aku seorang penyanyi/Kamu adalah penggemarku/Ketika nggak ada yang peduli." Lagu ini berbicara tentang pengorbanan, cinta keluarga, dan bagaimana kecemasan masa lalu bisa terus menghantui kita hingga dewasa.
Meskipun liriknya kuat, aransemen musik "Favourite Daughter" terasa kurang menggigit. Drum dan synthesizer yang digunakan terkesan datar dan nggak sepadan dengan intensitas emosi yang ingin disampaikan. Dibandingkan dengan lagu-lagu upbeat seperti "Green Light," "What Was That?" juga terasa lebih lambat dan kurang menggugah.
Selain itu, ada beberapa lirik di album ini yang terasa kurang halus, seperti pernyataan "Kadang aku seorang wanita, kadang aku seorang pria" di lagu "Hammer." Meskipun niatnya baik, penyampaiannya terasa terlalu blak-blakan dan kurang bernuansa. Yah, nggak semua eksperimen bisa berhasil 100%, kan?
Suara Lorde: Senjata Utama
Meskipun ada beberapa kekurangan, Virgin tetap merupakan langkah maju bagi Lorde. Dia menggunakan vokalnya dengan lebih efektif dibandingkan di Solar Power, menghidupkan kembali dinamisme vokal yang membuat Melodrama begitu memukau. Suaranya berubah dari serak kesakitan di refrein "Man of the Year" menjadi bisikan lirih di "Shapeshifter" hingga semi-rapped delivery di "If She Could See Me Now."
Saat produksi, vokal, dan lirik album ini selaras dengan sempurna, hasilnya sungguh luar biasa. Momen itu terasa di akhir lagu "Man of the Year," ketika Lorde secara katarsis menggambarkan "Bagaimana aku berharap diingat" diiringi gemuruh drum dan synthesizer. Juga di "Shapeshifter," yang jembatannya, dengan synth-pop berlapis dan renungan tentang hubungan yang berubah-ubah, mengingatkan kita pada Taylor Swift.
Pada akhirnya, Lorde tampaknya berkembang di area abu-abu. Di situlah dia menemukan inspirasi dan kebebasan untuk berekspresi. Virgin adalah album yang jujur, introspektif, dan berani. Album ini mengajak kita untuk merangkul ketidakpastian dan menemukan keindahan dalam kerentanan.
Rating Akhir: Bukan Album Sempurna, Tapi Tetap Worth Listening
Secara keseluruhan, Virgin adalah album yang menarik dan layak untuk didengarkan. Meskipun ada beberapa kekurangan dalam aransemen musik dan penulisan lirik, album ini tetap menunjukkan pertumbuhan Lorde sebagai seorang seniman. Dia semakin berani mengeksplorasi tema-tema kompleks dan berbagi perasaannya dengan jujur. Skor: 3.5 dari 5 bintang.
Jadi, kalau kamu lagi cari album yang nggak cuma enak didengar, tapi juga bisa bikin kamu mikir, Virgin bisa jadi pilihan yang tepat. Siapa tahu, setelah dengerin album ini, kamu jadi lebih chill dan nggak terlalu stress mikirin hidup.